Sudah seminggu lebih aku berada di Banda Aceh. Ini menjadi awal pijakanku untuk kembali menetap dan bekerja di kampung halaman, setelah setahun sebelumnya mencoba peruntungan di Jakarta.
Kepindahanku kembali ke Aceh, tidak terlepas dari kisruh yang terjadi di Yayasan Acehkita, yang kemudian berbuntut pada pemogokan kerja dan penutupan situs acehkita.com. Aku memilih untuk mogok kerja bersama 12 kawan lainnya, setelah tuntutan transparansi keuangan dan manajemen, tidak dipenuhi Yayasan.
Kami yang tergabung dalam Serikat Pekerja Acehkita (Sepak) meminta supaya pihak Yayasan menjelaskan aliran dana kemanusiaan yang dikelolanya. Karyawan menduga, ada aliran dana kemanusiaan dalam proses pembentukan PT Mandiri Daya Dinamika (MDD), yang dipunyai oleh salah seorang Board Yayasan Acehkita. Memang, PT MDD mengaku meminjam uang kepada Yayasan. Yang jadi masalah adalah, proses peminjaman itu tidak memenuhi prosedur, selain tidak layak pengalihan dana yang sejatinya digunakan untuk membeli beras, tapi digunakan untuk kepentingan bisnis.
Karena dugaan ini, para karyawan yang tergabung dalam Sepak, dan relawan kemanusiaan di rumohkita, sepakat untuk meminta supaya pihak Yayasan memecat dan memberhentikan Sdr Smita Notosusanto dari struktur kepengurusan Yayasan.
Nah, karena tuntutan itu tidak dipenuhi, para karyawan di Jakarta sepakat melancarkan mogok kerja. Apalagi pihak Yayasan meminta kami untuk bergabung kembali dan atau mengundurkan diri. Selain itu, pihak Yayasan juga meminta Pemred Acehkita (situs dan majalah) mengundurkan diri dan atau diberhentikan.
Akibat mogok kerja yang dilakukan karyawan, pihak Yayasan akhirnya mengusir para karyawan dan menutup kantor yang beralamat di Jalan Bodjonegoro 16 Menteng, Jakarta Pusat. Beberapa hari berselang, pihak Yayasan menutup operasional situs acehkita.com, sehingga publik tidak bisa lagi mengakses situs yang didirikan pada 19 Juli 2003, dua bulan setelah pemerintah memberlakukan darurat militer di Aceh.
Keberadaanku di Aceh, atas undangan konstituen dan pembaca acehkita yang merasa dirugikan atas penutupan situs acehkita. Mereka lalu mengundang tiga orang awak redaksi acehkita ke Banda Aceh. Di sini kami mendiskusikan rencana penghidupan kembali situs acehkita dan menerbitkan kembali majalah berita. Kali ini dengan frekwensi terbit mingguan.
Sangat mengharukan pertemuan di Banda Aceh. Demi menghidupkan kembali situs, kawan-kawan di Aceh patungan. Ada yang menyumbang Rp 300 ribu, hingga Rp 4 juta. Itu sudah cukup membangkitkan semangat kami untuk kembali bekerja.
Hampir dua pekan, kami bergerilya mencari dana ke sana kemari. Hingga kadang-kadang pulang ke penginapan pukul 02.00 dinihari. Tapi, itu kami lakukan dengan senang.
Berkat doa dan dukungan kawan-kawan, publik dan pembaca, insya Allah, dalam beberapa hari lagi situs acehkita akan kembali mengudara atawa online. Insya Allah.
Banda Aceh, 2 Oktober 2005
1 comments:
Halo, bagaimana perkembangan Acehkita dan Smita ...?
Posting Komentar