Reporter: Odeysa – Banda Aceh, 2004-04-08 11:43:45
Ace Hendarmin mengatakan bahwa di LP yang dipimpinannya, ada sebanyak 156 narapidana yang bisa mengikuti prosesi pemungutan suara. Namun, ada sebanyak 35 narapidana, yang kehilangan hak suaranya.
Lantas, kenapa hak suara mereka bisa hilang?
Penyebabnya tak lain karena yang bersangkutan sedang menjalani hukuman penjara lima tahun. Padahal, berdasarkan UU Pemilu No. 12 tahun 2003, Pasal 14 ayat 2(b) menyebutkan, pemilih adalah mereka yang “Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan tetap.”
Rupanya, sang Kepala LP Keudah, masih menggunakan perangkat undang-undang lama. Artinya, Ace Hendarmin masih berpatokan pada UU Pemilu No. 29 tahun 1999. Bayangkan!
Dalam UU No. 29 tahun 1999, Pasal 29 ayat 2 (b), pemilih adalah mereka yang sedang tidak terkena hukuman menjara lima tahun. Lihat saja bunyi Pasal 29 ayat 2 (b) berikut ini: “Tidak sedang menjalani pidana penjara atau pidana kurungan, berdasarkan keputusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, karena tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.”
Akibat masih digunakannya perangkat perundang-undangan yang sudah kadaluarsa ini, kontan saja membuat Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Aceh, mencak-mencak. Betapa tidak, Panwaslu menilai kasus yang memalukan ini, telah menyebabkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.
“Apa dasarnya melarang-larang, itu kan melanggar hak asasi manusia. Saya sangat menyayangkan hal itu terjadi,” kata Zuhri, salah seorang anggota Panwaslu.
Bahkan, Zuhri balik bertanya, “Tidak benar itu. Peraturan yang mana? Siapa saja boleh memilih,” kata Zuhri. Atas adanya kasus ini, Zuhri berjanji akan melakukan penyelidikan. Jika itu benar, kata Zuhri, Kepala LP Keudah bisa dipidanakan, karena telah melanggar undang-undang.
Zuhri juga menyatakan, pihaknya akan melayangkan surat teguran kepada Kepala LP Keudah atas tindakannya yang telah menyebabkan beberapa penghuni LP peninggalan Belanda itu, kehilangan hak suaranya. Atas keputusan kontrovesial itu, Zuhri menyatakan, tindakan dan keputusan yang diambil Ace Hendarmin bisa menyebabkan Kepala LP itu dipidanakan. “Kita bisa mempidanakan dia,” sebut Zuhri, berang.
Zuhri menyatakan, sikap yang diambil Ace Hendarmin adalah sikap seorang yang tidak mengerti peraturan. “Itu tidak tahu peraturan namanya,” kata Zuhri dengan nada tinggi.
Tidak hanya Kepala LP Keudah. Seorang wartawan di Banda Aceh, dimarahi koordinator liputannya, akibat pemberitaan kasus ini. Karena, korlip-nya itu, mengira sang reporter tidak mengerti aturan hukum. “Aku sempat dimarahi koordinatorku,” kata reporter ini, tidak mau disebutkan namanya.
Bahkan, kata reporter itu, dirinya pernah diperolok temannya yang baru saja melakukan liputan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang, Jakarta. Di LP Cipinang, kata reporter itu, temannya baru saja menyaksikan Ismuhadi, tersangka peledakan bom di Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang dijatuhi hukuman seumur hidup, bisa melakukan pemungutan suara di TPS yang ada di LP tersebut.
“Aku sampai berdebat sama dia,” aku reporter itu.
Ah, ada-ada saja kejadian ganjil di Aceh. Tapi, bisa jadi para napi itu juga tidak bergairah melakukan pencoblosan karena alasan-alasan politik atau ideologi. Tapi, itu soal lain. Yang jelas, seorang Kepala LP yang “buta” undang-undang, adalah persoalan serius. [A]
0 comments:
Posting Komentar