Bismillahirrahmanirrahim!“Selamat Ulang Tahun, semoga panjang umur dan sukses selalu.” Begitu bunyi dua pesan pendek (sandek) yang nangkring di telepon genggam saya. Pengirimnya, Dyna Keumala dan Nani Afrida. Keduanya, kawan saya di Banda Aceh. Dyna, bekas kolega saya di Tabloid Modus. Sekarang dia bekerja sebagai penyiar Radio Prima FM. Sementara Nani Afrida, kawan saya yang bekerja di The Jakarta Post. Dia koresponden TJP di Banda Aceh.Saya membalas sandek itu dengan mengucapkan terimakasih atas perhatian yang mereka berikan.Sebenarnya, saya tidak terlalu menghiraukan dengan ulang tahun itu. Bagi saya, itu adalah masa peralihan dan pertambahan...
Sabtu, Desember 25, 2004
Jumat, Desember 24, 2004
Geger 'Kayu Haram'
Reporter: Radzie – JakartaSelasa (26/10) lalu, kantor Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh di kawasan Lampriet mendadak ramai dijejali wartawan. Di salah satu ruang sempit di kantor itu, para wartawan duduk menekuri Muhammad Ibrahim, Direktur Eksekutif Walhi Aceh, Bambang Antariksa, pengacara, dan Akhiruddin, Koordinator Badan Pekerja Solidaritas Gerakan Antikorupsi (SoRAK) Aceh.Hari itu, mereka memakai bendera Kelompok Kerja Aceh Damai Tanpa Korupsi (Pokja ADTK). Isu yang diangkat adalah hilangnya 5.221,99 meter kubik kayu sitaan di Pulau Simeulue. Akibatnya, menurut mereka, negara telah dirugikan Rp 3,5 miliar. Bambang Antariksa yang menjadi jurubicara, lancar memaparkan ihwal penyelewengan kayu yang disita Penguasa Darurat Militer Daerah (PDMD) pada 11 Agustus 2003 silam. Dalam...
Kamis, Desember 23, 2004
Sampai Kapan Petani Pala Dipalak
Reporter: Radzie - Banda AcehDANU, sebut saja namanya begitu, adalah mahasiswa sebuah peguruan tinggi swasta di Banda Aceh. Sudah tiga bulan terakhir kiriman uang dari orangtuanya datang tida tepat waktu. Sebelumnya, dia selalu menerima kiriman dari kampung pada awal bulan. Kini uang dari kampung itu ditrimanya di akhir, itu pun dengan nominal yang jauh berbeda dari sebelumnya. Danu sepenuhnya bisa memahami kenapa kiriman untuknya jadi macet.Jatah biaya hidupnya di Banda Aceh berkurang karena pendapatan orangtuanya seret beberapa bulan terakhir. Ayahnya bekerja sebagai petani pala di Blang Pidie, Aceh Barat Daya (Abdya). Ketika harga pala melambung tinggi, ayah Danu acap mengirimnya uang lebih. Sehingga dalam beberapa saat, Danu tidak penah kehabisan uang sebagai pangkal hidupnya di Banda...
Rabu, Desember 08, 2004
Ada yang Tidak Tahu Konflik Aceh
Reporter: Radzie - Jakarta“Payah TNI, main tembak aja. Belum tentu bersalah juga,” kata seorang anak jalanan, seakan memberi penjelasan kepada kawannya, ketika melihat foto dua Tenaga Pembantu Operasi (TPO) yang diduga tewas ditembak anggota GAM.Beberapa anak jalanan sibuk memelototi pajangan foto yang dipamerkan di stan acehkita, Sabtu (28/8) di Galeri Cipta II Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta. Pandangan mereka, tertuju pada sebuah foto mayat yang berdarah-darah.“E, ini di mana, ya?” tanya salah seorang anak jalanan itu kepada kawannya.“Di Iraq, kali,” sahut yang lainnya. “Ambon!”“Bukan! Ini di Aceh,” kata kawannya yang satu lagi. “Baca tulisan di bawah foto.”Anak yang memakai baju kaos bercelana pendek itu, lalu termangut-mangut. Ia lalu membaca caption foto yang ada di bawahnya. Raut...
Jumat, Desember 03, 2004
Mencapai Perbatasan [1]
9 November 2004PERJALANAN dari Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng Jakarta ke Bandara Polonia Medan, terasa berjalan lama. Pikiran saya terus melayang supaya bisa segera berkumpul bersama keluarga, orang yang saya cintai dan orang-orang terdekat saya. Jarum jam masih menunjukkan angka 09.12 WIB, ketika saya keluar dari lambung pesawat Adam Air yang mendarat di Bandara Polonia Medan.Saya bergegas menuju ke tempat pengambilan bagasi dan segera saja meluncur ke Rumah Sakit Islam Malahayati yang terletak di Jalan Diponegoro Medan. Di sana, saya dan dua kawan akan mengambil tiket bus dengan menggunakan jalur darat. Keluarga kawan saya di Medan, sudah menunggu di rumah sakit itu.Selembar tiket bus Kurnia, untuk dua orang, diberikan kepada kawan saya. Kami lalu mengganti biaya. Jalur darat kami pilih,...
Jumat, November 26, 2004
Tak Ada Musuh, Kawan pun Jadi
Kamis (25/11). Sekitar pukul 17.30 WIB, saya dikabari tentang seorang anggota Brimob tewas di Peudawa Aceh Timur. Saya menduga diserang kekuatan Gerakan Aceh Merdeka, yang selama ini saling bermusuhan. Makanya, pertama sekali saya tidak terlalu merespons pesan yang hinggap ke telinga saya.Sekitar pukul 17.18 WIB, saya mencoba memencet 12 digit nomor telepon seluler. Saya menghubungi Drs Ari Mulya Asnawi, jurubicara Koops TNI di Lhokseumawe. Tidak ada yang menyambut, telepon saya. “Mungkin masih shalat magrib,” batin saya, ketika melirik jam di telepon seluler.Sepuluh menit kemudian, saya mencoba menghubungi kembali Ari Mulya. Kali ini tersambung. “Saya mau confirm masalah bentrokan bersenjata di Peudawa yang menewaskan satu anggota Brimob,” kata saya setelah memperkenalkan diri.“Kita belum...
Sabtu, Oktober 02, 2004
5 TAHUN TEWASNYA SANDERS THOENES
Fery Santoro Kisahkan Cerita Unik Selama Bersama GAM
JUM'AT (1/10) malam di ruang Rasamala Hotel Mandarin Oriental Jakarta, pukul 19.05 WIB. Belum ada tetamu yang hadir. Baru sekitar pukul 19.20 WIB, beberapa tamu mulai berdatangan. Mereka tak langsung masuk ke ruang pertemuan. Melainkan memilih ngobrol di pintu masuk. Terlihat sekitar 20 orang dari berbagai negara, asyik ngobrol, sembari menyeduh teh dan kopi hangat. Sesekali terlihat juga beberapa dari mereka mengambil sandwich. Beberapa lainnya, masih terus bercakap sesama mereka, akrab. Tamu terus berdatangan satu per satu.Mereka adalah koresponden media asing yang bertugas di Jakarta. Malam itu, sekitar 40-an jurnalis asing dan utusan kedutaan besar berkumpul di Hotel Mandarin Oriental untuk memperingati 5 tahun kematian wartawan Belanda, Sander Thoenes di Timor Timur pasca-jajak pendapat...
Senin, September 27, 2004
LAPORAN INVESTIGASI AJI
Intimidasi TNI, Polri dan GAM terhadap Pemilih Pemilu 5 April 2004 di Kabupaten Bireuen
Pengantar Redaksi:Benarkah pemilihan umum (Pemilu) 5 April untuk memilih anggota legislatif berlangsung bebas dan aman di Aceh? Kepala Staf Angkatan Darat, Jenderal Ryamizard Ryacudu mengklaim 94% rakyat Aceh mengikuti pemilu. Sehingga pemilu yang berlangsung di bawah status Darurat Militer itu dikatakan berhasil sekaligus membantah tudingan berbagai pihak sebelumnya.Lalu benarkah, tingkat partisipasi yang tinggi itu berarti rakyat tidak mendapat ancaman dari pihak-pihak yang bertikai di Aceh untuk menggagalkan atau mengikuti Pemilu?Berikut ini laporan hasil investigasi yang didanai oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) melalui program beasiswa Investigasi Kecurangan Pemilu 2004 se-Indonesia yang diikuti oleh 14 finalis. Laporan ini terdiri dari lima bagian yaitu Teror Senjata di Hari Pemilu,...
Bagian 5
Rayonisasi atau Mobilisasi Massa?
5 April 2004, pagi. Ribuan warga Desa Lamreung, Meunasah Papeun, Meunasah Lueng Ie, Rumpet dan Lamgeuleumpang, Kecamatan Ingin Jaya, Kabupaten Aceh Besar berbondong-bondong mendatangi Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Desa Lamreung. Di lapangan desa yang berbatasan dengan Kampus Darussalam, Banda Aceh ini, memang menjadi tempat tujuan ribuan warga yang hendak menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan umum legislatif di daerah yang saat itu masih berada dalam status darurat militer. Di lapangan Desa Lamreung, disediakan 15 TPS untuk melayani kebutuhan masyarakat lima desa. Penggabungan ini, menurut seorang anggota Panwaslu Aceh Besar, karena alasan keamanan. Di Kecamatan Ingin Jaya saja, katanya, terdapat dua rayon yang menggabungkan beberapa desa. "Ini hanya faktor keamanan," katanya.Bukan hanya...
Bagian 4
Jalan Panjang Menuju Pemilu
CENTER for Electoral Reform (CETRO) pada Desember 2003 menegaskan, pelaksanaan Pemilu 2004 di Aceh dalam status Darurat Militer (DM) adalah cacat hukum. Bukan hanya CETRO saja yang mengeluarkan pendapat pesimistis Pemilu di bawah status DM bisa berjalan dengan asas langsung, bebas, rahasia (luber) dan jujur, adil (jurdil).Indra Jaya Piliang, peneliti Center for Stategic and International Studies (CSIS) juga melontarkan pernyataan senada dengan CETRO. Menurut Indra Piliang, Pemilu di Aceh secara legal formal lemah.Argumentasi yang dilontarkan CETRO berpijak pada landasan hukum pelaksanaan Pemilu dan pemberlakuan status keadaan bahaya. Menurut Smita Notosusanto, Direktur Eksekutif CETRO di Jakarta kepada penulis melalui email pada Mei 2004, banyak anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Panitia...
Bagian 1
Teror Senjata di Hari Pemilu
MATAHARI menyengat di Blang Rheum, desa terpencil di pedalaman Aceh. Empat kilometer dari Kabupaten Bireuen atau 220 kilometer dari arah barat laut kota Banda Aceh, desa itu terletak di seberang sebuah bukit kecil nan senyap. Tidak ada perumahan penduduk di sekitar bukit tersebut. Hanya rumpun bambu dan semak-semak lainnya yang banyak menghiasi sekitar bukit. Ketika bukit terlewati, dan ini hampir memasuki pekampungan Blang Rheum, sebuah grafiti terpampang. Mencuri perhatian siapa saja yang melintasinya. Grafiti besar itu berada persis di tengah-tengah bukit.“Hancurkan Separatis GAM Demi Tegaknya NKRI”. Begitulah bunyi tulisan di situ.Grafiti, baliho, pamplet dan spanduk dengan pesan serupa sebenarnya bisa ditemukan hampir di semua desa, kecamatan dan kabupaten di Aceh. Tapi, kehadirannya...
Bagian 2
Surat Intimidasi GAM yang Misterius
SEBUAH siaran pers dikeluarkan aktivis Forum LSM Aceh--salah satu lembaga yang melakukan pemantauan Pemilu di Aceh. Dalam siaran pers itu, Forum mensinyalir telah terjadi ancaman terhadap masyarakat pemilih. Ancaman itu, kata siaran pers tadi, dilakukan oleh GAM terhadap para kepala desa dan masyarakat pemilih yang ada di wilayah kabupaten Aceh Jaya. Ancaman potong jari ditujukan bagi pemilih yang mempunyai tinta hitam di jempolnya. Selain itu, GAM mengancam akan memberikan tindakan tegas bagi kepala desa.Kasus dugaan adanya ancaman GAM terhadap masyarakat pemilih, merebak menyusul adanya surat dari enam kepala desa di sejumlah kecamatan yang ada di kabupaten Aceh Jaya. Para kepala desa itu, dalam pernyataan bersama, mengatakan, ancaman itu ditebar melalui selebaran-selebaran yang berkop Aceh...