FAKHRURRADZIE GADE
Video indehoi yang diperankan putra-putri dari Aceh beredar luas di negeri ini. Mereka ada yang dipaksa beradegan, ada pula yang merekamnya dengan sukarela.
“KAMU wartawan ya?” Ibu itu menghardik tak ramah. Belum sempat pertanyaan itu dijawab, perempuan itu malah mulai mengusir reporter acehkita.com yang menyambangi kediaman EF, gadis yang mengalami pelecehan seksual di Lhoknga, Aceh Besar. Ayah korban, MF, juga terlihat syok berat. Namun, dia masih berusaha tegar dan mau berbagi cerita dengan reporter majalah ini. "Maaf ya, beliau (istrinya –red.) sangat tertekan," kata MF.
Keguncangan dalam keluarga ini bermula dari video pelecehan seksual yang beredar di Aceh. Video itu memperlihatkan sepasang remaja terlentang di atas pasir putih. Yang lelaki, sedang menggerayangi tubuh si perempuan yang, maaf, bertelanjang dada. Remaja putri itu adalah buah hati pasangan suami istri ini.
Sesungguhnya, perilaku pasangan remaja yang bukan muhrim itu bukanlah dengan suka rela. Mereka adalah korban dari tangan jahil sekelompok pria yang memergoki remaja ini sedang berpacaran di pantai Krung Brok, Lampu’u, Aceh Besar. Sekelompok pria berjumlah 15 orang yang memergoki mereka itu selanjutnya memaksa mereka berbuah seperti itu. Ancamannya jika menolak akan dihajar.
Nada paksaan dalam pembuatan film dengan kamera telepon selular itu jelas terdengar dalam rekaman. Simak saja misalnya, saat seorang pria dengan menggunakan bahasa Aceh memaksa si remaja lelaki –sekali lagi maaf—meremas payudara pasangannya. “Nye hana peugot lagei bunoe, kupoh (Kalau tidak peragakan kaya tadi, kupukul),” ancam pria itu.
Selain mengancam memukul, para pria bejat ini juga mengancam akan melaporkan tindakan kedua kekasih itu kepada salah satu media cetak di Banda Aceh. Tentu juga diancam lapor kepada kedua orang tua mereka.
Raut wajah gadis ini jelas ketakutan. Di akhir film, si gadis meminta agar tindakan mesum ini tidak dilaporkan kepada orangtua mereka. "Bang, jangan bilang ke orangtua saya, ya," pinta si gadis sambil bangkit dari posisi terlentangnya.
Video itu selesai di situ. Namun, efek yang ditimbulkan terhadap kedua kekasih remaja itu, sangat besar. Menurut MF, anaknya kini tidak bisa lagi hidup normal layaknya gadis remaja seusianya. Warga di kampungnya sudah mengucilkannya. "Kasian anak saya.." kata MF. "Hancur sudah masa depannya.”
Untuk ke sekolah saja, EF terpaksa didampingi sang paman, yang setiap hari mengantar dan menjemputnya. MF mengkhawatirkan anaknya diculik oleh para pelaku yang hingga kini belum tertangkap. Mujur, pihak sekolah tidak menghakimi EF. “Tidak ada yang berbeda. Kami berusaha semaksimal mungkin agar dia bisa belajar dengan nomal dan biasa,” kata AR, kepala sekolah, tempat korban menimba ilmu.
AR menyebutkan, EF bisa mengikuti ujian semester sama sebagaimana murid lainnya. Teman-teman sekolah juga tidak mengucilkannya. Mereka berusaha bersikap tidak pernah terjadi apa-apa. “Kami berusaha mencari jalan keluar yang baik atas kasus ini. Sejumlah teman-temannya bahkan memberi perhatian yang sangat baik dan memberikan dukungan moril yang kuat,” kata dia.
Pihak sekolah tidak pernah berencana mengeluarkan EF dari sekolah. Apalagi, “Harapan orangtuanya agar kami tidak mengeluarkan dia dari sekolah. Kami pun tidak berniat mengeluarkannya,” terang AR.
Namun, EF kadung malu. Setelah berkonsultasi dengan pihak kepolisian dan sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang perempuan, EF memutuskan untuk pindah sekolah. Namun, belum diketahui ke mana EF akan bersekolah nantinya.
Di mata guru dan teman-temannya, EF yang masih duduk di bangku kelas dua itu adalah gadis pendiam dan cenderung tidak periang. “Dia tidak pernah bermasalah di sekolahnya. Di bidang prestasi, ya biasa-biasa saja,” kata AR.
Kasus EF menjadi pelajaran berharga bagi pihak sekolah. Menurut AR, pihaknya kini meningkatkan pengawasan terhaap anak didiknya. “Kita memang tidak bisa mengawasi mereka saat berada di luar jam sekolah, tapi saat dia ada di lingkungan sekolah kita selalu memberi ingatan dan himbauan,” jelasnya.
***
MF tidak habis pikir dengan upaya penegakan syariat Islam dewasa ini di bumi Serambi Mekkah ini. Anaknya hanya menjadi korban penegakan hukum syariat yang salah kaprah. Dia meyakini, sang anak tidak berbuat sejauh yang diperagakan dalam film reka ulang tersebut. "Dia hanya jadi korban," katanya.
MF mengaku pada awalnya tidak melaporkan kejadian itu kepada polisi. Namun setelah kasus itu dijadikan headline di sebuah media cetak di Aceh, MF memberanikan diri melaporkan kejadian tersebut kepada penegak hukum.
Orangtua EF sangat berharap kasus ini bisa diusut tuntas oleh pihak kepolisian. "Saya ingin pelaku yang memperlakukan anak saya seperti ditangkap dan dihukum seberat-beratnya," katanya.
Saat ditanya lebih lanjut soal kejadian ini, MF masih belum mau umbar keterangan. "Maaf, saat ini saya tidak bisa bicara banyak. Anda lihat sendiri kondisi istri saya yang begitu sedih," ujarnya sambil menahan sang isteri yang terus histeris mengusir acehkita.com dari kediaman mereka.
Tak henti-hentinya ibu korban mengeluarkan kata-kata makian, menumpahkan kekesalan terhadap pelaku bejat itu. "Kasian anak saya, dia sudah tidak punya masa depan lagi. Dia hanya jadi korban, anak saya tidak berbuat sejauh itu," kata MF. Matanya berkaca-kaca.
Saat hendak meninggalkan rumah MF, acehkita.com sempat berpas-pasan dengan EF. Gadis berusia 15 tahun ini langsung masuk ke dalam rumah yang sebagian masih berlantai tanah itu. "Itu anak saya yang jadi korban, dan dia tidak berbuat sejauh itu," tambah sang ayah.
Kehadiran EF di luar rumah membuat sang ibu kembali histeris. "Kenapa kamu keluar rumah?" bentak si ibu, yang masih saja tidak bisa menahan emosi.
Pihak kepolisian berjanji akan menuntaskan kasus memalukan di tengah upaya penegakan syariat Islam ini. Pada Jumat (6/7) lalu, polisi berhasil menangkap ISN, warga Keude Bieng, Kecamatan Lhoknga, yang menjadi salah seorang dari 13 “sutradara” video syur Lhoknga.
Polisi memperoleh identitas pelaku dari korban yang melaporkan kejadian itu kepada aparat kepolisian. Dari informasi awal itu, polisi kemudian menelusuri dan mengumpulkan informasi tentang komplotan pelaku. “Kita memperoleh tiga nama, salah satunya ISN ini,” kata Kapoltabes Komisaris Besar Zulkarnain Adinegara saat dihubungi acehkita.com.
Zulkarnain mengaku, polisi kesulitan dalam menangkap para pelaku yang telah melarikan diri. ISN sendiri sempat bersembunyi di Sabang. “Kelompok mereka sering meresahkan warga, makanya warga melaporkan ke polisi,” kata Zulkarnain. “Yang lain pada lari. Hingga sekarang kita belum mengetahui di mana mereka.”
Kapoltabes meminta mereka menyerahkan diri kepada aparat kepolisian. Sebab, polisi akan terus menguber mereka. ”Kalau lari terus, mereka serba tidak nyaman. Nanti ketangkap juga,” ujarnya.
Kendati sudah ditangkap polisi, ISN membantah terlibat dalam kasus pemaksaan sepasang kekasih berbuat mesum itu. Namun, berdasarkan informasi yang dikumpulkan polisi dari masyarakat dan korban, ISN termasuk salah seorang ”sutradara” film syur Lhoknga. ”Korban dan masyarakat menunjuk dia (pelakunya). Bahkan, dia yang membawa korban (setelah dipaksa mengulang adegan mesum) ke kepala desa di Lhoknga,” kata Zulkarnain.
Seorang warga Lhoknga, sebut saja namanya Muhammad, mengatakan, kejadian pemaksaan reka ulang itu terjadi sekitar empat bulan silam. Namun, video itu baru menyebar pada pertengahan Mei lalu. Lokasi "syuting" video yang bisa dikatagorikan pada kasus pelecehan seksual itu terjadi di krueng brok , sebuah lokasi wisata pantai dekat kuburan massal Lampu-uk.
Dia menyebutkan, sebenarnya kasus main hakim sendiri terhadap muda-mudi pelanggar syariat Islam sudah terjadi berulangkali di lokasi itu. Namun, baru kali ini modusnya dengan memaksa pengulangan adegan dan merekamnya. Sebelumnya, kata Muhammad, kekasih yang kepergok sedang memadu asmara dihukum. "Pernah dipukul sampai babak belur," kata Muhammad. "Ada juga yang disuruh berenang di kreung brok itu, sampai kapok," dia melanjutkan.
Kendati mengetahui lika-liku setiap kejadian main hakim sendiri itu, Muhammad mengaku tidak mengetahui siapa pelakunya. "Saya tidak tahu pasti. Tapi yang jelas, mereka memang sering mencari muda-mudi yang sedang pacaran," terangnya. "Biasanya kalau kedapatan, akan mereka hukum sendiri."
Muhammad sendiri sangat menyayangkan sikap main hakim sendiri para pemuda kampung tersebut. Seharusnya, kata dia, para muda-mudi yang diduga telah melakukan perbuatan mesum diserahkan kepada tetua kampung untuk diambil tindakan. "Atau, panggil orangtua mereka, suruh para orangtua yang menghukum," sebut pria ini. "Ini jelas-jelas memalukan."
Banyak pihak mengutuk kasus video pelecehan seksual itu. "Ini tindakan biadab. Kalau memang mereka bersalah, ya serahkan saja kepada pihak berwajib,” katanya. [a]
Laporan: Dara
Published on: ACEHKINI, August 2007