Rabu, September 21, 2005

Hipnotis

Sewaktu di Tosari, mau naik bus 213 jurusan Kampung Melayu-Grogol, aku sudah sedikit was-was dengan kabar yang kudengar tentang maraknya perampokan di bus ini. Makanya, aku begitu ketat menjaga diri, termasuk semua barang bawaanku.

Sepanjang perjalanan, aku selalu terbayang dengan perasaan khawatir jika di tengah perjalanan, si Kampak Merah, naik dan menghentikan bus. Bawaanku termasuk banyak, karena ada bawaan laptop. Alhamdulillah, hingga aku turun di bawah fly over Slipi, tidak ada kejadian seperti yang kukhawatirkan.

Aku lantas mencari mikrolet 09, jurusan Tanah Abang-Kebayoran Lama. Penumpang penuh mengisi mikrolet (komilet) warna biru muda. Ada dua perempuan duduk di dekat supir. Satu lagi, siswi SMU duduk di sampingku. Selebihnya, pria yang sudah berumur.

Selepas pasar Palmerah, Jakarta Selatan, seorang penumpang yang duduk paling ujung dekatku, membagi-bagikan brosur warna merah jambu. Di sana tertulis pengobatan tradisional yang terletak di Jalan Juanda Gg Salmin RT 001/01 No 7 atau di samping PT Sandratex Desa Kelurahan Rempoa Kecamatan Ciputat, 15412.

Begitu alamat yang tertera di brosur yang dibagikan itu. Pria paruh baya yang memakai baju oblong motif bunga-bunga, lalu bertindak layaknya penjual obat. Dia memegang lututku, setelah sebelumnya memegang kaki dua penumpang lainnya. Satu penumpang diremas-remas di betisnya, layaknya sedang diobati. Si penumpang yang sedang "diobati" itu enjoy saja.

Tak lama setelah itu, si pembagi brosur turun. Aku sebenarnya tidak terlalu hirau dengan aksi penjual obat itu. Aku malah sibuk memperhatikan beberapa penjual di sepanjang jalan yang kami lalui. Namun, tiba-tiba, si penumpang yang "diobati" tadi, mengeluh: HP-nya hilang, selepas di"obati.

"Dihipnotis tadi," kata seorang penumpang berbaju putih. Dia sebelumnya juga diobati pembagi brosur.

Kami semua seakan baru sadar, jika tidak melihat aksi apa pun saat pria itu memijat-mijat kaki penumpang berbadan tambun itu.

"Cepat susul, sebelum dia jauh," kata pria yang duduk di depanku. Dia tadi memberikan brosur kepadaku, setelah dia membaca sekilas. Aku memang tidak diberikan brosur, karena memang sama sekali tidak memperhatikan pemberi brosur. Aku sibuk melihat si supir mengakali laju angkot menembus jalanan yang macet.

Si korban kemudian turun. Dengan lemah gemulai, dia menyusuri jalanan, mencari si pembagi brosur, yang entah ke mana.

Aku kemudian tercenung menyaksikan kasus ini. Aku kembali meraba kantong celanaku, di mana HPku kusimpan. Sebelumnya, aku mengeluarkan HP satu lagi, untuk membaca pesan yang nangkring. Setelah itu, HP putih punyaku itu kumasukkan ke dalam tas, karena menaruhnya kembali di saku celana, ribet.

Si pembagi brosur, membagikan kertas itu, beberapa saat setelah aku mengeluarkan HP dan membaca pesan. Dia seperti orang tanggap, kalau memang dia yang mengambil HP penumpang yang satu itu. Semoga, tidak ada hubungannya dengan tindakanku yang mengeluarkan HP.

Ini merupakan pengalaman pertama bagiku, setelah setahun berada di Jakarta. Setiap aku bepergian, selalu kuberdoa, semoga marabahaya menghindariku.

Kebayoran Lama, 21 September 2005.

Kamis, September 15, 2005

Arogansi Kekuasaan

Mogok kerja puluhan karyawan dan wartawan Situs dan Majalah acehkita memang tidak bisa dihindari. Para pekerja menuntut adanya transparansi keuangan dan manajemen di Yayasan Acehkita, setelah sebelumnya mereka menduga ada yang tidak benar dengan aliran dana kemanusiaan yang selama ii dikelola Yayasan, melalui unit Rumohkita.

Atas adanya dugaan ini, para pekerja meminta pihak Yayasan memberhentikan salah seorang pengurus yayasan yang lazim disebut board, melalui sejumlah petisi yang dikirim. Namun, alih-alih memberhentikan salah seorang board itu, pihak Yayasan malah meminta Dandhy Dwi Laksono mundur dari jabatannya sebagai pemimpin redaksi. Jika tidak mau mundur, maka Yayasan akan memberhentikan yang bersangkutan. Dandhy memilih diberhentikan, ketimbang mundur dari media yang dibidaninya itu.

Juga, para pekerja yang menandatangani petisi diberi dua pilihan: mundur atau tetap bekerja di Yayasan. Tentu saja, para pekerja yang tergabung dalam Serikat Pekerja Acehkita (SEPAK) tidak menerima kedua opsi yang diberikan board itu. Mereka memilih untuk melakukan aksi mogok kerja, sebagai wujud protes terhadap board.

Nah, aksi mogok kerja ini direspons board dengan menutup kantor acehkita. Penutupan ini sendiri, diliput banyak media.

Sangat disayangkan, di saat banyak kejadian yang perlu diberitakan memasuki masa damai di Aceh, media yang khusus memberitakan Aceh ini malah absen. Tentu, apa yang dipilih pekerja di acehkita, sudah memperhitungkan segala konsekuensinya, termasuk tidak bisa melayani pembaca setianya.

Namun, perlu dipahami adalah, para pekerja di media ini tidak bisa bekerja di bawah masalah besar yang sedang dihadapi. Apalagi, di bawah ancaman dua opsi yang disodorkan board itu. Para pekerja tidak akan mundur dan bekerja kembali. Mereka memilih mogok kerja.

Jika Yayasan tidak bisa menerima sikap yang diambil pekerja ini, mereka bisa memecat. Inilah yang sedang ditunggu para pekerja: ketimbang bekerja di bawah manajemen yang tidak transparan.

Saya termasuk salah seorang pekerja yang tidak akan mundur, dan juga tidak akan mengajukan pernyataan kesediaan untuk kembali bekerja di acehkita, sebelum tuntutan yang saya ajukan dipenuhi. Jika salah seorang board yang saya minta dipecat itu, mundur, maka saya akan memikirkan kembali untuk bergabung dalam media yang sangat saya cintai ini.

Jakarta, 15 September 2005

WARTAWAN ACEHKITA DIUSIR


Para wartawan dan staf redaksi situs dan majalah acehkita diusir dari kantor di Jalan Bojonegoro, 16, Menteng, Jakarta Pusat oleh para pengelola Yayasan Acehkita, Rabu, 13 September 2005. Surat pengusiran ditandatangani oleh Otto Syamsuddin Ishak dan Debra Yatim, menyusul aksi mogok yang dilakukan para wartawan dan staf redaksi yang mempermasalahkan transparansi manajemen keuangan. Selain kedua nama di atas, para pengelola yayasan adalah Todung Mulya Lubis, Binny Buchori dan Smita Notosusanto.

acehkita.com

Rabu, September 07, 2005

Pilek

Sudah tiga hari ini saya pilek. Badan panas, dan sering ingusan. Tapi, alhamdulillah, saya masih bisa bekerja seperti hari-hari sebelumnya.

Saat menulis blog ini, masih sering bersin, pertanda pilek belum sembuh. Tapi, saya yakin, insya Allah, akan segera sembuh.

Jakarta, 7 September 2005

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Web Hosting