Sabtu, Maret 26, 2005

Apa Kabar Ibrahim Tiba

Reporter: Odeysa - Banda Aceh, 2004-05-25 03:20:19

Seorang wanita muda berjalan tergopoh-gopoh di bawah terik sinar matahari. Wajahnya yang kelelahan merona merah terbakar sang surya. Kerudung hitamnya seakan tak kuasa menahan terik yang amat sangat siang itu. Baju hitam dan rok biru yang dikenakannya melambai-lambai mengikuti gerak tubuhnya yang nyaris setengah berlari. Hari itu, Senin, 24 Mei 2004.

Begitu tiba di rumahnya, sinar lelah segera lenyap dari wajah. Adalah sapaan sang buah hati yang membuatnya tersenyum.

Yanti Sofyan, nama wanita itu, baru pulang dari Markas Kepolisian Daerah (Mapolda) Aceh.

"Saya baru pulang mengantar nasi kepada Papa," katanya kepada acehkita yang sudah menunggu sekitar tiga jam.

Papa yang dimaksud Yanti adalah Sofyan Ibrahim Tiba, Ketua Juru Runding Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang duduk di Joint Security Committee (JSC). JSC adalah sebuah badan yang dibentuk oleh Pemerintah Indonesia dan GAM setelah tercapai kesepakatan damai di Jenewa bulan Desember 2002. Pembicaraan kedua belah pihak yang sedang bertikai itu difasilitasi oleh Hendry Dunant Center (HDC), sebuah lembaga internasional yang bermarkas di Swiss.

Selain Sofyan Ibrahim Tiba, empat orang lain yang tergabung dalam tim juru runding GAM adalah Tgk Muhammad Usman Lampoh Awe, Tgk. Nashiruddin bin Ahmad, Tgk Amni bin Ahmad Marzuki dan T Kamaruzzaman.

"Maaf ya dik, sudah lama menunggu. Soalnya, sehabis dari Polda saya ke kantor pengacara," kata Yanti ramah.

"Saya mau buat surat permohonan kepada Menteri Kehakiman dan HAM, supaya Papa dan juru runding lainnya tidak dipindahkan ke luar Aceh," sambungnya.

Yanti Sofyan pantas gusar. Pasalnya, belakangan merebak kabar kelima juru runding GAM akan segera dipindahkan ke Pulau Jawa. Kabar ini merebak menyusul pemindahan Ketua Presidium Sentral Informasi Referendum Aceh (SIRA) Muhammad Nazar ke Malang, Jawa Timur, Senin pekan sebelumnya. Nazar dipindahkah bersama 170 tahanan lain. Pemindahan mereka dilakukan mendadak tanpa pemberitahuan sebelumnya kepada keluarga.

Surat permohonan yang sedang disiapkan Yanti bukan hanya untuk Sofyan Ibrahim Tiba seorang. Tapi, katanya, juga untuk semua juru runding GAM yang saat ini sedang berada dalam sel tahanan Polda Aceh.

"Saya buat ini atas nama semua juru runding GAM," sebut wanita berkacamata minus ini.

"Beberapa hari lalu saya ketemu keluarga Tgk. Muhammad Usman Lampoh Awe, mereka juga meminta supaya tidak dipindahkan," terang Yanti.

Menurut Yanti yang sering menjadi "juru bicara" keluarga, permohonan ini dilakukan atas dasar kemanusiaan.

"Kan Papa dan beberapa juru runding lainnya sudah tua. Apalagi Papa sering sakit-sakitan," kata Yanti, penuh harap.

*****
Dari mana Yanti mendengar kabar ayahnya akan dipindahkan ke Pulau Jawa? "Dengar isu aja. Polda tidak ngasih kabar apa-apa," kata Yanti rendah.

Menurut selentingan kabar yang sampai ke telinga Yanti, prosedur pemindahan kelima juru runding itu akan sama persis dengan prosedur pemindahan Nazar.

"Saya dengar dari orang di Polda, prosedurnya seperti pemindahan Nazar," Yanti menghela napas.

"Kalau memang mau dipindahkan, kenapa ya tidak dibilang-bilang sama keluarga. Kan kita bisa siap-siap," lanjut Yanti. Matanya menerawang. Seorang anaknya sedang bermain di ruang tamu.

Tidak ada alasan yang cukup kuat untuk memindahkan kelima orang itu. Apalagi, dalam suatu kesempatan Polda Aceh dan PDMD Aceh menyatakan, akan memindahkan tahanan GAM yang dikenakan hukuman di atas tiga tahun penjara. Namun peraturan ini, sebut dua institusi keamanan itu, tidak berlaku bagi mereka yang sedang mengajukan banding atau kasasi. Nah, saat ini kelima juru runding GAM sedang mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung RI.

"Dulu kan Pak Bahrum (Kapolda Aceh, red) bilang seperti itu. Tapi setelah melihat kasus Bang Nazar, kami jadi cemas," ujarnya.

"Kak Dewi (Isteri Muhammad Nazar, red), tahu ketika mau beli nasi guri. Dia lihat banyak orang di LP, dia langsung hubungi pengacara," kata Yanti menceritakan betapa kagetnya keluarga Nazar begitu tahu Nazar dipindahkan ke Pulau Jawa.

****
Lantas, bagaimana keadaan Sofyan Tiba yang saat ini masih berada dalam sel tahanan Polda Aceh?

Yanti yang membagi waktu berkunjung dengan Mamanya, mengatakan, kondisi ayahnya tidak terlalu riskan. Tapi, katanya, saat ini sang ayah sedang menderita penyakit kulit. Kata Yanti, ini karena sang ayah jarang terkena sinar matahari.

"Ada sih sedikit penyakit kulit. Juga, saya lihat telinganya bengkak. Entah kenapa," ceritanya.

"Yang sedih, kondisi Tgk. Nashiruddin. Dia kelihatan pucat, karena tidak pernah kena matahari," sambungnya.

Sofyan Ibrahim Tiba memang tengah menderita komplikasi penyakit jantung, diabetes, hipertensi dan kolesterol. Menurut Yanti, sang ayah tidak bisa mengkonsumsi makanan yang berminyak.

"Papa tidak bisa memakan makanan yang dikasih di sel. Kadang Papa muntah-muntah, akibat makanan yang tidak cocok," kata Yanti.

Beberapa hari lalu, penyakit yang diderita Tiba kambuh. Pihak Polda, kata Yanti, memberikan pengobatan cuma-cuma.

"Dokternya dari Polda," sebut wanita yang saat ini tengah mengandung anak kedua. Usia kandungan Yanti, sekarang memasuki usia lima bulan.

Keluarga para juru runding GAM ini diberi kesempatan memebsuk hari Senin sampai Jum’at, sejak pukul 09.00 WIB sampai 11.00 WIB. Di hari Sabtu dan Minggu sama sekali tak ada kesempatan menjenguk.

Menurut Yanti, keluarganya menjenguk sang ayah dua hari sekali.

"Pagi saya yang datang. Kalau sore, ibu untuk ngantar makanan," ujar Yanti. "Tapi, kalau adik saya yang laki-laki, mereka tidak berani pergi, karena ditanyai macam-macam," lanjutnya.

****
Sofyan Ibrahim Tiba dilahirkan di Bireuen 17 Juli 1947. Tiba muda mengawali karirnya sebagai wartawan KAPPI di Aceh pada tahun 1967. Dunia kewartawanan ditinggalkan Tiba, setelah dia bergelut dengan politik praktis dan menjadi anggota Parmusi. Selanjutnya, Tiba berkiprah di Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Aceh setelah pemerintah melakukan fusi partai tahun 1973.

Pasca kejatuhan Soeharto, Tiba bergabung dengan Partai Amanat Nasional (PAN). Saat itu partai yang dilahirkan Amien Rais ini mendukung bentuk negara federasi. Di PAN, Tiba duduk sebagai wakil ketua. Sebelumnya, Tiba adalah salah seorang dosen Hukum Tata Negara di Universitas Muhammadiyah Banda Aceh.

Tahun 2000, Tiba memutuskan menerima "pinangan" GAM untuk duduk sebagai salah seorang wakil kelompok yang ingin memerdekakan Aceh dari Indonesia itu di Komite Bersama Modalitas Keamanan (KBMK). KBMK lahir setelah tercapai kata sepakat antara RI dan GAM untuk melakukan gencatan senjata untuk kemanusiaan, dikenal dengan istilah Jeda Kemanusiaan, setelah penandatanganan Joint of Understanding (JoU).

"Saya ini bukan GAM ya. Saya ini kebetulan simpati dengan perjuangan GAM. Dan beberapa pikiran saya cocok dengan mereka. Ibaratnya, saya ini adalah pemain bola kontrakan. Jadi sedang dikontrak negara lain," kata Tiba, seperti dikutip detik.com, 6 Mei 2003.

Ketika JoU berhenti di tengah jalan, Tiba dan beberapa juru runding lainnya, pada 3 Agustus 2001 ditangkap aparat keamanan. Dia dikenakan pasal “karet” menghasut dan menyebarkan rasa permusuhan terhadap pemerintahan yang sah. Tidak berapa lama, Tiba dan lima kawan-kawannya dibebaskan setelah ada kata sepakat untuk kembali ke meja perundingan yang akhirnya melahirkan wadah Damai Melalui Dialog (DMD).

Pada 9 Desember 2002, kedua pihak yang bertikai sepakat untuk menandatangani Cessation of Hostilities Agreement (CoHA) atau persetujuan untuk menghentikan permusuhan. Di CoHA ini, Tiba duduk sebagai senior envoy di Joint Security Committee (JSC) mewakili GAM.

Jum’at, 9 Mei 2003, Tiba dan lima juru runding GAM lainnya, ditangkap oleh polisi dari Polda Aceh, di Bandara Iskandar Muda, Banda Aceh. Ini terjadi beberapa hari menjelang kegagalan pembicaraan di Tokyo antara Indonesia dan GAM. Penangkapan terakhir ini menyebabkan Tiba harus menerima 15 tahun penjara. Sementara Tgk. Muhammad Usman Lampoh Awe, diganjar hukuman 13 tahun. Tgk Amni bin Ahmad Marzuki, dijatahi kurungan 12 tahun penjara. Sementara Tgk. Nashiruddin bin Ahmad dan T Kamaruzzaman juga dijatuhi hukuman 12 tahun penjara.

****
"Bagaimana kalau jadi dipindahkan?" tanya acehkita lagi pada Yanti Tiba.

"Saya pasrah saja," jawabnya sambil menambahkan dia hanya ingin mengetuk pintu hari para pejabat yang mempunyai kekuasaan.

"Kalau bisa, jangan dipindahkan ke Jawa," harapnya.

Namun begitu, Yanti tetap mencoba berjiwa besar. "Kalau pun dipindahkan juga, janganlah seperti pemindahan Bang Nazar," sambungnya.

Pihak keluarga, kata Yanti, sangat sedih bila Tiba dan juru runding lainnya diasingkan ke Pulau Jawa. Pasalnya, "Penyakit beliau itu sangat parah. Apalagi kami dengar Papa akan dipindahkan ke Nusa Kumbangan. Apa ada apotik di sana?" Yanti setengah bertanya.[A]

0 comments:

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Web Hosting