Minggu, Januari 22, 2006
BANK DATA
Sembilan Tengkorak Ditemukan di Bekas Pos Aparat
Minggu, Januari 22, 2006
eFMG
No comments
Radzie
Sejak Agustus 2005, acehkita.com mencatat, sembilan tengkorak manusia ditemukan di lahan yang pernah ditempati militer. Mayat yang ditemukan, umumnya masih bisa dikenali dari ciri-ciri khusus yang dimiliki korban semasa hidup. Tidak semua korban terlibat GAM.
Pascapenarikan pasukan Tentara Nasional Indonesia non-organik dari Aceh, masyarakat gencar melakukan pencarian dan penggalian kuburan di bekas pos yang pernah ditempati militer.
Sejak Agustus 2005, acehkita.com mencatat telah sembilan tengkorak manusia ditemukan di lahan yang dulunya pernah ditempati militer yang sedang gencar mengeliminir kekuatan bersenjata gerilyawan. Mayat-mayat yang ditemukan itu, umumnya masih bisa dikenali dari ciri-ciri khusus yang dimiliki korban semasa hidup, atau dari pakaian yang dikenakan saat raib atau ditangkap. Mereka umumnya korban di masa pemberlakukan darurat militer dan sipil di bumi Serambi Mekkah ini.
Kerangka pertama ditemukan di Desa Lhok Merbo, Kecamatan Muara Batu, Aceh Utara, pada 20 November 2005. Di sana warga menemukan dua tengkorak, M Ihsan (12) dan Yasin (18). Kakak beradik ini ditangkap pada masa darurat militer diberlakukan di Aceh. Sejak penangkapan itu, tidak diketahui keberadaan hingga penemuan kuburan di bekas pos aparat.
Warga Desa Lhok Merbo sudah lama curiga ada kuburan di pos aparat. Namun, karena lahan itu masih ditempati pasukan, warga tidak berani membuktikan kecurigannya. Baru setelah pasukan TNI ditarik dari Aceh, seiring dengan pemusnahan senjata milik GAM, masyarakat berani menggali kuburan yang ada di sana. Tragisnya, warga menemukan dua kerangka dalam satu liang.
Pencarian dan penemuan korban di masa darurat tidak berhenti sampai di situ. Warga di desa lain di Aceh Utara, juga tergerak untuk mencari dan menggali kuburan di bekas pos aparat. Tidak sia-sia, mereka menemukan sejumlah kerangka korban.
Puncak penemuan tengkorak manusia ini terjadi pada bulan Januari 2006. Tercatat, enam kerangka manusia ditemukan di pembuka tahun ini.
Tidak semua korban yang ditemukan itu, merupakan orang yang terlibat dengan Gerakan Aceh Merdeka. Kendati tidak dipungkiri beberapa korban merupakan bagian dari para gerilyawan.
“Dia bukan GAM!” kata Nur Asiah (50), ibu kandung Zulkifli Sarong (18), yang ditemukan di Desa Lueng Jalo, Kecamatan Paya Bakong, sambil menitikkan airmata, Rabu (4/1).
Menurut Nur Asiah, anaknya dinyatakan hilang setelah ditangkap pasukan pemerintah pada 10 Juli 2002 di salah satu warung kopi. Dia ditangkap bersama Rasyidin, warga Desa Serdang. Setelah ditangkap, Zulkifli dan Rasyidin dinaikkan ke dalam panser, dan lenyap!
Nur Asiah bisa mengenali anaknya dari pakaian dan dompet yang ditemukan di dalam liang bersama jenazah. Ciri-ciri itu, kata Nur Asiah, sesuai dengan pakaian yang dikenakan anaknya pada hari penangkapan.
“Itu anak saya. Saya tanda dari baju, celana dalam, dan gigi,” kata Nur Asiah, masih menangis.
Kasus penemuan mayat teranyar terjadi pada Selasa, 17 Januari lalu. Dan ini, ditemukan di Lhokseumawe. Delapan tengkorak sebelumnya ditemukan di Kabupaten Aceh Utara, sebuah wilayah yang paling gencar operasi militer. Warga Kecamatan Blang Mangat, Lhokseumawe, menemukan tengkorak di bekas pos yang dulunya ditempati pasukan TNI dari Yonif 121 di Cot Teubee, Desa Mane Kareueng.
Menurut informasi yang dihimpun situs ini, penemuan kerangka tersebut dilakukan ketika warga mencurigai di lokasi itu, sering terjadi tindak kekerasan. warga merasa yakin, di Cot Tubee, yang dulunya ada pos TNI, kerap ditanam mayat korban yang kala itu dicurigai sebagai anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
M Nurdin (45), salah seorang warga, mengaku yakin di Cot Teubee ada mayat yang dikuburkan usai dianiaya. “Kami merasa yakin lagi, ketika seorang anak yang sering bermain di bekas pos itu, mengatakan kepada ayahnya, orang TNI bilang ada ditanam mayat bernama si Manto,” ujar Nurdin. Manto yang dimaksud adalah Abdurrahman bin Thaeb. Dia tak lain adik dari M Nurdin.
Setelah merasa yakin, pada pukul 15.00 WIB. Selasa (17/1), mereka lantas menggali tempat yang dicurigai adanya mayat. Untuk memastikan lokasi kuburan, sang anak yang memberikan informasi tadi, juga diajak serta.
“Anak itu ikut bersama kami dan menunjukkan ke arah belakang pos, di sebuah kebun kemiri tempat ditanamnya salah seorang anggota keluarga kami,” kata Nurdin kepada acehkita.com, di lokasi penggalian kuburan, Rabu (18/1).
Namun, setelah diindentifikasi, pihak keluarga memastikan bahwa jenazah itu bukan Manto.
Bagaimana tanggapan TNI atas penemuan mayat di bekas pos aparat?
Panglima Kodam Iskandar Muda Mayjen Supaidin AS mengatakan, penggalian kuburan harus ada izin pengadilan dan kepolisian, serta disaksikan aparat pemerintahan, agar tidak menimbulkan rekayasa.
“Tetapi jika penggalian itu untuk dikuburkan kembali, ya tidak ada masalah. Tapi jangan direkayasa,” kata Supiadin, menjawab pertanyaan wartawan usai upacara pemulangan 1.368 pasukan TNI di Pelabuhan Krueng Geukueh, Aceh Utara, Jumat (15/11) silam.
Menanggapi pengakuan Zaini dan Bukhari, yang mengaku yakin bahwa itu adalah kerangka anak mereka, menurut Supiadin, pengakuan tersebut sedikit aneh. “Kok begitu langsung bisa tahu itu jenazah anaknya. Sementara bentuknya sudah tidak karu-karuan," ujarnya.
Namun menanggapi kasus tewasnya dua warga yang diperkirakan pada tahun 2003 itu, Supiadin menyatakan, “Mungkin, ketika dia kembali dari pos itu setelah dipanggil, diculik sama pihak yang tak bertanggungjawab di jalan,” klaimnya.
"Anda tahu kan gimana situasi 2003 pasca-CoHA, di mana keadaan sangat kacau. Tapi setelah itu, dia tak pernah kembali. Kemudian diambil kesimpulan dia dibunuh oleh si pos itu,” lanjutnya.
Namun, menurutnya, bila kedua korban itu dibunuh oleh anggota TNI, sesuai dengan nota kesepahaman RI dan GAM, pelanggaran HAM yang terjadi sebelum MoU semua harus dilupakan dan dihapus. “Kita akan tangani kasus pelanggaran HAM yang serius adalah pasca-MoU,” kilahnya.
"Kita harus pegang teguh itu dong, jangan lah meminta hak segala macam melebihi rakyat. TNI harus pegang GAM harus pegang. Mari kita hidup sama-sama, biar Aceh ini damai.”
Sekedar catatan, di masa pemberlakuan darurat militer, sejumlah organisasi non-pemerintah juga mengajukan keberatan dengan tindakan TNI yang menggali sendiri lokasi kuburan tanpa melibatkan Komnas HAM atau kepolisian.
Bisa Hilangkan Bukti
Komisi Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh menyatakan, penggalian kuburan korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di bekas pos TNI oleh keluarga korban tanpa melibatkan kepolisian dan Komisi Nasional (Komnas) HAM, merupakan tindakan yang keliru. Alasannya, tindakan itu bisa menghilangkan barang bukti dugaan kejatahatan terhadap kemanusiaan di Aceh.
Untuk itu, KontraS Aceh menyatakan, menyesalkan sikap Komnas HAM dan Kepolisian Aceh yang membiarkan terjadinya penggalian kuburan korban konflik oleh keluarga korban dan masyarakat; mendesak Komnas HAM dan Kepolisian Aceh untuk menindaklanjuti temuan lokasi-lokasi kuburan korban konflik di Aceh an melakukan penggalian berdasarkan prosedur hukum; menghimbau kepada keluarga korban dan masyarakat yang menemukan kuburan korban konflik agar segera melaporkan kepada Komnas HAM dan pihak Kepolisian setempat.
Menurut KontraS Aceh, penemuan dan penggalian jenazah korban konflik bukan hanya terjadi di Aceh Utara, tapi juga di Aceh Tamiang, Aceh Besar, dan Pidie. Di Aceh Besar, penggalian dan evakuasi jenazah korban dilakukan oleh Palang Merah Indonesia. Di Aceh Tamiang, penggalian dan evakuasi dilakukan oleh keluarga korban dan masyarakat setempat, demikian juga di Aceh Utara dan Pidie. Umumnya, korban ditemukan sudah menjadi kerangka dan bahkan ada yang ditemukan tidak lengkap.
Di Aceh Utara dan Lhokseumawe, masyarakat mengikutsertakan Tim Aceh Monitoring Mission, Gerakan Aceh Merdeka, TNI (Koramil) dan Polisi (Polsek/Polres) untuk menyaksikan upaya penggalian itu. Jika tidak didampingi tim AMM, masyarakat tidak berani menggali kuburan.
Kendati telah ditemukan sembilan tengkorak korban konflik, Komnas HAM dan Kepolisian Aceh belum mengeluarkan statement dan kebijakan untuk menindaklanjuti temuan warga ini. Entah sampai kapan, Komnas HAM baru tergugah untuk menindaklanjuti temuan yang diduga merupakan tindak kejahatan terhadap kemanusiaan di Aceh. [dzie]
Foto: Armia MA/acehkita.com
0 comments:
Posting Komentar