Minggu, Juni 27, 2010

Berjudilah, Kau Kucambuk!

IMAM baru saja menyudahi salat Jumat. Sebagian jamaah melanjutkan salat sunat rawatib. Sejumlah lainnya kembali berdiri dan salat ghaib buat seorang warga Jantho. Sementara beberapa yang lain bergegas keluar dari masjid. Ada yang langsung kembali untuk melanjutkan aktivitas, ada pula yang menghampiri sebuah panggung dan tenda yang ada di sisi kanan masjid.

Beberapa pria terlihat tengah disibukkan dengan kabel gulung dan mic. Mereka menarik kabel listrik dari arah masjid ke tenda yang terpasang di lokasi yang telah dipagari dengan tali berbentuk persegi empat. Di bawah tenda, kursi plastik-hijau tertata rapi. Di depan tenda, berdiri sebuah panggung dibiarkan tanpa atap.

Orang-orang mulai berdatangan ke lokasi ini: mulai dari anak-anak, orang dewasa, hingga sejumlah pejabat teras di Kabupaten Aceh Besar. Puluhan orang dewasa berseragam serba hijau lumut berseliweran. Mereka hilir-mudik di sekitar tenda. Terlihat juga empat orang berpakaian coklat-muda. Mereka dari Kejaksaan Negeri Aceh Besar. Sementara orang dewasa berpakaian serba hijau-lumut merupakan anggota dari Polisi Syariah. Bahasa kerennya, Wilayatul Hisbah. Ini adalah lembaga yang dibentuk Pemerintah Aceh pada 2001 lalu. Tugas mereka menjaga tegaknya Qanun (peraturan daerah) yang berhubungan dengan syariat Islam.

Siang itu, Jumat (25/6/2010), petugas Wilayatul Hisbah Aceh Besar punya hajatan. Mereka akan melaksanakan uqubat (hukuman) cambuk bagi tiga warga Aceh Besar yang diputuskan bersalah oleh Mahkamah Syariah karena bermain judi joker. Pengadilan memvonis tujuh kali cambuk bagi tiga warga yang berasal dari Kecamatan Montasik ini.

Sebenarnya, pengadilan syariah memvonis cambuk bagi empat warga. Namun, hanya Mukhtar Rahmadi (29 tahun), Suherman (32), dan Hasbi bin Acek (45), saja yang dicambuk siang itu. Sedangkan Muhammad Yasin (41), tidak bisa dicambuk karena alasan kesehatan.

"Dokter meminta agar eksekusi cambuk bagi Yasin ditunda sampai kondisi kesehatannya memungkinkan," kata Jaksa Penuntut Umum Bendry Almy kepada saya.

Saat eksekusi tiba. Mukhtar Rahmadi menjadi pria pertama yang dicambuk dengan rotan. Dia dicambuk oleh seorang algojo yang berpakaian serba coklat. Wajahnya ditutupi, hanya memperlihatkan mata saja. Mirip Zorro berjubah!

Sabetan pertama mengenai punggung. Mukhtar meringis, menahan sakit. Puluhan orang bersorak. Algojo baru menghentikan cambuknya setelah kali ketujuh. Di kali terakhir, sorak-sorai pengunjung eksekusi cambuk itu terdengar semakin keras.

"Njan, na mangat (Rasakan, enak?)," celutuk orang-orang dari kejauhan.

"Peu mangat, peuna kumu'ok.. (Enak apa? Saya kan tidak berzina)," balas Rahmad sambil menuruni panggung.

Diapit dua petugas Wilayatul Hisbah, Rahmad digiring ke mobil ambulans yang parkir tak jauh dari panggung.

Kini, giliran Hasbi dan Suherman yang dicambuk. Nyaris sama dengan Rahmad, setiap kali cambuk rotan mengenai punggung, mereka menahan perih. Belum lagi, mereka harus menahan malu tatkala sorak-sorai penuh ejekan membahana.

Sebelum eksekusi dilaksanakan, Kepala Dinas Syariat Islam Aceh Besar Teuku Hasbi berceramah. Dia mengingatkan warga yang hadir bahwa judi bisa mendatangkan kerugian bagi pemainnya. Ia meminta para pelaku segera bertaubat. "Kembalilah ke jalan yang benar," ujar Hasbi, bak penceramah di mimbar masjid.

Sayang, Hasbi sama sekali tak menyinggung tema pelanggaran syariat yang lain, yang lebih besar. Sebut saja misalnya korupsi, penggelapan pajak dan dana publik. Bisa jadi, Hasbi tak menyebut ini karena tema "ceramah" kali ini hanya bagi pelaku judi yang ditangkap pada pesta perkawinan di Montasik itu.

Hukuman cambuk dan syariat Islam di Aceh penuh kontroversi. Sejak diberlakukan pertama sekali pada 24 Juni 2005 di Bireuen, hukuman cambuk terus menuai kritikan. Sebab, hukuman cambuk hanya berani diterapkan bagi pelanggar syariat yang berasal dari masyarakat kecil. Hukuman cambuk dijatuhi bagi warga yang mengonsumsi minuman keras, berzina, berjudi.

Lihat saja kasus mesum (seks) yang menimpa seorang anggota DPR Kota Langsa, Lhokseumawe, dan Aceh Tamiang. Atau kasus perzinaan seorang anggota polisi syariat di Banda Aceh. Hingga kini, kasus itu menguap bak debu diterbangkan angin.

Syariat Islam di Aceh hanya diberlakukan secara parsial. Hanya sebatas pada busana: tidak boleh pakai celana jeans, harus pakai rok. Atau hanya pada soal laki-laki dan perempuan non-muhrim tidak boleh berdua-duaan di tempat sepi, tidak boleh minum alkohol, tidak boleh berjudi.

"Kalau mau menerapkan syariat Islam secara sempurna, perbaiki dulu moral para politisi dan pejabat. Jangan asik mengatur urusan cewek pakai celana legging," kata seorang teman saya. []

Sabtu, Juni 26, 2010

Sang Pemimpi pun Identik Ariel

TADI malam, Jumat (25/6), saya menyempatkan diri singgah di salah satu toko yang menjual cakram-padat-digital (DVD). Sudah dua malam saya berburu DVD, mencari sejumlah film yang saya rasa layak untuk ditonton. Malam sebelumnya, saya masuk ke toko yang berbeda dengan malam ini. Di sana, saya menemukan film "The A Team". Kata kawan saya, film ini layak ditonton. Jadilah saya membeli kepingan DVD bajakan ini. Sebenarnya, saya tidak mencari film ini.

Film buruan saya justru "Karate Kid", yang diperankan komedian gaek Jacky Chan. Saya pengagum berat film laga-kocak si Jacky. Promosi bertubi-tubi di layar kaca membuat saya penasaran. Saya juga terpesona dengan Jaden Smith, bocah kulit hitam yang tampil memukau. Ia mewarisi bakat akting dari sang ayah: Will Smith!

Malam itu, saya terpaksa menelan kecewa, karena kualitas DVD "Karate Kid" belum bagus. Maklum, hasil reproduksi film yang diputar di bioskop-bioskop. Sebelum memutuskan tidak mengambil Karate Kid, dua kali saya bertanya pada si penjual, seberapa parah "ketidakbagusan-kualitas" gambar film ini.

"Sangat parah," kata seorang dara, yang saya taksir berusia 20 tahun. "Masih gelap."

Saya membayar The A Team dengan hati kecewa, karena film yang saya taksir tak bisa dibawa pulang.

Tak hanya berburu di kedai DVD, saya juga rajin berselancar ke forum-forum yang menyediakan kanal Movie. Saya menyambangi Kaskus, Indofiles, hingga bertanya pada Paman Google. Semua situs itu bersepakat: kualitas gambar Karate Kid masih rendah! Hingga kemudian saya tidak jadi mengunduhnya.

Nah, saking tak sabarnya melahap film ini, tadi malam saya kembali menyambangi kedai yang menjual DVD di kawasan Peunayong. Ini sebenarnya kedai-DVD langganan saya. Mata saya menyapu setiap sudut rak yang memamerkan beragam film. Saya justru menemukan Kingdom of Heaven-nya Orlando Bloom: film yang bercerita perang salib tanpa mendiskreditkan Islam.

Di rak lain, saya menemukan Iron Man 2. Baiklah, saya mengambil si manusia besi ini. Saya terpikat dengan cerita-grafis-efek Iron Man edisi sebelumnya. Nyaris semua rak yang saya kunjungi, tak ada satu pun tulisan Karate Kid yang berhasil mencuri perhatian dua bola mata saya.

"Sudah habis," kata seorang penjaga.

Uh, saya kembali memendam kecewa, kendati malam tadi saya membawa pulang Iron Man 2.

Sembari menunggu Iron Man 2 diuji-coba di layar televisi 14 inci milik penjual, saya berkeliling mencari film Indonesia yang lumayan lama saya tunggu. Ini adalah skuel dari film yang diangkat dari novel best seller karya Andrea Hirata. Ya, Sang Pemimpin, yang meneruskan sukses Laskar Pelangi.

"Oh, film Ariel, Bang," kata penjual.

"Bukan karena Ariel-nya," kata saya.

"Iya, film sambungan Laskar Pelangi kan. Nah, di situ kan Ariel juga main."

Saya mengangguk.

Film mesum yang diduga "diperankan" Ariel, vokalis grup band Peterpan, bersama dua artis papan atas: Luna Maya dan Cut Tari, mendongkrak popularitas Ariel sebagai pemain film. Padahal, Sang Pemimpi merupakan debut pertama artis yang punya nama lengkap Nazril Irham ini. Tapi, ya itu tadi, dua film mesum yang diduga milik Ariel telah mendongkrak nama Ariel menjadi semakin terkenal.

Tapi, saya hakkul yakin, Sang Pemimpi-nya Mira Lesmana dan Riri Riza terkenal bukan karena Ariel, tapi karena kekuatan cerita dan akting para pemain. [efmg]

Selasa, Juni 22, 2010

Dari Remaja Hingga Pejabat
Video Mesum

VIDEO Lhoknga bukan film mesum pertama yang beredar luas ke khalayak. Sebelumnya, ada dua kasus video mesum lain yang telah ditonton banyak mata warga Aceh. Bahkan, ketiga video itu telah menyebar ke dunia maya. Sebelumnya, ramai diperbincangkan video yang berjudul Neusu.

Film biru produksi aneuk nanggroe itu diperankan seorang perempuan, YN, bersama ID, kekasihnya yang seorang anggota TNI berpangkat Prajurit Dua (Prada). Film berdurasi enam menit 43 detik itu diambil dengan menggunakan kamera telepon selular oleh pacar si perempuan. Mulanya, video itu hanya dimaksudkan untuk koleksi pribadi.

YN sendiri tidak mengetahui kenapa video berformat 3gp itu bisa beredar ke masyarakat luas. Kendati demikian, gadis asal Kecamatan Darul Kamal ini mengaku, telepon selular yang digunakan untuk merekam adegan suami-istri itu milik teman kekasihnya, yang kemudian dijual kepada orang lain.

Akibat film biru itu, YN dan ID sempat ditangkap dan diamankan di Markas Kepolisian Kota Besar Banda Aceh untuk dimintai keterangan. Setelah keduanya mengaku sebagai pemeran dalam film tersebut, polisi membebaskan keduanya. Belakangan, kedua kekasih ini dinikahkan di sebuah desa di Kecamatan Darul Kamal. Hingga kini, kedua mereka belum diproses sesuai dengan hukum syariat yang berlaku di Aceh.

Jauh sebelum video Neusu ramai dibicarakan, masyarakat Aceh juga sempat dihebohkan dengan peredaran 12 video yang berdurasi pendek dan 11 gambar mesum, yang diperankan DD (56) dengan seorang kekasihnya, ES (29).

Yang membuat video ini geger, DD merupakan seorang pejabat di Dinas Informasi, Komunikasi, Kebudayaan, dan Pariwisata Kabupaten Aceh Barat Daya. Lagi-lagi, video ini direkam dengan menggunakan kamera ponsel.

Aksi mesum dua pegawai ini dilakukan di dalam ruang kepala dinas. Gambar dan film yang tersebar luas tersebut direkam pada pukul 11.35 WIB, Sabtu, 4 November 2006, di dalam ruang kerja Nasruddin. 12 frame gambar dan 11 film cabul tersebut diabadikan secara bergantian oleh DD dan ES. Kini "aktor dan aktris" Skandal Abdya itu menghilang. Banyak kalangan mengatakan, keduanya lari untuk menghindari hukuman cambuk, yang kini berlaku bagi warga Aceh yang melakukan perbuatan cabul.

Pemerintah telah menjatuhkan sanksi kepada keduanya. DD dinonaktifkan dari jabatannya sebagai kepala Seksi Bagian Umum dan Perlengkapan pada kantor tersebut. Sementara ES kemungkinan akan dipecat juga. ES, menurut Kepala Dinas Informasi Nasruddin, adalah pegawai honorer pada kantor yang dipimpin DD. Sejak tiga tahun silam, ES telah ditinggal pergi oleh suaminya. Sementara DD telah menikah dan memiliki sejumlah anak.

Di Aceh memang sedang marak peredaran video skandal. acehkita.com memperoleh sebuah video berdurasi delapan menit 50 detik. “Pemain” film itu adalah seorang gadis Aceh dan anggota TNI, seperti terlihat dari pakaian dinas loreng yang digantung di jendela. Film ini “diproduksi” di Lhokseumawe, seperti terdengar perbincangan penyiar radio –yang suaranya terekam dalam video tersebut— menyebutkan kata Cunda, Muara Dua. Cunda merupakan sebuah kawasan yang terletak di Kota Lhokseumawe.

Banyak juga film syur yang beredar di publik yang disebut-sebut produksi Aceh. Seperti film sepasang remaja yang sedang memandu kasih di sebuah perkebunan sawit. Para penyebar memberi judul film ini “Saree Kampungku”. Ada lagi film yang berjudul “Nagan Raya”. Namun film ini masih belum bisa dipastikan produksi aneuk nanggroe.

Harus diakui, film biru buatan aneuk nanggroe memang laris manis. Di sebuah situs internet, video made in Aceh ini diminati ribuan pengunjung. "Penasaran aja pengen liat seperti apa sih video mesum dari daerah yang katanya menerapkan syariat Islam," tulis seorang pengunjung. Nah, lo! [fakhrurradzie gade]

Video Syur Aneuk Nanggroe

FAKHRURRADZIE GADE

Video indehoi yang diperankan putra-putri dari Aceh beredar luas di negeri ini. Mereka ada yang dipaksa beradegan, ada pula yang merekamnya dengan sukarela.

“KAMU wartawan ya?” Ibu itu menghardik tak ramah. Belum sempat pertanyaan itu dijawab, perempuan itu malah mulai mengusir reporter acehkita.com yang menyambangi kediaman EF, gadis yang mengalami pelecehan seksual di Lhoknga, Aceh Besar. Ayah korban, MF, juga terlihat syok berat. Namun, dia masih berusaha tegar dan mau berbagi cerita dengan reporter majalah ini. "Maaf ya, beliau (istrinya –red.) sangat tertekan," kata MF.

Keguncangan dalam keluarga ini bermula dari video pelecehan seksual yang beredar di Aceh. Video itu memperlihatkan sepasang remaja terlentang di atas pasir putih. Yang lelaki, sedang menggerayangi tubuh si perempuan yang, maaf, bertelanjang dada. Remaja putri itu adalah buah hati pasangan suami istri ini.

Sesungguhnya, perilaku pasangan remaja yang bukan muhrim itu bukanlah dengan suka rela. Mereka adalah korban dari tangan jahil sekelompok pria yang memergoki remaja ini sedang berpacaran di pantai Krung Brok, Lampu’u, Aceh Besar. Sekelompok pria berjumlah 15 orang yang memergoki mereka itu selanjutnya memaksa mereka berbuah seperti itu. Ancamannya jika menolak akan dihajar.

Nada paksaan dalam pembuatan film dengan kamera telepon selular itu jelas terdengar dalam rekaman. Simak saja misalnya, saat seorang pria dengan menggunakan bahasa Aceh memaksa si remaja lelaki –sekali lagi maaf—meremas payudara pasangannya. “Nye hana peugot lagei bunoe, kupoh (Kalau tidak peragakan kaya tadi, kupukul),” ancam pria itu.

Selain mengancam memukul, para pria bejat ini juga mengancam akan melaporkan tindakan kedua kekasih itu kepada salah satu media cetak di Banda Aceh. Tentu juga diancam lapor kepada kedua orang tua mereka.

Raut wajah gadis ini jelas ketakutan. Di akhir film, si gadis meminta agar tindakan mesum ini tidak dilaporkan kepada orangtua mereka. "Bang, jangan bilang ke orangtua saya, ya," pinta si gadis sambil bangkit dari posisi terlentangnya.

Video itu selesai di situ. Namun, efek yang ditimbulkan terhadap kedua kekasih remaja itu, sangat besar. Menurut MF, anaknya kini tidak bisa lagi hidup normal layaknya gadis remaja seusianya. Warga di kampungnya sudah mengucilkannya. "Kasian anak saya.." kata MF. "Hancur sudah masa depannya.”

Untuk ke sekolah saja, EF terpaksa didampingi sang paman, yang setiap hari mengantar dan menjemputnya. MF mengkhawatirkan anaknya diculik oleh para pelaku yang hingga kini belum tertangkap. Mujur, pihak sekolah tidak menghakimi EF. “Tidak ada yang berbeda. Kami berusaha semaksimal mungkin agar dia bisa belajar dengan nomal dan biasa,” kata AR, kepala sekolah, tempat korban menimba ilmu.

AR menyebutkan, EF bisa mengikuti ujian semester sama sebagaimana murid lainnya. Teman-teman sekolah juga tidak mengucilkannya. Mereka berusaha bersikap tidak pernah terjadi apa-apa. “Kami berusaha mencari jalan keluar yang baik atas kasus ini. Sejumlah teman-temannya bahkan memberi perhatian yang sangat baik dan memberikan dukungan moril yang kuat,” kata dia.

Pihak sekolah tidak pernah berencana mengeluarkan EF dari sekolah. Apalagi, “Harapan orangtuanya agar kami tidak mengeluarkan dia dari sekolah. Kami pun tidak berniat mengeluarkannya,” terang AR.

Namun, EF kadung malu. Setelah berkonsultasi dengan pihak kepolisian dan sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang perempuan, EF memutuskan untuk pindah sekolah. Namun, belum diketahui ke mana EF akan bersekolah nantinya.

Di mata guru dan teman-temannya, EF yang masih duduk di bangku kelas dua itu adalah gadis pendiam dan cenderung tidak periang. “Dia tidak pernah bermasalah di sekolahnya. Di bidang prestasi, ya biasa-biasa saja,” kata AR.

Kasus EF menjadi pelajaran berharga bagi pihak sekolah. Menurut AR, pihaknya kini meningkatkan pengawasan terhaap anak didiknya. “Kita memang tidak bisa mengawasi mereka saat berada di luar jam sekolah, tapi saat dia ada di lingkungan sekolah kita selalu memberi ingatan dan himbauan,” jelasnya.

***

MF tidak habis pikir dengan upaya penegakan syariat Islam dewasa ini di bumi Serambi Mekkah ini. Anaknya hanya menjadi korban penegakan hukum syariat yang salah kaprah. Dia meyakini, sang anak tidak berbuat sejauh yang diperagakan dalam film reka ulang tersebut. "Dia hanya jadi korban," katanya.

MF mengaku pada awalnya tidak melaporkan kejadian itu kepada polisi. Namun setelah kasus itu dijadikan headline di sebuah media cetak di Aceh, MF memberanikan diri melaporkan kejadian tersebut kepada penegak hukum.

Orangtua EF sangat berharap kasus ini bisa diusut tuntas oleh pihak kepolisian. "Saya ingin pelaku yang memperlakukan anak saya seperti ditangkap dan dihukum seberat-beratnya," katanya.

Saat ditanya lebih lanjut soal kejadian ini, MF masih belum mau umbar keterangan. "Maaf, saat ini saya tidak bisa bicara banyak. Anda lihat sendiri kondisi istri saya yang begitu sedih," ujarnya sambil menahan sang isteri yang terus histeris mengusir acehkita.com dari kediaman mereka.

Tak henti-hentinya ibu korban mengeluarkan kata-kata makian, menumpahkan kekesalan terhadap pelaku bejat itu. "Kasian anak saya, dia sudah tidak punya masa depan lagi. Dia hanya jadi korban, anak saya tidak berbuat sejauh itu," kata MF. Matanya berkaca-kaca.

Saat hendak meninggalkan rumah MF, acehkita.com sempat berpas-pasan dengan EF. Gadis berusia 15 tahun ini langsung masuk ke dalam rumah yang sebagian masih berlantai tanah itu. "Itu anak saya yang jadi korban, dan dia tidak berbuat sejauh itu," tambah sang ayah.

Kehadiran EF di luar rumah membuat sang ibu kembali histeris. "Kenapa kamu keluar rumah?" bentak si ibu, yang masih saja tidak bisa menahan emosi.

Pihak kepolisian berjanji akan menuntaskan kasus memalukan di tengah upaya penegakan syariat Islam ini. Pada Jumat (6/7) lalu, polisi berhasil menangkap ISN, warga Keude Bieng, Kecamatan Lhoknga, yang menjadi salah seorang dari 13 “sutradara” video syur Lhoknga.

Polisi memperoleh identitas pelaku dari korban yang melaporkan kejadian itu kepada aparat kepolisian. Dari informasi awal itu, polisi kemudian menelusuri dan mengumpulkan informasi tentang komplotan pelaku. “Kita memperoleh tiga nama, salah satunya ISN ini,” kata Kapoltabes Komisaris Besar Zulkarnain Adinegara saat dihubungi acehkita.com.

Zulkarnain mengaku, polisi kesulitan dalam menangkap para pelaku yang telah melarikan diri. ISN sendiri sempat bersembunyi di Sabang. “Kelompok mereka sering meresahkan warga, makanya warga melaporkan ke polisi,” kata Zulkarnain. “Yang lain pada lari. Hingga sekarang kita belum mengetahui di mana mereka.”

Kapoltabes meminta mereka menyerahkan diri kepada aparat kepolisian. Sebab, polisi akan terus menguber mereka. ”Kalau lari terus, mereka serba tidak nyaman. Nanti ketangkap juga,” ujarnya.

Kendati sudah ditangkap polisi, ISN membantah terlibat dalam kasus pemaksaan sepasang kekasih berbuat mesum itu. Namun, berdasarkan informasi yang dikumpulkan polisi dari masyarakat dan korban, ISN termasuk salah seorang ”sutradara” film syur Lhoknga. ”Korban dan masyarakat menunjuk dia (pelakunya). Bahkan, dia yang membawa korban (setelah dipaksa mengulang adegan mesum) ke kepala desa di Lhoknga,” kata Zulkarnain.

Seorang warga Lhoknga, sebut saja namanya Muhammad, mengatakan, kejadian pemaksaan reka ulang itu terjadi sekitar empat bulan silam. Namun, video itu baru menyebar pada pertengahan Mei lalu. Lokasi "syuting" video yang bisa dikatagorikan pada kasus pelecehan seksual itu terjadi di krueng brok , sebuah lokasi wisata pantai dekat kuburan massal Lampu-uk.

Dia menyebutkan, sebenarnya kasus main hakim sendiri terhadap muda-mudi pelanggar syariat Islam sudah terjadi berulangkali di lokasi itu. Namun, baru kali ini modusnya dengan memaksa pengulangan adegan dan merekamnya. Sebelumnya, kata Muhammad, kekasih yang kepergok sedang memadu asmara dihukum. "Pernah dipukul sampai babak belur," kata Muhammad. "Ada juga yang disuruh berenang di kreung brok itu, sampai kapok," dia melanjutkan.

Kendati mengetahui lika-liku setiap kejadian main hakim sendiri itu, Muhammad mengaku tidak mengetahui siapa pelakunya. "Saya tidak tahu pasti. Tapi yang jelas, mereka memang sering mencari muda-mudi yang sedang pacaran," terangnya. "Biasanya kalau kedapatan, akan mereka hukum sendiri."

Muhammad sendiri sangat menyayangkan sikap main hakim sendiri para pemuda kampung tersebut. Seharusnya, kata dia, para muda-mudi yang diduga telah melakukan perbuatan mesum diserahkan kepada tetua kampung untuk diambil tindakan. "Atau, panggil orangtua mereka, suruh para orangtua yang menghukum," sebut pria ini. "Ini jelas-jelas memalukan."

Banyak pihak mengutuk kasus video pelecehan seksual itu. "Ini tindakan biadab. Kalau memang mereka bersalah, ya serahkan saja kepada pihak berwajib,” katanya. [a]

Laporan: Dara
Published on: ACEHKINI, August 2007

Minggu, Juni 13, 2010

Kontroversi Selembar Rok

Oleh FAKHRURRADZIE GADE

PEREMPUAN paruh baya itu terlibat adu mulut dengan seorang petugas Polisi Syariah (Wilayatul Hisbah/WH). Berkali-kali ia menolak mendengar omongan petugas WH. Ia juga menolak menyerahkan kartu identitas kepada petugas. "Saya bukan teroris," kata Ima, perempuan berusia 40 tahun, itu.

Ia berlalu menuju sepeda motor yang diparkir di dekat mobil patroli petugas. Sambil menyalakan mesin motornya, Ima kembali mengabaikan petugas WH yang menghampirinya untuk meminta Ima agar membubuhkan tandatangan di atas surat pernyataan.

"Saya tidak mau, saya bukan teroris," Ima kembali bersuara lantang. "Saya sudah mengenakan pakaian yang tidak menyerupai laki-laki," ia bersikeras.

Ima terjebak razia busana muslimah yang digelar petugas polisi syariah di Desa Drien Ramphak, Kecamatan Arongan Lambalek, kecamatan yang berada di perbatasan Kabupaten Aceh Barat dengan Aceh Jaya.

Ima dalam perjalanan dari Calang, Aceh Jaya, ke Meulaboh, ibukota Aceh Barat, untuk menjumpai kerabatnya. Siang itu (Selasa/25/5), Ima mengenakan baju panjang selutut berwarna merah muda. Di luarnya, ia masih mengenakan jaket bergaris-garis. Baju itu dipadukan dengan celana panjang hitam. Ujung kaki celana terlihat agak longgar.

Petugas tetap saja ngotot bahwa Ima melanggar Qanun 11/2002 tentang Aqidah, Ibadah, dan Syiar Islam. "Baju yang ibu pakai ketat," kata Abdul Razal, komandan operasi Wilayatul Hisbah Aceh Barat.

"Saya tidak pakai baju ketat," Ima membela diri. "Saya kan tidak memakai baju yang memperlihatkan lekuk tubuh."

Abdul Razak terus menasehati Ima agar di kemudian hari memakai busana yang sesuai dengan syariat Islam.

Belakangan ini, petugas Wilayatul Hisbah menggencarkan razia busana muslimah menyusul kebijakan Bupati Aceh Barat yang melarang perempuan memakai celana ketat. Kebijakan itu diwacanakan Bupati Ramli Mansur sejak akhir 2009 lalu.

Pekan lalu, Pemerintah Aceh Barat telah melakukan uji publik terhadap peraturan gubernur tentang busana muslim bagi warga Aceh Barat ini. Bahkan, Bupati Ramli Mansur mengaku sudah mempersiapkan lebih dari seribu rok yang akan dibagi-bagikan kepada warga yang terjebak razia, yang mengenakan celana ketat.

Ima menilai kebijakan bupati ini nyeleneh. "Agama seseorang itu di sini, di hati, bukan di busana," kata Ima. "Bersihkan dulu hati, setelah hati suci, busana akan mudah diubah. Menegakkan aturan agama Islam yang lain juga akan gampang," lanjutnya.

Ima mengharapkan agar penerapan syariat Islam tidak parsial, tapi harus menyeluruh. "Jangan hanya pada busana. Kita tidak bisa menilai orang dari pakaian yang dipakai. Bisa saja orang memakai baju kurung setelah berbuat maksiat," kata dia.

Berbeda dengan Ima, Nur Hayati malah mendukung langkah bupati. "Celana bagi perempuan itu haram hukumnya," kata Nur Hayati. "Rok merupakan pakaian bagi kita, muslimah Aceh," kata Nur Hayati.

Pun begitu, ia juga mengharapkan agar pemerintah tidak hanya mengurus persoalan pakaian warganya. "Perkuat juga lembaga pendidikan agama, biar orang tidak korupsi dan menipu," ujarnya.

Kebijakan Bupati Ramli juga berdampak pada omset para penjual pakaian di Meulaboh, ibukota Aceh Barat. Kamaruzzaman, seorang pedagang di Meulaboh, menyebutkan bahwa permintaan celana jeans bagi perempuan menurun drastis, hingga 75 persen.

Kamaruzzaman mengaku lebih mudah memasarkan baju longgar atau semisal gamis, dan rok. "Permintaan banyak baju gamis," kata Kamaruzzaman.

Saat bertandang ke toko milik Kamaruzzaman, hanyaa terlihat beberapa potong celana jeans perempuan yang dipajang. "Ini untuk stok saja, siapa tahu ada yang minta nanti. Kan warga Meulaboh bukan semuanya beragama Islam. Ada juga non-muslim yang beretnis China," kata Kamaruzzaman.

Kamaruzzaman kini kesulitan dalam memasarkan stok celana jeans. Beberapa waktu lalu, ia terpaksa harus menjual celana panjang tersisa dengan harga miring. “Asal habis barang saja,” ujarnya.

Kamaruzzaman melihat ada sisi positif dari kebijakan Bupati ini. "Sebagai lelaki normal, saya kadang terganggu dan risih melihat perempuan mengenakan celana panjang ketat, apalagi pakai celana legging, yang bahannya sangat tipis," kata dia. []

Senin, Juni 07, 2010

Founder of Aceh's separatist rebel movement dies

By FAKHRURRADZIE GADE
Associated Press

BANDA ACEH, Indonesia – The founder of Aceh's separatist movement, Teungku Hasan Muhammad di Tiro, died Thursday at a hospital where he was being treated for a failing heart, leukemia, and a lung infection. He was 84.

Di Tiro died from multiple organ failure after 11 days at the Zainoel Abidin hospital in Aceh's provincial capital Banda Aceh, said Andalas, one of his doctors who goes by a single name. The former leader of the now-dissolved Free Aceh Movement passed away just one day after the government restored his Indonesian citizenship, which had been revoked because of his independence struggle in exile.

In Jakarta, President Susilo Bambang Yudhoyono offered his "deepest condolence" and pray to the family.

"Thank God, he is be buried in Indonesia as an Indonesian citizen," Yudhoyono told a news conference. "This marks the peaceful and dignified end of Aceh conflict."

Aceh, an oil-and-gas-rich province of 4 million people on the northern tip of Sumatra island, experienced almost constant warfare for more than 140 years, with at least 15,000 people killed in the last round of fighting.

Di Tiro left Aceh soon after civil war began in 1976. He returned in 2008, after leading the rebel movement from Sweden for three decades and becoming a Swedish national.

A memorial service was led by Aceh Governor Irwandi Yusuf in Mireue village, about 19 miles (30 kilometers) outside Banda Aceh.

About 1,000 supporters and former rebels prayed over his body, which was wrapped in white sheets. They chanted "Allah Akbar," or "God is great," as many cried.

Yusuf, a former rebel spokesman and military strategist of the group's armed wing, said di Tiro was proud of the peace Aceh now enjoys.

"He once told me that such peaceful condition was the ultimate goal of his struggle," he said.

Yusuf announced a week of mourning in the province, during which the national red-and-white flags will be flown at half-staff.

"He was a great fighter ... We are very proud of him," said former rebel Khairuddin, who like many Indonesians uses only one name.

Efforts to end the civil war gained momentum after a massive earthquake and tsunami struck on Dec. 26, 2004, which left at least 167,000 people dead or missing and a half million others homeless in the province.

As part of a 2005 peace deal, the rebels gave up their long-held demand for independence and handed over all of their weapons, while the government allowed them to participate in local politics.

Di Tiro is the grandson of resistance leader Cik di Tiro, a national hero killed in combat against occupying Dutch troops in 1891. He is survived by a son from his American wife.

Ailing rebel leader obtains Indonesian citizenship

By FAKHRURRADZIE GADE
Associated Press Writer

BANDA ACEH, Indonesia - Indonesia restored the citizenship of an ailing founder of Aceh's separatist rebel movement on Wednesday after three decades of exile and a civil war in which thousands died.

Hasan di Tiro, 84, who returned home in 2008, has been hospitalized since last month in Aceh's provincial capital, Banda Aceh, with a failing heart and a lung infection.Security Minister Djoko Suyanto visited the hospital Wednesday to announce the restoration and present a letter of citizenship to di Tiro's relatives.

"This is initiated by the government and the local figures of Aceh," Suyanto said, "We want to do the best for a well-loved figure of the Acehnese."

Supporters, local leaders and former rebels who had gathered at the hospital cheered the announcement.

Di Tiro's condition has deteriorated in recent days, hospital doctor Fachrul Jamal said.

The former rebel leader left Aceh soon after the 1976 civil war began and led the now-dissolved separatist group known as GAM from exile in Sweden. Indonesia revoked his citizenship and he became a Swedish national.

Aceh, an oil- and gas-rich province of 4 million people on Sumatra island's northern tip, had experienced almost constant warfare for more than 140 years, with at least 15,000 people killed in the last round of fighting.

Efforts to end the civil war gained momentum after a massive earthquake and tsunami struck on Dec. 26, 2004, leaving at least 156,000 of the province's people dead or missing and a half million others homeless.

As part of a 2005 peace deal, the rebels gave up their long-held demand for independence and handed over all of their weapons. In exchange, the government allowed them to participate in local politics.

Di Tiro is the grandson of resistance leader Cik di Tiro, a national hero who was killed in combat against occupying Dutch troops in 1891.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Web Hosting