Kamis, Maret 17, 2005

Raiders Datang, Rp 20 Juta Raib

Reporter: Odeysa - Banda Aceh, 2004-05-30 04:36:51

NAMANYA Andi. Sebut saja begitu. Usianya 25 tahun. Andi adalah mahasiswa salah satu perguruan tinggi di Banda Aceh. Sekilas, Andi seolah tak punya masalah dalam hidupnya. Tapi, nyatanya, di dalam hati dia menyimpan gundah.

"Rumah saya di kampung digeledah pasukan Raiders bulan Februari lalu,” kata Andi memulai cerita. "Saya tidak tahu apa penyebabnya," sambung Andi. Saat kejadian, Andi masih berada di Banda Aceh.

***
Raiders adalah pasukan khusus yang dikerahkan Mabes TNI di Jakarta untuk menangkap pentolan kelompok Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Pasukan yang di atas kertas menggunakan metode pukul dan bergerak ini mulai dikirim ke bumi Aceh bulan Desember lalu.

"Kualitas dan kemampuan Raiders bagus sekali, tetapi pembuktiannya kita lihat nanti di lapangan," kata Panglima Komando Operasi TNI di NAD, Brigjen TNI George Toisutta di Markas Kodam Jaya, Senin, 8 Desember 2003, atau sehari sebelum pengiriman Raiders pertama ke Aceh. Toisutta menambahkan, pasukan Raiders yang akan dikirim itu punya kualitas amat baik. Mereka telah teruji dalam beberapa kali latihan.

Lanjut Toisutta, dalam satu hari akan ada 60 tim Raiders yang bergerak terus dalam satu hari. “Kekuatan pasukan ini baru akan efektif awal Januari nanti," katanya lagi.

Tugas utama pasukan Raiders ini, masih kata Toisutta, adalah merampungkan operasi militer dengan menangkap tokoh-tokoh kunci GAM.

Bulan April lalu, Kasad Jenderal Ryamizard Ryacudu yang tengah mengunjungi Lhokseumawe menyatakan sebanyak 10 batalyon Raiders yang telah berada di Aceh belum optimal. Untuk itu, katanya, pasukan Raiders ini akan kembali dilatih di wilayah penugasan.

Menurut Ryamizard, seharusnya 10 batalyon Raiders itu bisa bekerja tiga kali lebih hebat dari pasukan lain. Tapi pada kenyataannya, mereka tidak maksimal memburu sekitar 1.000 tokoh GAM yang hingga kini masih berkeliaran di Aceh Utara, Peureulak dan Bireun.

***
Kembali ke Andi dan kisah penggeledahan rumahnya di kampung oleh sepasukan Raiders.

Peristiwa itu terjadi pada suatu hari Senin di bulan Februari 2004, sekitar pukul 13.00 WIB. Tak kurang dari empat truk reo meluncur ke arah rumah mereka. Andi menyebut nama kampung dan kecamatan tempat rumah orang tuanya berada. Keempat reo yang sarat muatan prajurit Raiders itu, berhenti tak jauh dari rumah mereka.

Prajurit Raiders memilih jalan tanggul di bagian belakang rumah. Kebetulan, rumah Andi dalam kadaan sepi. Semua anggota keluarga tengah berada di rumah salah seorang abangnya yang, sebut saja, bernama Ferdi. Kakaknya ini baru menadapat musibah. Salah seorang anaknya meninggal dunia.

Mendapati rumah itu tak berpenghuni itu, pasukan Raiders yang berseragam dan bersenjata lengkap mencoba mendobrak pintu.

Sementara sebagian dari mereka mendatangi rumah tetangga Andi. Kebetulan sehari sebelumnya, tetangga Andi baru saja menikahkan anaknya. Jadi saat itu, ada beberapa pemuda yang tengah berkumpul di sana. Mereka sedang membantu sang tuan rumah memberesi perlengkapan pesta sehari sebelumnya.

Seorang anggota Raiders sempat bertanya kepada mereka, “Ada apa ini?” Lalu, para pemuda itu menjelaskan, bahwa tadi malam ada pesta, dan sekarang mereka membantu tuan rumah membereskan rumah. Si tentara pun pergi.

Di rumah Andi, prajurit Raiders terus berusaha mendongkel pintu. Tak berapa lama, abang kedua Andi datang. Sebut saja namanya Usman.

Melihat rumahnya sedang dikerjai Raiders, Usman buru-buru masuk ke pekarangan.

"Jangan dibongkar. Ini rumah saya," kata Usman pada anggtoa Raiders itu, sebagaimana ditirukan Andi.

Bagai mendapat durian runtuh, pasukan yang diandalkan pimpinan TNI untuk menggeber keberadaan pentolan GAM itu, langsung menginterogasi Usman.

"Tidak ada kunci sama saya. Kunci sama ibu saya," kata Usman sambil meminta izin untuk pergi ke rumah abangnya yang sedang kemalangan, agar bisa bertemu ibunya dan mengambil kunci rumah. Namun, Usman tak diperbolehkan pergi.

Jarum jam menunjukkan pukul 14.00 WIB. Di saat pasukan pemerintah menginterogasi Usman, adik perempuan mereka, sebut saja namanya Nuri, pulang dari sekolah. Nuri saat ini sedang duduk di kelas tiga Madrasah Tsanawiyah di kota kecamatan.

Kini giliran Nuri diinterogasi. "Saya tidak tahu persis apa saja yang ditanyakan," kata Andi ketika acehkita.

Namun begitu ada satu pertanyaan dari pasukan Raiders yang masih diingat Nuri. "Di sini ada nginap orang asing ya?"

"Saya tidak ngerti masalah itu. Saya hanya sekolah dan ngaji, Bang," kata Nuri. Lalu Nuri mengambil inisiatif untuk menjemput kunci yang ada pada ibunya.

"Dia pergi sama seorang tetangga," kata Andi. "Entah kenapa, dia begitu berani," sambung Andi.

Sebelum Nuri berlalu, sang prajurit Raiders mengancam jika Nuri tidak segera kembali. Tidak berapa lama Nuri kembali dengan membawa serta kunci dan Ibu mereka. Sang Ibu lalu membuka pintu.

"Begitu masuk ke rumah, prajurit Raiders ini langsung obrak-abrik isi rumah," lanjut Andi, getir. "Termasuk lemari pakaian saya."

Di saat rumah mereka sedang digeledah, Ayah mereka, Amin, bukan nama sebenarnya, pulang dari sawah. Amin tak dapat berbuat apa-apa melihat aksi pasukan Raiders ini. Sesak nafas menghinggapinya. Sakit jantung yang sudah lama dideritanya bagai terpanggil lagi. Tersedak. Ia terdiam menuruti apa kemauan sang prajurit. Lalu, menyusul datang Ferdi yang sebetulnya sedang ditimpa musibah.

Amin menuruti perintah prajurit yang sudah kalap. Dia membuka lemari pakaian di kamar pribadinya. Dia juga membuka sebuah tempat penyimpanan, yang oleh keluarga mereka disebut “brankas”. Di tempat itu mereka sering menyimpan uang dan benda berharga lainnya.

Setelah memperlihatkan isi lemari dan “brankas” itu, Amin keluar, meninggalkan si prajurit Raiders yang terus memeriksa isi kamarnya.

Beberapa saat kemudian, Amin teringat segepok uang yang belum diperlihatkannya pada si penggeledah kamar. Dia bangkit dan berusaha masuk kamar. Tapi, ujung senapan menghalangi langkahnya. Terhenyak, terkejut, jantungannya kambuh. Anggota keluarga yang melihat kejadian itu segera membantu sang Ayah. Lalu keadaan senyap. Mereka membisu, tak kuasa berkata apa-apa. Takut laras senapan akan kembali mengarah ke mereka.

"Ayah ingin kembali ke kamar, karena ada uang di kamar," kata Andi. Menurut Andi, jumlahnya Rp 20 juta.

Usai memeriksa kamar pribadi sang Ayah, para penggeledah kembali ke ruang tamu, di mana semua anggota keluarga berkumpul. Pemeriksaan, usai. Sang ayah pun segera masuk ke kamar, melihat-lihat isi kamar yang telah digeledah.

Betapa terkejut dia, mendapati uang simpanan yang tidak diperlihatkannya tadi raib entah ke mana. Seisi rumah pun gaduh.

"Abang saya (Usman, red) bilang, ada uang yang hilang," cerita Andi.

Kegaduhan ini juga didengar anggota Raiders yang masih berada di ruang tamu.

Mendengar “tuduhan” ini, prajurit kalap. Pasukan Raiders kembali menggeledah isi rumah. Kali ini dengan marah dan mencak-mencak yang kian menjadi.

Beberapa prajurit yang marah dan kalap, menjadikan Usman sebagai sasaran amarah. Tak henti-henti, beberapa prajurit Raiders mendaratkan bogem mentah di perut Usman. Bukan hanya Usman yang jadi sasaran. Ferdi, juga. Bahkan, popor senapan hinggap di badan tak berdaya Ferdi.

Sementara beberapa prajurit sedang mengeksekusi Ferdi dan Usman, beberapa prajurit lainnya melakukan penggeledahan babak kedua.

"Ada ganja," seru seorang prajurit dari balik lemari yang sedang diperiksanya, seperti ditirukan Andi.

Semua mata terperangah. Terkejut tak percaya apa yang baru didengar.

Dalam penggeledahan babak kedua ini, prajurit Raiders memang menemukan secuil ganja kering, cukup untuk satu balutan batang rokok. Prajurit menanyakan si empunya barang yang bisa membuat orang fly setelah mengisapnya.

Tak ingin mencelakakan anggota keluarga yang lain, Usman tampil ke depan. Dia mengaku sebagai si pemilik brang haram itu.

"Padahal Bang Man tidak pernah make barang begituan," kata Andi.

Mendengar pengakuan polos Usman, tentara-tentara itu kegirangan. Usman ditangkap, dengan tuduhan memiliki dan menyimpan ganja kering. Keluarga Andi dilanda ketakutan yang sangat. Tak ada pembelaan yang diberi. Semua membisu.

Sebelum beranjak meninggalkan rumah, pasukan Raiders menorehkan ancaman. Sebuah surat pernyataan dibuat. Isinya, menyatakan tidak ada barang-barang di dalam rumah itu yang hilang selama penggeledahan.

Pada mulanya, kata Andi, tidak ada anggota keluarg yang mau menandatangani surat pernyataan itu. "Ayah tidak mau. Beliau berkilah sakit. Ibu yang teken," cerita Andi.

Apa isi ancaman itu? "Mereka mengancam akan menghabisi keluarga kami jika berita hilang uang ini tersebar ke orang lain," ujar Andi.

Setelah mendapati apa yang diinginkan, pasukan Raiders yang sejatinya bertugas menangkap GAM itu, pulang dengan membawa seorang tahanan yang tidak bersalah. Usman dibawa ke markas koramil.

***
pertanyaannya kini, kenapa pasukan Raiders menggeledah rumah keluarga Amin?

"Mereka menuduh di rumah kami ada menginap Ishak Daud," terang Andi sembari tersenyum getir.

Menurut pria hitam manis ini, itu hanya akal-akalan sang prajurit. Andi mengaku tidak pernah mengenal Ishak Daud, secara pribadi. Dia hanya mengenalnya melalui pemberitaan media massa saja. Tidak lebih.

"Itu tidak pernah, kami kenal pun tidak sama Ishak Daud," aku Andi.

Namun, Andi menduga, operasi penggeladahan yang dilakukan pasukan Raiders ini, ditujukan kepada orang-orang yang taraf ekonominya tergolong berada.

"Ada juga beberapa rumah lainnya yang mengalami nasib seperti keluarga kami," kata Andi, lagi. Namun, Andi mengaku tidak tahu dengan nasib buruk yang menimpa tetangga sekampungnya.

Perlakuan tidak mengenakkan dari kesatuan yang sejatinya mengayomi masyarakat ini, menimbulkan luka dan rasa traumatis mendalam terhadap keluarga Andi. Bahkan, Ibunya sampai sekarang, jika teringat kejadian itu, menangis.

"Ibu sering menangis. Mungkin adik saya juga trauma," kata Andi. [A]

0 comments:

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Web Hosting