Senin, Maret 07, 2005

WAWANCARA
William Liddle: "GAM Bisa Memerintah di Aceh…"

Reporter : Radzie, 2004-07-05 00:29:32

Prof. R. William Liddle bukan sosok asing di Indonesia. Pria asal Amerika Serikat ini, termasuk orang yang sangat dekat dengan Indonesia dan penduduknya.

Bill, begitu dia biasa disapa, pernah menetap di Serambi Mekkah selama dua tahun antara 1985 hingga 1987. Saat itu dia menjadi peneliti di Pusat Latihan Penelitian dan Ilmu-ilmu Sosial (PLPIIS), Universitas Syiah Kuala. Di lembaga yang didirikan Yayasan Ilmu-ilmu Sosial Jakarta yang dipimpin Selo Sumarjan ini, setiap tahunnya membimbing 12 sosiolog dan antropolog muda yang berasal dari seluruh Indonesia.

Di Banda Aceh, Bill tinggal di Geuceu Kompleks. Seorang anaknya lahir di sini. Namanya Caitlin dan sering disapa Cut Ca. Bill sekeluarga sangat menyukai masakan Aceh, khususnya gulee pliek. Ia sempat membuat resep dan membawa ke Amerika. "Tapi rasanya tidak sama," katanya.

Lalu, bagaimana komentarnya tentang Aceh dan gerakan separatisme? Untuk meredam dan menyelesaikan konflik yang menahun di Tanah Rencong, Bill menyarankan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) mengubah orientasi perjuangan, dari kekuatan senjata ke diplomasi.

Bahkan, dia melihat sudah saatnya GAM mengakui kedaulatan Indonesia. "GAM bisa memerintah di Aceh nanti kalau mereka bersedia menerima kedaulatan RI," kata Bill kepada acehkita dalam wawancara khusus, (Rabu 30/6). Berikut petikannya:

Bagaimana Anda melihat pemilu legislatif di Indonesia?
Berhasil sebagai proses. Pada tahun 1950-an, masa demokrasi pertama, Indonesia hanya mengadakan pemilu satu kali. Tetapi kini, dalam masa demokrasi kedua, pemilu sudah diadakan dua kali. Dari segi substansi, masyarakat sudah bicara dengan jelas. Mereka tidak senang dengan partai lama, khususnya PDIP, dan sedang mencari partai dan sosok baru.

Anda pernah memprediksi PDIP akan keluar sebagai pemenang. Namun nyatanya Golkar yang menang. Fenomena apa ini?
Tahun lalu sepertinya tidak ada partai yang bisa menandingi PDIP, menurut jajak pendapat yang saya lihat pada waktu itu. Saya tidak melihat Pemilu 2004 sebagai kemenangan Golkar. Golkar bertahan saja, dengan persentase suara yg sama dengan Pemilu 1999. Jadi Golkar tidak mendapat kepercayaan lagi. Yang terjadi adalah bahwa PDIP hilang kepercayaan.

Atau ini memang sikap masyarakat yang gampang lupa, bahkan rindu kondisi masa lalu di saat Golkar berkuasa?
Masyarakat memang rindu pertumbuhan ekonomi yang 6 persen ke atas setiap tahun, dan juga keamanan pribadi yang lebih terjamin. Dua hal itu mereka dapat dari Orde Baru. Tetapi kerinduan mereka tidak berarti bahwa mereka ingin supaya Orde Baru kembali. Mereka tetap pro-demokrasi, pro-reformasi. Atau setidaknya begitulah kesan saya.

Menurut Anda, kenapa suara PDIP bisa merosot di bawah Golkar? Sebab
Megawati dianggap gagal sebagai pemimpin.

Bagaimana Anda melihat pemilu di Aceh yang diselenggarakan di bawah status Darurat Militer? Apakah Anda melihat ada yang janggal?
Sulit sekali mengikuti perkembangan di Aceh dari luar, sebab daerah itu dikuasai oleh tentara dan ditutup kepada orang luar. Pada prinsipnya, saya tidak percaya bahwa pemilu yang demokratis bisa diadakan di daerah yang sedang berperang.

Di antara lima calon presiden, menurut Anda siapa yang lebih berpeluang untuk melaju ke babak kedua?
Dari hasil survei mutakhir, nampaknya SBY dan Mega yang punya kans paling besar.

Lalu, Amien Rais dan Hamzah Haz bagaimana?
Amien Rais masih bisa berharap menjadi nomor dua. Kalau Hamzah Haz, dukungannya terlalu sedikit.

Antara SBY dan Wiranto yang sama-sama militer, siapa yang lebih unggul dan berpeluang untuk memenangkan pertarungan?
Saya melihat SBY punya kans yang lebih besar dibanding Wiranto.

Kenapa peluang SBY lebih besar ketimbang Wiranto?
Memang hal ini merupakan sebuah misteri. Keduanya adalah orang yang pintar, capable, dan mengerti dunia politik. Tetapi saya mendapat kesan bahwa Wiranto dianggap oleh pemilih sebagai figur lama, yang hilang dari perhatian masyarakat setelah dia dipecat oleh Gus Dur. Sementara SBY memainkan peranan yang cukup sentral dalam pemerintahan Megawati, dan sempat mengambil beberapa keputusan penting.

SBY dan Wiranto disebut-sebut terlibat dalam beberapa kasus pelanggaran HAM berat. Seperti kasus Semanggi, Trisakti dan Timor Timor untuk Wiranto. Lalu SBY tersandung kasus 27 Juli 1996. Bagaimana peluang mereka?
Kesan saya adalah bahwa masyarakat lebih mempersoalkan rekor Wiranto ketimbang SBY. Memang Wiranto lebih menonjol dulu sebagai Panglima ABRI/TNI, Menteri Pertahanan, dan Menko Polkam pada masa-masa krisis. SBY kan bukan orang penting pada waktu itu. Coba dilihat, dalam iklan kampanye Wiranto, SBY ada di belakang, seakan-akan sedang tunduk kepada perintah panglimanya.

Lalu, apa sebenarnya yang harus dilakukan presiden terpilih untuk menyelesaikan kasus Aceh yang menahun ini?
Pertama, pemerintah harus tegas, supaya gam mengerti bahwa kemerdekaan tidak merupakan pilihan. Kedua, pemerintah harus fleksibel dan bersedia menerima gam sebagai kontestan politik pada pemilu berikut sebagai kekuatan demokratis biasa.

SBY mengatakan akan me-review ulang dialog dengan GAM, jika terpilih. Padalah dulu ia sangat ngotot menghentikan dialog. Bagaimana menurut Anda?
Di dalam politik, semua mungkin, termasuk dialog antara SBY dan GAM.

Ataukah ini hanya kiat SBY dan tim suksesnya untuk meraih suara dari masyarakat Aceh?
Saya tidak tahu tentang itu. Maaf.

Apakah ini bisa juga dikatakan bahwa dukungan internasional terhadap gam memang tidak ada?
Memang tidak ada. Saya melihat begitu.

Apa indikasi GAM tidak mendapat dukungan dari luar negeri?
Maksud saya adalah bahwa saya yakin GAM tidak mendapat dukungan dari pemerintah Amerika atau negara-negara lain di Barat, yang semuanya ingin supaya Indonesia tetap utuh.

Untuk menyelesaikan kasus Aceh. Apa sebenarnya yang harus dilakukan GAM? Merubah pola perjuangan dari senjata ke diplomasi? Atau bagaimana?
Merubah pola perjuangan dari senjata ke politik dalam negeri Indonesia, seperti saya sebutkan di atas.

Mengubah pola perjuangan ke politik dalam negeri. Apakah yang dimaksudkan GAM menjadi partai politik?
Maksud saya adalah bahwa Indonesia sudah berubah. Pemerintahan demokrasi terpimpin dan Orde Baru bersifat sangat sentralistis dan dikuasai oleh satu orang. Tetapi sekarang setiap daerah—terlebih Aceh dan Papua pada prinsipnya (yang saya akui belum terwujud sepenuhnya)—bisa menguasai dirinya sendiri tanpa harus meninggalkan Indonesia. Dalam kerangka itu, GAM bisa memerintah di Aceh nanti kalau mereka bersedia menerima kedaulatan RI. Saya tentu maklum bahwa partai lokal tidak diperbolehkan di Indonesia, tetapi kalau ada kemauan di dua belah pihak (GAM dan Pemerintah, red), pasti ada cara supaya GAM bisa ikut bersaing dalam pemilihan umum di Aceh.

Darurat Militer dan Darurat Sipil menurut pemerintah adalah solusi terbaik bagi Aceh. Bagaimana menurut Anda?
Memang pemerintah terjepit antara batu dan tempat keras, seperti kata pepatah bahasa Inggris. Sebab kalau pemerintah tidak memperlakukan keadaan darurat, GAM akan tumbuh kembali. Tetapi keadaan darurat, baik militer maupun sipil, tidak cukup untuk penyelesaikan masalah.

Dalam beberapa peristiwa ledakan bom, Aceh dan GAM selalu dipersalahkan. Seperti peristiwa bom Atrium Senen dan BEJ Jakarta, serta beberapa kasus bom di Medan. Bahkan, ketika bom Bali, ada indikasi polisi hendak menuding Aceh. Bagaimana menurut Anda?
Tentu kita maklum bahwa setiap daerah yang rawan bisa saja menjadi sumber ancaman di daerah lain. Tetapi dalam kasus Bali, telunjuk polisi hanya sebentar saja diarahkan ke Aceh.

Bisakah itu dikatakan sebagai upaya untuk membunuh karakter masyarakat Aceh dan melemahkan perjuangan GAM?
Tidak, melainkan merupakan reaksi normal saja.

Telunjuk polisi yang mengarah ke Aceh dalam setiap kasus Aceh, Anda bilang itu normal. Tapi bukankah itu akan membuat perasaan tertekan bagi masyarakat Aceh yang ada di Jakarta, atau daerah lain? Nah, apakah itu bukan dimaksudkan sebagai diskriminasi dalam bernegara?
Anda benar, dan kenyataan itu harus disesalkan dan diatasi secepat mungkin. Saya teringat pada posisi orang Arab di negeri saya, yang umumnya dicurigai sebagai teroris, meskipun hanya sebuah minoritas yang sangat kecil yang betul-betul terlibat dalam kegiatan tercela tersebut. Ada orang Amerika yang berusaha supaya orang Arab tidak dicurigai tanpa bukti jelas, tetapi kiranya sulit berhasil sebelum masalah Palestina belum terpecahkan. Begitu juga dengan Aceh dan orang Indonesia lainnya.[guh]

0 comments:

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Web Hosting