Reporter: Indy - Banda Aceh, 2004-08-06 11:02:36
Hari Kamis (22/7) siang, Azhari lagi sibuk-sibuknya melayani pelanggan. Namun, penjual koran dan majalah ini tak menduga kalau siang itu bakal ada penggusuran.
Pasalnya, sejak pagi hari, pihak Musyawarah Pimpinan Kecamatan (Muspika) Kecamatan Kuta Alam yang dipimpin Camat Muzakkir Tulot mengadakan pembersihan dan penertiban kota. Muzakkir yang diback-up aparat bersenjata dari Koramil 013 dan Polsek Kuta Alam, sedang melakukan penggusuran kios-kios yang selama ini mangkal di atas trotoar Jalan Teungku Daud Beureueh dan Teuku Nyak Arif.
Banyak kios yang terjaring dalam penggusuran itu. Maklum, pedagang kios ini memang tersebar dari Bundaran Simpang Lima hingga ke Bundaran Simpang Mesra. Umumnya, selain menjual rokok dan kebutuhan lainnya, pemilik kios juga menjajakan buah-buahan segar, koran dan majalah.
Di hari penggusuran itu, Azhari disuruh memindahkan kios miliknya yang berukuran 1,5x4 meter ke belakang bangunan pertokoan. Tak hanya itu, Camat Muzakir juga menyita Kartu Tanda Penduduk (KTP) sang pemilik sebagai jaminan.
Menurut Muzakir, pengambilan KTP ini dimaksudkan agar pemilik kios mau datang ke kantornya. Di kantornya yang terletak di dekat Mapolreta Banda Aceh, Muzakkir akan memberikan nasihat kepada pemilik kios.
"Nanti ketika dia ambil KTP, baru kita kasih nasihat dan arahan untuk tidak jualan lagi di sepanjang jalan itu," kata Muzakkir Tulot kepada acehkita di kantornya Rabu pekan silam.
Kepada acehkita, Muzakkir juga memperlihatkan tumpukan KTP merah-putih yang disita sebagai jaminan itu. Sedikitnya ada 20 lembar KTP merah-putih dan dua lembar KTP berwarna kuning, milik warga Simeulue, Sinabang.
Di kantor kecamatan itu pula, Muzakkir mewajibkan pemilik kios untuk menandatangani perjanjian tidak akan berjualan lagi di sepanjang Teungku Daud Buereueh. Salah satu dari empat butir perjanjian itu berbunyi; "Saya menyatakan tidak akan menganggu keamanan dan ketertiban serta kenyamanan Kota Banda Aceh".
Ketika acehkita menanyakan apakah berjualan di trotoar mengganggu keamanan. Camat Muzakkir mengatakan, "Ya! Itu sangat mengganggu keamanan dan kenyamanan orang-orang. Merusak keindahan itu kan juga mengganggu keamanan," katanya, ketus.
Muzakkir yang dikenal sangat "tegas" terhadap warganya, secara gamblang menyatakan, penertiban yang dilakukan pihaknya itu untuk memperindah kota dalam rangka menyambut pelaksanaan Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) IV yang direncanakan dibuka oleh Presiden Megawati pada 9 Agustus 2004 mendatang.
Namun, rencana pembukaan PKA pada 9 Agustus ini, diundurkan karena Presiden Megawati dikabarkan sangat sibuk menjelang perayaan Proklamasi 17 Agustus. Belum ada kabar yang jelas sampai kapan pengunduran ini.
"Lantas, bukankah dengan menggusur ini malah akan menciptakan pengangguran?" tanya acehkita.
"Penegakan hukum sangat penting. Kebersihan dan keindahan kota merupakan kebutuhan bersama," katanya, memberi alasan. Dia tidak menyinggung-nyinggung tentang bagaimana solusi mengatasi pengangguran.
Herannya lagi, Muzakir juga membantah fenomena banyaknya pedagang kaki lima yang membuka usaha di Banda Aceh akibat konflik yang berkepanjangan. "Jangan kambing hitamkan konflik. Tidak ada istilah konflik dalam penegakan hukum. Saya menduga yang datang ke Banda Aceh ini ada yang terkait GAM," duganya.
***
Di suatu malam. Menjelang tengah malam. Azhari dan seorang pemilik kios yang terkena gusur, sebut saja namanya Ahmad, asyik terlibat obrolan di kios milik Azhari. Tema pembicaraan kedua korban penggusuran ini, masih seputar nasib naas yang menimpa diri mereka beberapa hari lalu.
"Saya tidak habis pikir kok teganya dia menggusur rakyat kecil," kata Azhari.
"Itu hanya upaya cari muka aja," kata Ahmad mengomentari sikap Camat Kuta Alam yang menggusur mereka itu.
Bagaimana nasib Azhar pasca-penggusuran?
Warga Pidie yang sudah lima tahun menjadi loper koran di Jambo Tape ini, mengaku penjualannya menurun drastis. Pasalnya, dia sangat menggantungkan dagangannya pada koran dan majalah yang dijualnya. Di kios itu, selain menjual rokok dan makanan ringan, dia menjadi agen belasan surat kabar, tabloid dan majalah terbitan nasional. Sebut saja beberapa media nasional yang diperdagangkannya seperti Tempo, Matra, Gatra, CosmoGirls, Kartini, Trust, Kompas, Media Indonesia, Koran Tempo, Republika, Nikita, Senior, Bola, GO dan beberapa lainnya.
Praktis, pasca-penggusuran ini, harian Serambi Indonesia yang terbit pagi di Banda Aceh, tidak lagi dijualnya. Padahal, pelanggannya yang membutuhkan harian satu-satunya di Aceh itu, sangat banyak.
"Kalau pagi, saya tidak jualan lagi. Serambi saya tidak ambil lagi," katanya. Walaupun perintah camat untuk tidak berjualan sebelum pukul 17.00 WIB, Azhari tidak mempedulikannya. Dia tetap saja menggelar dagangannya usai zuhur.
Lantas, berapa omzet Azhari yang hilang akibat penggusuran ini?
"Kalau dulu tiap hari saya bisa laku antara Rp 1 juta hingga Rp 1,5 juta, sekarang paling Rp 500 ribu sampai Rp 700 ribu saja," kata Azhari, lemas.
Bagaimana dengan Ahmad?
Lelaki tamatan Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry ini mengaku tidak lagi berjualan. Apalagi, permintaannya untuk tetap menggelar dagangannya di tempat yang selama ini ditempatinya itu tidak diizinkan sang camat.
Ahmad bercerita, ketika ia datang ke kantor kecamatan untuk mengambil KTP, sang camat tetap pada pendiriannya untuk tidak memberi izin jualan bagi Ahmad. Aku Ahmad, ia sampai meneteskan air mata ketika meminta izin pada sang camat.
Padahal, "Seumur-umur, saya belum pernah meneteskan air mata. Tapi di depan Pak Camat saya menangis minta diberikan izin," kenang lelaki asal Aceh Barat ini, yang membiayai dua adiknya yang sedang sekolah. [A]
0 comments:
Posting Komentar