Sabtu, Januari 03, 2009

No sex, drug and violence

"No sex, no drug, no violence". Kalimat itu saya baca di atas pintu Rumoh Geutanyoe di kawasan Kampong Pineueng Banda Aceh. Sabtu siang, saya datang ke sana untuk mewawancarai beberapa orang yang sedang menjalani terapi untuk menghilangkan kecanduan terhadap narkotika dan obat-obat psikotropika serta zat adiktif.

Saya tiba di sana, dengan sambutan hangat konselor dan mantan pemakai Napza. Begitu menginjakkan kaki di rumah itu, pintu belakang kembali dikunci. Saya diminta masuk melalui pintu belakang rumah. Saya sempat gusar begitu mendengar suara pintu terkunci. Sebab, saat itu saya melihat beberapa pemuda memegang ZAPU. Wah, ini alamat tidak bagus, saya pikir.

Bagaimana nanti kalau ada di antara mereka yang kambuh dan memukul saya. Dengan pikiran yang kacau dan penuh syak wasangka, saya duduk di ruang tamu yang dilengkapi sofa empuk. Pandangan terus saya lemparkan ke seisi rumah. Secepat kilat, jejeran sofa yang ada di ruang keluarga, dipindahkan. Karpet digulung. Tinggallah pemandangan lantai telanjang warns putih. Segera saja, mereka membersihkan lantai keramik itu. Bersih.

Keganjilan pikiran saya ternyata hanya perasaan takut berlebihan. Istilah kerennya Paranoid. Orang-orang sering menyebutnys Parno, bukan porno ya.... Saya juga masih termakan label stereotype di masyarakat terhadap pemakai narkoba.

Padahal, mereka sangat baik. Ngobrol sama bekas pemake mengasyikkan. Banyak ilmu yang bisa saya peroleh dari ngobrol dua jam bersama mereka. ***

0 comments:

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Web Hosting