Rabu, Oktober 29, 2008

Dokter Sialan


Salah penanganan dan diagnosa, bisa berakibat fatal. Orang kena sakit Steven Jhonson Syndrome didiagnosa Febris. Jadilah pasien salah dikasih obat.

Ini adalah pengalaman pahit nan menyakitkan. Abi, yang semula hanya alergi obat, malah harus koma, yg berakibat meninggal. Ini akan kuingat sepanjang masa.

Saat diperiksa dokter di RSU Sigli, aku sempat bilang Abi alergi sama Amoxilin, Asam Metamat, Paracetamol dan yg sebangsa dgnya. Dokter cuma mengangguk. Dokter hanya periksa sebentar dan bilang tdk apa-apa. Secepat kilat dokter sialan itu beralih ke pasien lain, padahal Abi belum selesai bilang semua keluhan yg dideritanya. Besoknya, sakitnya tambah parah hingga kritis. Sialnya, pertolongan paramedis tak didapat. Lantas, kami minta pulang dan membawa Abi ke Fakinah dan dirawat di ICU hingga ajalnya.

Sent from my phone using trutap


Sabtu, Oktober 25, 2008

Masa Sulit


Tak pernah sesulit dan sesedih ini in the whole of my life. Sejak tiga hari lalu, Abi sakit. Steven jhonson syndrome alias keracunan obat. Ini kali kedua Abi sakit spt ini, setelah thn 2006 silam. Aku hanya bisa berdoa: semoga lekas sembuh.

Sedikit kecewa sih ama pelayanan rumah sakit, terutama dokter.

Sent from my phone using trutap


Kentang Gaul


Ini cerita ttg kekonyolan. Suatu Malam di bulan Mei silam, saya dan seorang kawan plus supir, mutar2 di Kota Lhokseumawe. Kami heran mendapati antrean puluhan orang di sebuah gerobak jajanan. Kentang gaul, judul jajanan itu. Bagi kami, ini menu baru. Maklum, belum pernah dengar.

"Kayanya menarik untuk dicoba," kata Icut pada saya.

Saya pikir, kenapa tak dicoba. Saya akhirnya memesan tiga porsi dg rasa berbeda.

Setelah menunggu skitar 30 menit, pesanan selesai. Kami mencicipi. O ow, hanya satu kali saja makan, kami tak bernafsu. Jadilah 3 porsi kentang gaul itu sia-sia. Atau jangan-jangan, saya, icut, dan bang ahmad (driver kami) yang tak gaul. Entahlah.

Sent from my phone using trutap


Jumat, Oktober 24, 2008

Bangsal Rumah Sakit


Gaduh, pesing, bau anyir, kotor. Laksana pasar ikan. Pasien, bisa tambah sakit. Kasian.

Sent from my phone using trutap


Minggu, Oktober 12, 2008

Enaknya Jadi Wartawan Bule

Oleh FAKHRURRADZIE GADE
[radzie@acehkita.com]

Sejumlah wartawan lokal sempat dilarang memasuki halaman Pendopo Gubernur Aceh. Tidak ada alasan yang jelas kenapa mereka dilarang masuk. Namun, wartawan yang bertampang bule dengan mudah bisa menerobos barikade penjagaan.

Banda Aceh, acehkita.com. Pengamanan kedatangan Hasan Tiro terbilang cukup ketat. Penjagaan dari anggota Komite Peralihan Aceh (KPA) berlapis. Akibatnya, wartawan yang ingin meliput kepulangan Hasan Tiro pun tak leluasa. Bahkan, banyak wartawan yang harus kehilangan momentum. Ada juga yang dikasari anggota KPA.

Pengamanan super ketat itu mulai dirasakan wartawan saat mau mengurus badge khusus meliput Hasan Tiro di KPA. Pada awalnya, pengurusan badge bagi wartawan dipusatkan di kantor Partai Aceh di bilangan Jalan Sultan Mahmudsyah. Namun belakangan, pengurusan badge dipindahkan ke markas KPA di kawasan Lampaseh.

Saat mengurus badge, selain harus menyerahkan fotokopi kartu pers dan pasfoto, wartawan juga diharuskan menyerahkan satu lembar fotokopi kartu penduduk. Seorang wartawan senior di Banda Aceh menyebutkan, pengurusan badge peliputan yang diterapkan KPA sangat berbeda dengan pengalaman mengurus izin peliputan kedatangan presiden, baik presiden Indonesia maupun presiden/perdana menteri dari negara lain, yang tidak membutuhkan KTP.

Nah, saat hari H kedatangan Hasan Tiro, pengamanan ekstra ketat memang benar-benar terjadi. Mengantongi kartu peliputan yang dikeluarkan secara resmi oleh KPA tidak banyak membantu. Reporter AFP yang hendak meliput di Bandara Sultan Iskandar Muda hampir saja tidak diizinkan masuk. “Semula saya tidak dikasih masuk dulu. Tapi untung saya menenami kawan yang wartawan bule,” katanya, kesal.

Bahkan, seorang reporter media lokal sempat diminta untuk menunjukkan kartu tanda penduduk. Padahal, reporter media itu telah menunjukkan kartu pengenal yang dikeluarkan KPA dan kartu pers. Lagi-lagi, para penjaga pintu masuk meminta sang reporter menunjukkan KTP.

Belum lagi ada perlakuan yang berbeda antara wartawan lokal, nasional, dan internasional. Sejumlah wartawan lokal sempat dilarang memasuki halaman Pendopo Gubernur Aceh. Tidak ada alasan yang jelas kenapa mereka dilarang masuk. Namun, wartawan yang bertampang bule dengan mudah bisa menerobos barikade penjagaan. Bahkan, ada wartawan asing yang malah tak bertanda pengenal yang dikeluarkan KPA.

“Besok, kita jadi bule saja, biar gampang akses,” celetuk seorang fotografer ketika tertahan di pintu masuk.

Tak hanya susah mengakses area liputan, wartawan juga tak leluasa mengabadikan momen kepulangan Hasan Tiro karena banyaknya anggota pengamanan yang wara-wiri di depan kamera para wartawan. Akibatnya, seorang fotografer yang berusaha menerobos barikade pengamanan itu mengalami tindak kekerasan.

Pewarta foto itu pada mulanya hendak mengabadikan detik-detik Hasan Tiro keluar dari badan pesawat yang membawanya pulang ke Aceh. Namun, tiba-tiba ada petugas pengamanan yang berdiri di depannya. Terang saja dia mencari lokasi lain, dengan jongkok di celah-celah barikade. Namun entah kenapa, tiba-tiba ada yang menendang wajah fotografer.

“Saya awalnya berusaha menghargai mereka, tapi saat pesawat wali datang, mereka sudah tidak menghargai saya lagi dengan berdiri di depan kamera. Makanya saya terobos,” kata sang fotografer yang tak mau disebutkan namanya itu.

Perlakuan tidak mengenakkan juga dilakukan massa yang berusaha melihat dari dekat Hasan Tiro di halaman Masjid Raya Baiturrahman. “Saya kena lemparan kursi patah. Ada juga yang kena batu,” kata seorang wartawan media lokal. [dzie]

Sabtu, Oktober 11, 2008

Former rebel leader returns to Indonesia's Aceh

By FAKHRURRADZIE GADE, Associated Press Writer AP - Saturday, October 11

BANDA ACEH, Indonesia - Thousands of people greeted the founder of Aceh's separatist rebel movement Saturday upon his return to the Indonesian province following three decades in exile and a civil war that left thousands dead.

Hasan di Tiro's homecoming came a day after former Finnish President Martti Ahtisaari won the 2008 Nobel Peace Prize in part for helping negotiate an end to fighting between the Indonesian government and Free Aceh Movement rebels.

Supporters cheered and waved as the 83-year-old di Tiro arrived from Sweden and was taken by motorcade to the heart of the provincial capital, where he was to meet the governor and former rebels before traveling to his home village.

"Di Tiro's visit will add to our commitment to building peace and developing our province," said Aceh Vice Governor Muhamad Nazar.

The former rebel leader left Aceh soon after the 1976 war began and led the now-dissolved separatist group, known as GAM, from exile in Sweden, where he now holds citizenship. He is to return to Sweden next week.

Aceh, an oil- and gas-rich province of 4 million people on Sumatra island's northern tip, had experienced almost constant warfare for more than 140 years, with at least 15,000 people killed in the last round of fighting.

Many of those who died were civilians caught up in army sweeps of remote villages.

Efforts to end the fighting gained momentum after a massive earthquake and tsunami struck on Dec. 26, 2004, leaving at least 156,000 of the province's people dead or missing and a half million others homeless.

As part of the 2005 peace deal, the rebels gave up their long-held demand for independence and handed over all of their weapons. In exchange, the government allowed them to participate in local politics.

Neither side wanted to add to the suffering of the tsunami.

Di Tiro is the grandson of resistance leader Cik di Tiro, a national hero who was killed in combat against occupying Dutch troops in 1891.

Selasa, Oktober 07, 2008

Mendadak Batal


Kawan saya kirim sandek: "HT mendadak batalkan wawancara dg RCTI. Padahal tim sudah ada di lobbi hotel. Ada apa ya?"

Tentu pertanyaan ini sulit unt dijawab. Sebab saya tak kenal dg HT. Oya, HT adalah Hasan Tiro, presiden Aceh Sumatra National Liberation Front. Dalam bahasa sehari-hari disebut GAM.

Bagi saya, HT batalkan wawancara itu bukan berita baru. Jamak diketahui, HT memang jarang mau diinterview. Namun ini istimewa karena dia mau pulang ke Aceh, setelah 30 tahun menetap di pengasingan usai mendeklarasikan kemerdekaan Aceh pada 1976.

Tapi beruntung, media saya, ACEHKINI edisi Oktober, dapat wawancara dg HT. Saat di Malaysia kemarin, kawan saya juga sempat diterima oleh HT. Ini surprise. Ingin tau ceritanya? Simak laporan Yuswardi A. Suud langsung dari Kuala Lumpur pada edisi November nanti.

Sent from my phone using trutap


Minggu, Oktober 05, 2008

Hasan Tiro: Semua Ingin Seperti Aceh


Hasan Tiro: Semua ingin seperti aceh

By: yuswardi a. suud

Deklarator gerakan aceh merdeka hasan tiro terharu saat ditanya tentang pesan khusus kepada rakyat aceh. Suasana itu tergambar saat acehkita.com/acehkini bersama dua wartawan dari aceh menemuinya di selangor, darul ehsan, malaysia, minggu (5/10) sore.

"rakyat aceh mesti tahu sejarah,"ujar hasan tiro dengan suara terbata-bata. Sebab, menurutnya, tanpa itu aceh tidak mungkin menjalin hubungan dengan dunia luar.

Selengkapnya silakan kunjungi www.acehkita.com

Sent from my phone using trutap


Wali pulang


Sudah di malaysia

Sent from my phone using trutap


 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Web Hosting