Laporan: Fakhrurradzie - Jakarta
Aceh Interaktif - Jakarta. Pertemuan masyarakat sipil Aceh dengan Gerakan Aceh Merdeka di Lidingo, Stockholm, Swedia, pada 9-10 Juli kemarin, menghasilkan sejumlah rekomendasi bagi masa depan Aceh. Dalam pertemuan yang difasilitasi The Olof Palme Internasional Center itu, GAM meminta pemerintah Indonesia memberikan kesempatan kepada rakyat Aceh untuk menentukan nasib mereka sendiri dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Baik GAM dan masyarakat sipil di Aceh, percaya bahwa hanya ada satu cara yang komprehensif dan berkelanjutan untuk menciptakan damai, yaitu melalui jalur perundingan, yang memberi kesempatan kepada rakyat Aceh untuk menentukan hak mereka sendiri, dalam konteks negara Republik Indonesia,” kata Jurubicara GAM Swedia, Bakhtiar Abdullah, dalam siaran pers, kemarin.
Secara garis besar, pertemuan itu menghasilkan tiga rekomendasi utama, yaitu untuk Aceh pascatsunami, proses perdamaian, dan peranan masyarakat sipil dalam menentukan Aceh ke depan.
Dalam poin proses perdamaian Aceh, pertemuan itu mendesak perundingan Helsinki bisa mewujudkan kehidupan yang damai, demokratis, dan tegaknya HAM. “Selama di Aceh berlangsung konflik, hal ini tidak akan terwujud. Karenanya, masyarakat sipil mengharapkan dialog Helsinki harus dapat menghasilkan kesepakatan penghentikan konflik,” tulis masyarakat sipil dalam rilis.
Untuk menyelesaikan konflik menahun ini, masyarakat sipil memandang perlunya pelibatan pihak asing. Mereka memandang, pelibatan masyarakat internasional merupakan suatu hal yang lazim terjadi di beberapa negara yang sedang berlangsungnya konflik bersenjata. Mereka kemudian mencontohkan keterlibatan internasional dalam menyelesaikan konflik bersenjata di Srilanka, Irlandia Utara, Kosovo, dan Darfur Sudan. Karenanya, mereka apresiasi kepada Uni Eropa dan ASEAN yang telah mengirimkan delegasinya ke Aceh.
Di pihak lain, masih dalam poin proses perdamaian, masyarakat juga mendukung self government yang diusung GAM, selain menyesalkan sikap gubernur Lemhanas dan politisi Senayan yang menolak perundingan Helsinki.
Selain itu, pertemuan yang dihadiri puluhan masyarakat sipil Aceh itu, juga mendesak pemerintah Indonesia untuk melakukan gencatan senjata
Pertemuan itu juga meminta para pihak yang bertikai untuk memberikan rasa aman, damai dan jauh dari berbagai tindak kekerasan untuk memulihkan kembali semangat rakyat Aceh dari keterpurukan akibat musibah tsunami yang melanda provinsi paling barat Sumatera itu. Karena itu, gencata senjata untuk mendukung dialog dan proses recovery Aceh perlu segera dilakukan RI dan GAM. “Ini untuk memberikan ruang yang maksimal kepada masyarakat baik lokal maupun internasional untuk berpartisipasi penuh dalam proses membangun kembali Aceh pascatsunami,” lanjut rilis itu.
Masyarakat Sipil Aceh juga menuntut penegakan HAM, demokrasi, dan perdamaian di Aceh. Mereka juga sepakat untuk membangun konsolidasi dan partisipasi masyarakat dalam rangka mendorong proses perdamaian dan rekonstruksi. “Mendorong partisipasi perempuan Aceh untuk terlibat dalam proses perdamaian dan rekonstruksi Aceh,” di akhir rekomendasi.
Hari ini, pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka melanjutkan perundingan putaran kelima di Vantaa, Helsinki. Menurut Crisis Management Initiative (CMI) yang memfasilitasi perundingan, pihaknya kini tengah menyiapkan draf kesepakatan yang merupakan dokumen awal perjanjian damai. Draf tersebut dirumuskan berdasarkan poin-poin yang telah dicapai sebagai “kesepahaman bersama” selama berlangsungnya empat putaran perundingan.
“Masing-masing pihak akan mendiskusikan draf kesepakatan ini selama putaran kelima ini,” kata Ketua CMI, Martti Ahtisaari yang juga mantan presiden Finlandia itu. [aceh interaktif]
0 comments:
Posting Komentar