Minggu, Juli 17, 2005

GAM Akui Capai Kesepakatan soal Partai Lokal

Laporan: Fakhrurradzie – Jakarta

Aceh Interaktif - Jakarta. Gerakan Aceh Merdeka (GAM) mengatakan sudah mencapai sebuah persetujuan yang disebut dengan principle agreement, dengan Pemerintah Indonesia tentang pembentukan partai lokal di Aceh. Sementara perunding Indonesia juga mengatakan pemerintah dapat saja mengizinkan berdirinya parpol lokal selama partai itu dapat menaati aturan hukum yang berlaku.

“Kami telah mencapai titik kompromi… Kami telah setuju draf perjanjian damai dan telah dikirim ke Jakarta untuk disetujui,” kata penasehat politik GAM Damien Kingsbury kepada AFP. “Jika telah diratifikasi Jakarta, maka deal akan diketahui besok (hari ini –red.).”

Juru Bicara GAM Bakhtiar Abdullah mengatakan, saat ini Jakarta sedang mempelajari tentang kondisi dan waktu pembentukan lokal. Jika Jakarta menyetujui partai lokal ini, kata Bakhtiar Abdullah, akan mempunyai jalan untuk menyepakati perjanjian untuk menciptakan perdamaian di Aceh.

Namun, dia menambahkan, detil-detil prinsip persetujuan masih bersifat rahasia. Tapi, itu mencerminkan pada demokrasi sejati antara GAM dan RI untuk mencari solusi yang bisa diterima dan dilaksanakan dalam pembentukan partai lokal yang menjadi isu krusial dalam perundingan putaran kelima ini.

“Sekarang kami percaya, bahwa Jakarta akan menerima proposal yang telah dicapai antara delegasi GAM dan RI,” kata Juru Bicara GAM Bakhtiar Abdullah, dalam pernyataan pers yang diterima acehkita, Minggu (17/7).

Bakhtiar Abdullah berharap, kedua belah pihak bisa segera menandatangani kesepakatan-kesepakatan yang telah dicapai dalam perundingan yang sudah berlangsung lima putaran ini. “Kami berharap sekarang bisa menandatangani perjanjian ini dan dengan bantuan pemantauan Uni Eropa dan masyarakat Internasional, untuk memberikan perdamaian di Aceh.”

Informasi yang diperoleh acehkita, Jakarta hanya menyetujui pembentukan partai politik lokal bagi GAM, selama 18 bulan.

Ketua Delegasi Perunding Indonesia, Hamid Awaluddin, mengatakan, kedua belah pihak sudah mempunyai semacam kesepahaman bersama. “Tapi, biar pun kami tidak dalam posisi untuk mendiskusikan itu sekarang,” kata Hamid yang juga Menteri Hukum dan HAM kepada AFP, Sabtu (16/7).

Hamid menambahkan, kedua belah pihak akan mengakhiri diskusi mereka pada Minggu pagi, sebelum perundingan yang dimulai pada Selasa itu, secara resmi berakhir “Kami optimis, (kami bisa) mencapai hasil besok. Itu artinya kami tidak akan kembali… sampai kami menandatangani perjanjian pada Agustus,” tambah Hamid.

Perundingan damai di Helsinki digelar sejak Januari 2005, setelah provinsi di ujung barat Pulau Sumatera itu dilumpuhkan oleh tsunami yang merenggut nyawa 131.000 jiwa lebih. Indonesia dan GAM sepakat untuk mengakhiri konflik bersenjata yang telah berlangsung selama 30 tahun dan mengambil korban 15 ribu jiwa itu.

Pembicaraan damai yang difasilitasi Crisis Management Initiative ini sudah berlangsung selama lima putaran, yang bersifat informal. Putaran kelima yang dimulai sejak Selasa lalu, akan berakhir hari ini. Bekas Presiden Finlandia Martti Ahtisaari, ketua CMI dan juga mediator, akan menggelar jumpa pers di Departemen Komunikasi dan Kebudayaan Kementrian Luar Negeri Finlandia, pada pukul 15.00 waktu Finlandia. [aceh interaktif]

Sabtu, Juli 16, 2005

GAM Minta RI Perjelas Komitmen Soal Partai Lokal

Reporter: Fakhrurradzie - Jakarta

Aceh Interaktif - Jakarta. Gerakan Aceh Merdeka meminta Pemerintah Indonesia memperjelas komitmen mereka soal partai politik lokal, yang dituntut dalam perundingan Helsinki yang akan berakhir 17 Juli nanti.

“GAM menemukan bahwa ada pernyataan delegasi Indonesia untuk membentuk partai politik di Aceh, tapi menjadi berbeda saat pemaparan proposal tertulis,” kata Juru Bicara GAM Bakhtiar Abdullah dalam siaran pers yang diterima Aceh Interaktif, Jum’at (15/7) malam. “Waktu main-main sudah usai. Apakah mereka mendukung demokrasi dan menginginkan perdamaian atau tidak. Mereka tidak berada di tengah-tengah perdamaian dan demokrasi.”

Juru Bicara GAM di pengasingan itu mengakui bahwa delegasi Indonesia telah mulai membicarakan proses politik yang terbuka di Aceh. Namun, kata Bakhtiar, mereka masih belum jelas mengenai pembentukan partai lokal, sebagaimana tuntutan GAM.

“Tapi saat mencapai pada masalah partai politik lokal, mereka masih saja mengatakan bahwa mereka akan mencari kemungkinan,” kata dia.

Karenanya, dia meminta Indonesia bersikap jujur dalam masalah ini. “Jika pemerintah Indonesia jujurr, mesti jelas dan bahasa yang pasti. Jika tidak, GAM tidak bisa mempercayai bahwa proposal yang diajukan Indonesia jujur. Dan itu harus ditolak,” tegasnya. “Semua proses perdamaian tergantung pada poin ini (partai lokal).”

Bakhtiar melanjutkan, setelah lima bulan berunding, hampir mencapai proses penandatanganan perjanjian. “Kami sekarang hampir pada poin di mana kami bisa menandatangani perjanjian untuk mengakhiri konflik,” sebut Bakhtiar. Jika ini bisa dilakukan, sebut dia, maka proses rekonstruksi Aceh pascatsunami akan berjalan lancar. “Juga untuk memfasilitasi pembangunan negeri kami di masa depan,” kata Bakhtiar.

Kecewa
Sebelumnya, Bakhtiar menyatakan kekecewaan GAM terhadap pernyataan yang dikeluarkan Hamid Awaluddin, ketua delegasi Indonesia. Menurutnya, dalam sebuah konferensi pers, Hamid mengatakan, tawaran untuk membentuk partai lokal terpulang kepada Pemerintah Indonesia untuk membicarakan dengan partai-partai di Jakarta, mengenai rencana membentuk sebuah struktur nasional buat GAM berkiprah dalam sebuah partai nasional.

“Jawaban terhadap masalah partai politik untuk Aceh, bukanlah urusan Pemerintah Indonesia untuk menawarkan suatu janji yang menggiurkan bagi GAM dengan mengenyampingkan peluang munculnya partai-partai lain,” ujarnya. “Perundingan damai ini bukanlah untuk menjamin GAM mendapatkan kekuasan di Aceh, melainkan tentang pengenalan demokrasi yang sesungguhnya kepada Aceh.”

Gerakan yang sudah tigapuluh tahun berusaha memisahkan Aceh dari Indonesia ini, juga menolak tawaran Indonesia bahwa anggota GAM akan diakomodir hak politiknya dalam partai-partai nasional. “Itu paling banter bersifat sementara,” ujar Bakhtiar. “GAM tidak akan mundur dari tekadnya untuk mewujudkan prinsip-prinsip demokrasi seutuhnya bagi kehadiran dan kesertaan perwakilan yang tak terhalangi, termasuk pembentukan partau politik lokal.”

Deadlock
Sementara itu, kantor berita The Associated Press memberitakan perundingan pada Jum’at sempat deadlock. Pasalnya, GAM menolak tawaran Pemerintah Indonesia yang memberikan batasan pada keikutsertaan mereka dalam pemilihan di tingkat provinsi.

“Kalau GAM setuju pada pengaturan ini, itu artinya GAM menerima pemberian hak-hak istimewa yang takkan terwujud pada sektor perpolitikan masyarakat Aceh. Karena itu, GAM menolak rancangan ini,” tegasnya.

Sumber acehkita di Helsinki juga menyatakan sempat terjadi deadlock, karena GAM menolak proposal Indonesia tentang partai politik lokal. “RI minta waktu untuk membahasnya,” kata sumber yang dihubungi situs ini. Namun, perundingan kemudian dilanjutkan kembali. [aceh interaktif]

Kamis, Juli 14, 2005

GAM-RI Masih Berdebat Masalah Partai Politik Lokal

Reporter: A.S.& Fakhrurradzie MG - Jakarta

Aceh Interaktif - Jakarta. Kendati pemerintah Indonesia menolak tuntutan partai politik lokal, dalam perundingan hari ketiga, Gerakan Aceh Merdeka (GAM) masih tetap menuntut diberikan hak untuk mendirikan partai politik lokal di Aceh. Terjadi perdebatan alot mengenai masalah ini.

“Masih terjadi perdebatan mengenai partai politik lokal. Mengenai ini, belum ada langkah maju dari Indonesia,” kata sumber Aceh Interaktif di kalangan GAM di sela-sela rehat perundingan, Kamis (14/7).

Dia mengatakan, GAM sudah memberikan konsesi dan langkah yang luar biasa dalam perundingan untuk mengakhiri konflik menahun di daerah yang baru saja dilanda musiban gempa dan tsunami. “Sekarang bola di tangan Indonesia. Jika perundingan gagal, maka Indonesia jadi penyebabnya,” kata sumber tadi.

Dalam perundingan ini, sebut dia, pihak Crisis Management Initiative (CMI), selaku mediator, menyiapkan Memorandum of Understanding (MoU) tentang apa yang sudah disepahami kedua belah pihak saat perundingan putaran II, III, dan IV. Namun, “belum ada kesepakatan apa pun yang dihasilkan,” kata sumber itu.

Dia juga membantah anggapan bahwa GAM telah menerima otonomi khusus. “Tidak benar GAM menerima otonomi,” ujar sumber itu. “Self government yang diajukan GAM memang bukan merdeka. Ada hal-hal yang masih diatur Indonesia, seperti masalah keamanan eksternal, moneter, dan luar negeri.”

Dukung Pemerintah
Sementara itu, Ketua MPR, Hidayat Nurwahid mendukung sikap pemerintah yang tidak akan mengakomodir keinginan GAM untuk membuat partai politik lokal di Nanggroe Aceh Darussalam.

Menurutnya, otonomi khusus di Aceh sebaiknya lebih dimaksimalkan. “Kalau partai politik lokal itu ada nanti yang minta bukan hanya Aceh, tapi juga daerah-daerah lainnya,” ujar Nurwahid kepada wartawan di Jakarta, Kamis (14/7).

Dia juga menambahkan, partai politik sudah sepakat dan siap mencalonkan atau mendukung bekas anggota GAM dalam pemilihan kepala daerah. Hal lainnya yang harus dilakukan GAM adalah mengganti nama.

“Kalau GAM sudah mengakui Indonesia dan tidak lagi menuntut kemerdekaan, mereka akan terlibat pemilihan kepala daerah, tentunya tidak memakai nama GAM. Tetapi mengganti namanya dengan Gerakan Aceh Membangun, Gerakan Aceh Maju atau Gerakan Aceh Mensejahterakan,” papar bekas Presiden Partai Keadilan Sejahtera itu. [aceh interaktif]

Tuntut Partai Lokal, GAM Minta RI Ubah UU Partai Politik

Laporan: Fakhrurradzie MG - Jakarta

Aceh Interaktif - Jakarta. Gerakan Aceh Merdeka (GAM) tetap menuntut partai politik lokal dalam perundingan dengan Pemerintah Indonesia yang sedang berlangsung di Helsinki. Untuk itu, GAM meminta Indonesia untuk merubah UU No 32/2002 tentang Partai Politik.

“GAM menuntut partai politik lokal dengan maksud untuk mengakhiri konflik yang dapat mengancam negara,” kata Jurubicara GAM di Swedia, Bakhtiar Abdullah, dalam siaran pers yang diterima Aceh Interaktif, Rabu (13/7).

Bakhtiar juga menyindir Pemerintah Indonesia yang mengaku demokratis. “Tapi masih membatasi partai politik dengan mendesak mereka bermarkas di Jakarta, mempunyai perwakilan di setengah jumlah provinsi yang ada di Indonesia dan setengah dari setiap kabupaten yang ada di provinsi tersebut,” ujar Bakhtiar.

Menurut dia, demokrasi tidak membatasi formasi partai politik yang ada. Pembatasan itu, sebut dia, menandakan bahwa partai politik di Indonesia masih dikontrol oleh Jakarta. “Kami menolak itu, sebab kontrol dari pusat yang tidak dan tak mampu mencerminkan keinginan masyarakat Aceh,” tegasnya.

Karena itu, GAM meminta Indonesia merubah Undang-Undang No 31 tahun 2002 tentang Partai Politik. “Itu untuk menghilangkan pembatasan-pembatasan,” lanjut Bakhtiar Abdullah.

Jurubicara GAM ini juga menolak klaim yang tidak beralasan dari beberapa politisi Jakarta, bahwa mengabulkan permintaan GAM tentang partai politik lokal bisa membahayakan negara. “Seperti ada keberatan tentang perundingan Helsinki, ini juga sama sekali tidak beralasan,” kata dia, sembari mengatakan, tuntutan GAM untuk membentuk partai politik lokal di Aceh untuk mengakhiri konflik politik yang membahayakan kedaulatan negara.

Sebelumnya, Aceh Interaktif memberitakan, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Widodo AS menegaskan, pemerintah tidak akan mengakomodir keinginan pihak Gerakan Aceh Merdeka untuk mendirikan partai politik lokal di Nanggroe Aceh Darussalam.

“Dalam UUD 1945 tidak dikenal partai lokal, yang ada adalah partai politik nasional,” kata Widodo AS seusai bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (13/7). [aceh interaktif]

Rabu, Juli 13, 2005

RI-GAM Diskusikan Draf Perjanjian

Laporan: Fakhrurradzie MG - Jakarta

Aceh Interaktif - Jakarta. Pada hari kedua perundingan damai di Helsinki, delegasi Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) mendiskusikan draf perjanjian yang telah dicapai dalam perundingan kelima ini.

“Presiden Ahitsaari dan CMI telah menyiapkan draf perjanjian, dokumen awal untuk perjanjian damai yang didasari pada poin-poin atas apa yang dicapai dan disepahami dalam perundingan terakhir,” tulis Crisis Management Initiative (CMI), fasilitator perundingan, dalam situsnya, Rabu (13/7).

Namun, CMI sama sekali tidak menjelaskan kesepakatan apa yang telah disepahami kedua belah pihak dalam perundingan lanjutan ini.

Dalam perundingan yang berlangsung di Konigstedt Manor di Vantaa, pinggiran Helsinki itu, GAM tetap menuntut pemerintahan sendiri dan proses pemilihan melalui partai lokal. Bakhtiar Abdullah mengatakan, GAM telah berkompromi dengan tidak mengajukan opsi merdeka dalam perundingan Helsinki ini.

Kendati demikian, kata Bakhtiar, tidak berarti GAM telah menerima status quo yang dinamakan dengan otonomi khusus. “Karena itu, kenapa kami menawarkan titik kompromi dengan tuntutan pemerintahan sendiri sebagai jalan untuk menyelesaikan konflik Aceh,” kata Bakhtiar. [aceh interaktif]

GAM Tetap Menolak Otonomi Khusus

Laporan: Fakhrurradzie MG - Jakarta

Aceh Interaktif - Jakarta. Gerakan Aceh Merdeka (GAM) saat ini sedang menyusun materi sebagai persetujuan akhir untuk mengakhiri konflik bersenjata di Nanggroe Aceh Darussalam. Dalam perundingan ini, GAM menyatakan tetap menuntut pemerintahan sendiri dan menolak otonomi khusus.

Jurubicara GAM di Swedia, Bakhtiar Abdullah, mengatakan GAM menyetujui konsep pemerintahan sendiri dalam kerangka Republik Indonesia. “Ini dikategorikan menolak status otonomi khusus, yang telah melahirkan pertumpahan darah, korupsi, dan penolakan terhadap hak dasar rakyat Aceh untuk menentukan nasib sendiri,” kata Bakhtiar Abdullah dalam rilis yang diterima Aceh Interaktif. “GAM mengklarifikasi ketidakakuratan laporan bahwa telah menerima otonomi khusus.”

Berbicara di Konigstedt, dekat Helsinki, Bakhtiar Abdullah mengatakan, GAM telah berkompromi dengan tidak mengajukan opsi merdeka dalam perundingan Helsinki ini. Kendati demikian, kata Bakhtiar, tidak berarti GAM telah menerima status quo yang dinamakan dengan otonomi khusus. “Karena itu, kenapa kami menawarkan titik kompromi dengan tuntutan pemerintahan sendiri sebagai jalan untuk menyelesaikan konflik Aceh,” kata Bakhtiar.

GAM, kata Bakhtiar, telah melakukan kompromi yang besar dalam perundingan untuk mewujudkan damai di Aceh. Karena itu, tambah Bakhtiar, GAM ingin melihat langkah kompromi yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam menyelesaikan konflik Aceh secara menyeluruh pascatsunami. Bakhtiar meminta pemerintah Indonesia untuk menunjukkan hasrat untuk menciptakan damai dengan menerima pemerintahan sendiri dan partai lokal.

“Apa yang kami ajukan tidak lebih dari hak dasar demokrasi. Di bawah prinsip-prinsip yang dinikmati rakyat di negara demokratis di seluruh dunia. Tidak ada pembatasan tentang siapa yang berhak untuk membuat partai politik, siapa saja yang terlibat di dalamnya dan berapa orang yang menjadi anggota, untuk mendirikan partai,” katanya.

Bakhtiar Abdullah mengatakan, GAM meminta pemerintah Indonesia untuk melanjutkan proses reformasi politik dan juga menyadari demokrasi yang benar untuk mengakhiri konflik Aceh. “Dan untuk melanjutkan proses rekonstruksi terhadap Aceh,” lanjutnya. [aceh interaktif]

Komando Pusat GAM Masih Tunggu Hasil Perundingan

Reporter: Fakhrurradzie MG - Jakarta

Aceh Interaktif – Jakarta. Komando Pusat di Tiro Gerakan Aceh Merdeka menyatakan masih mendukung hasil konkret perundingan Helsinki putaran V, yang sedang berlangsung sejak kemarin hingga 17 Juli mendatang.

“Kita masih menunggu hasil yang pasti,” kata Jurubicara Militer Komando Pusat di Tiro, Teungku Sofyan Dawod, saat dihubungi situs ini Rabu (13/7).

Kendati demikian, Sofyan Dawod memastikan, pihaknya akan tetap mendukung sepenuhnya apa pun hasil yang dicapai dalam perundingan itu. “Terserah hasil dan kesepakatan yang diambil pimpinan,” kata dia, sembari menegaskan, prajurit di lapangan akan tetap komit dengan keputusan yang diambil pimpinan GAM di Swedia.

Tindakan itu diambil, kata Sofyan, untuk memberikan kesempatan kepada semua pihak yang sedang mengupayakan proses rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh setelah dihumbalang tsunami akhir tahun lalu. “Kami mundur (dari tuntutan merdeka) demi kebebasan seluruh elemen di Aceh. Ini untuk memberikan keleluasan kepada pihak internasional dan semua elemen yang terlibat untuk membangun Aceh setelah musibah,” ujar Sofyan Dawod yang juga Panglima GAM wilayah Pasee ini. “Supaya TNI dan GAM tidak menggunakan senjata dalam masa rekonstruksi.”

Menurut dia, dalam perundingan Helsinki yang sedang berlangsung ini, GAM tetap meminta partai lokal dan pemerintahan sendiri. Dengan pemerintahan sendiri ini, kata Sofyan, nantinya rakyat Aceh bisa menentukan nasib sendiri dalam kerangka Indonesia. Dia juga mengatakan, dalam perundingan itu, GAM sama sekali tidak menuntut merdeka. “Namun tidak juga dalam bentuk otonomi khusus. Tapi pemerintahan sendiri dalam Indonesia. Jadi bukan bagian dari otonomi,” tegasnya.

Saat ditanya tentang reaksinya atas keputusan Indonesia menolak partai lokal, Sofyan berujar diplomatis. “Kita berharap dunia internasional yang terlibat dalam perundingan ini, untuk mengambil tindakan tegas jika perundingan gagal,” kata dia.

GAM wilayah Aceh Rayeuek juga menyatakan dukungan terhadap segala keputusan yang diambil di Helsinki. “Kalau kebijakan politik, tergantung dari pimpinan. Kami dukung dan laksanakan setiap komando dari pusat,” kata Jurubicara GAM Aceh Rayeuek, Teungku Muchsalmina. [aceh interaktif]

Selasa, Juli 12, 2005

Dukungan Tiga Persen bagi Calon Independen Dinilai tidak Realistis

Laporan: Fakhrurradzie MG - Jakarta

Aceh Interaktif - Jakarta. Calon independen atau non-partai yang ingin maju dalam pemilihan kepala daerah di Aceh akan terganjal. Pasalnya, mereka harus mendulang dukungan tiga persen dari total pemilih Aceh. Namun, angka itu dinilai sama sekali tidak masuk akal.

“Saya tidak setuju tiga persen. Kalau dua masih bisa diterima,” kata Ahmad Farhan Hamid, Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), kemarin.

Farhan juga menyesalkan sikap gubernur Aceh yang meminta Qanun No 2 untuk dikoreksi Menteri Dalam Negeri. Tindakan ini, bisa menghambat proses pemilihan kepala daerah yang menurut rencana akan dilaksanakan pada Oktober mendatang. “Ini akan menunda Pilkada dalam jangka waktu lama,” sebutnya.

Bekas dosen Fakultas Kedokteran Unsyiah ini merasa aneh dengan tindakan Pemprov Aceh yang meminta Mendagri mengoreksi materi qanun sebelum disahkan. Karena, kata dia, berdasarkan ketentuan yang ada, pihak Depdagri baru bisa mengoreksi Peraturan Daerah (Perda/Qanun) setelah disetujui kalangan dewan daerah. “Itu pun dalam waktu 60 hari, kalau lewat dianggap selesai,” kata Farhan kepada acehkita, kemarin.

Menurut dia, tindakan yang dilakukan Pemprov Aceh sebagai tindakan yang mengkhianati aspirasi rakyat Aceh. “Belum disahkan sudah dibawa ke Depdagri. Menurut saya itu pengkhianatan,” kata dia.

Pihak Depdagri sendiri, kata Farhan, keberatan dengan beberapa materi dalam qanun pilkada yang diajukan Aceh itu. Di antaranya, masalah calon independen yang tidak diatur dalam Undang-Undang No 18 tahun 2001 dan UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. “Kalau calon independen tidak boleh, sesuai dengan UU, itu benar. Tapi dalam UU 32 juga tidak ada dari partai politik. Tapi qanun membuatnya calon dari parpol. Ini alasan aneh-anehan,” lanjutnya.

Namun, dia meminta semua pihak untuk tidak menghambat majunya calon independen dalam pemilihan kepala daerah di Aceh. “Calon independen itu sudah menjadi kebutuhan nasional,” sebutnya. “Kalau calon independen bisa lebih baik, kan itu menjadi model bagi daerah lain.”

Sementara anggota DPR RI dari Partai Keadilan Sejahtera, M Nasir Djamil, mengatakan dalam UU Otonomi Khusus dan UU 32 calon independen tidak termaktub. Namun, “Masalah kandidat independen ini memang dibuat dalam qanun, dan hal itu dimungkinkan sekali. Karena memang dalam UU No 18 disebutkan, menyangkut segala sesuatu yang berkaitan dengan Pilkada itu diatur dalam qanun,” tandas mantan wartawan ini.

Namun, dia mengatakan, pencalonan kandidat independen dalam Pilkada Aceh akan terhambat karena pemerintah, dalam hal ini Menteri Dalam Negeri, tidak menyetujui adanya calon independen. “Calon independen mungkin bisa lebih unggul dari kandidat partai,” terangnya. [aceh interaktif]

Sipil Aceh Dukung Pelibatan Pihak Asing

Laporan: Fakhrurradzie - Jakarta

Aceh Interaktif - Jakarta. Pertemuan masyarakat sipil Aceh dengan Gerakan Aceh Merdeka di Lidingo, Stockholm, Swedia, pada 9-10 Juli kemarin, menghasilkan sejumlah rekomendasi bagi masa depan Aceh. Dalam pertemuan yang difasilitasi The Olof Palme Internasional Center itu, GAM meminta pemerintah Indonesia memberikan kesempatan kepada rakyat Aceh untuk menentukan nasib mereka sendiri dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

“Baik GAM dan masyarakat sipil di Aceh, percaya bahwa hanya ada satu cara yang komprehensif dan berkelanjutan untuk menciptakan damai, yaitu melalui jalur perundingan, yang memberi kesempatan kepada rakyat Aceh untuk menentukan hak mereka sendiri, dalam konteks negara Republik Indonesia,” kata Jurubicara GAM Swedia, Bakhtiar Abdullah, dalam siaran pers, kemarin.

Secara garis besar, pertemuan itu menghasilkan tiga rekomendasi utama, yaitu untuk Aceh pascatsunami, proses perdamaian, dan peranan masyarakat sipil dalam menentukan Aceh ke depan.

Dalam poin proses perdamaian Aceh, pertemuan itu mendesak perundingan Helsinki bisa mewujudkan kehidupan yang damai, demokratis, dan tegaknya HAM. “Selama di Aceh berlangsung konflik, hal ini tidak akan terwujud. Karenanya, masyarakat sipil mengharapkan dialog Helsinki harus dapat menghasilkan kesepakatan penghentikan konflik,” tulis masyarakat sipil dalam rilis.

Untuk menyelesaikan konflik menahun ini, masyarakat sipil memandang perlunya pelibatan pihak asing. Mereka memandang, pelibatan masyarakat internasional merupakan suatu hal yang lazim terjadi di beberapa negara yang sedang berlangsungnya konflik bersenjata. Mereka kemudian mencontohkan keterlibatan internasional dalam menyelesaikan konflik bersenjata di Srilanka, Irlandia Utara, Kosovo, dan Darfur Sudan. Karenanya, mereka apresiasi kepada Uni Eropa dan ASEAN yang telah mengirimkan delegasinya ke Aceh.

Di pihak lain, masih dalam poin proses perdamaian, masyarakat juga mendukung self government yang diusung GAM, selain menyesalkan sikap gubernur Lemhanas dan politisi Senayan yang menolak perundingan Helsinki.

Selain itu, pertemuan yang dihadiri puluhan masyarakat sipil Aceh itu, juga mendesak pemerintah Indonesia untuk melakukan gencatan senjata

Pertemuan itu juga meminta para pihak yang bertikai untuk memberikan rasa aman, damai dan jauh dari berbagai tindak kekerasan untuk memulihkan kembali semangat rakyat Aceh dari keterpurukan akibat musibah tsunami yang melanda provinsi paling barat Sumatera itu. Karena itu, gencata senjata untuk mendukung dialog dan proses recovery Aceh perlu segera dilakukan RI dan GAM. “Ini untuk memberikan ruang yang maksimal kepada masyarakat baik lokal maupun internasional untuk berpartisipasi penuh dalam proses membangun kembali Aceh pascatsunami,” lanjut rilis itu.

Masyarakat Sipil Aceh juga menuntut penegakan HAM, demokrasi, dan perdamaian di Aceh. Mereka juga sepakat untuk membangun konsolidasi dan partisipasi masyarakat dalam rangka mendorong proses perdamaian dan rekonstruksi. “Mendorong partisipasi perempuan Aceh untuk terlibat dalam proses perdamaian dan rekonstruksi Aceh,” di akhir rekomendasi.

Hari ini, pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka melanjutkan perundingan putaran kelima di Vantaa, Helsinki. Menurut Crisis Management Initiative (CMI) yang memfasilitasi perundingan, pihaknya kini tengah menyiapkan draf kesepakatan yang merupakan dokumen awal perjanjian damai. Draf tersebut dirumuskan berdasarkan poin-poin yang telah dicapai sebagai “kesepahaman bersama” selama berlangsungnya empat putaran perundingan.

“Masing-masing pihak akan mendiskusikan draf kesepakatan ini selama putaran kelima ini,” kata Ketua CMI, Martti Ahtisaari yang juga mantan presiden Finlandia itu. [aceh interaktif]

Ada Ketakutan GAM Kuasai Aceh Melalui Partai Lokal

Laporan: Fakhrurradzie MG & T. A - Jakarta

Aceh Interaktif - Jakarta. Pemerintah kemungkinan tidak akan menyetujui tuntutan pembentukan partai lokal di Nanggroe Aceh Darussalam, sebagaimana tuntutan Gerakan Aceh Merdeka. Pasalnya, ada kekhawatiran jika pemerintah menyetujui partai lokal di provinsi paling ujung Pulau Sumatera itu, GAM akan menguasai Aceh.

“Ada ketakutan kalau ini terbentuk dan mereka menang berkali-kali, dapat diklaim secara nasional dan internasional, bahwa rakyat Aceh memang menginginkan pisah. Secara politik, begitu mereka dijadikan partai politik, rakyat justru memilih mereka,” kata Ahmad Farhan Hamid, Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional saat ditemui Aceh Interaktif di ruang kerjanya, Senin (11/7) sore.

Namun, Farhan mengatakan, ketakutan itu sama sekali tidak berdasar. Pasalnya, berdasarkan pengalaman di negara lain, kata dia, partai lokal tidak bisa menang secara permanen. Sebab, partai lokal kurang mempunyai akses terhadap kekuasaan, ekonomi, dan politik.

Kekhawatiran lain, sebut Farhan, akan bermunculan tuntutan dari daerah untuk membentuk partai lokal. Namun, Farhan mengatakan, seharusnya kekhawatiran itu tidak perlu terjadi, jika saja partai lokal itu dimasukkan dalam kerangka pemberlakukan Otonomi Khusus di Aceh.

“Begitu dimasukkan ke dalam kerangkan Otonomi Khusus, maka tidak ada alasan bagi daerah lain untuk meminta partai lokal di daerah mereka,” tandasnya. “Saya tidak takut, kalau itu dimasukkan dalam kerangka Otonomi Khusus.”

Selain itu, dia juga menyebutkan, ada ketakutan akan mengkristalnya negara federal di Indonesia. “Lebih cenderung pada ketakutan terkristalisasi negara federal. Itu saya duga. Dan itu sampai hari ini tidak siap diterima kebanyakan rakyat Indonesia,” katanya.

Di mata Farhan, partai lokal sah-sah saja dibentuk. Hal ini dimaksudkan sebagai penyeimbang agar pemerintah dan partai (nasional) melakukan yang terbaik bagi seluruh daerah, tidak hanya Aceh. “Sehingga rakyat nyaman, tentram, dan bahagia,” ujarnya.

Namun, anggota DPR asal Aceh ini mengatakan, kemungkinan besar pemerintah tidak akan menyetujui pembentukan partai lokal di daerah yang penuh gejolak itu. “Menurut pemimpin negara pada saat ini, itu sebuah permintaan yang hampir tidak bisa dipenuhi. Saya tidak mengatakan tidak akan dipenuhi, saya tidak tahu itu. Tapi nyatanya sekarang permintaan itu nyaris tidak dipenuhi,” ujar bekas dosen di Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala.

Karena itu, sepuluh partai politik di Indonesia sepakat untuk memberi ruang politik bagi GAM melalui partai mereka. “Ada sebuah keinginan untuk mengakomodir bahwa GAM dalam partai politik, jika mereka sudah berhenti dalam dua hal. Yang pertama, mereka berhenti untuk menuntut merdeka, dan berhenti menggunakan senjata dan kekerasan,” kata dia.

Memberi kesempatan bagi bekas GAM untuk berkiprah di dalam partai politik, kata Farhan, untuk memberi ruang bagi pimpinan GAM yang dianggap qualified untuk dapat maju dan dipilih dalam pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. “Makanya tidak ada pilihan lain calon dari GAM harus diserap oleh partai politik yang ada, yang berskala nasional. Lalu dilihat parpol di Aceh yang berpeluang mengajukan kepala daerah,” sebut Farhan.

Kesepuluh partai politik kemudian meneken nota kesepahaman bersama untuk menerima anggota GAM. “Nota itu akan dibawa kepada delegasi GAM dalam pertemuan Helsinki,” kata dia.

Anggota DPR dari Partai Demokrat, Mirwan Amir, menyatakan dukungannya bagi bekas anggota GAM untuk ikut serta dalam partai politik. “Saya menyambut baik dan mendukung, selama sudah bergabung ke dalam NKRI. Kan mereka sama dengan orang Aceh lain. Jadi, wajar-wajar saja,” kata Mirwan Amir, yang dihubungi melalui telepon seluler, Kamis (11/7).

Pengusaha perhotelan di Aceh ini mengatakan, sebagai bekas anggota GAM, maka kehadiran mereka seharusnya bisa diterima semua kalangan dengan tangan terbuka. “Semua partai akan menerima mereka menjadi anggota,” sambungnya.

Seperti halnya dengan Farhan Hamid, dia setuju saja jika adanya partai lokal di Aceh. “Ya terima saja salama mereka memiliki sumberdaya manusia yang baik,” lanjutnya. “Kalau memang Muzakkir Manaf mau mencalonkan diri, kita pertimbangkan kok.”

Sebagaimana diketahui, sepuluh partai politik di Indonesia sepakat untuk mengakomodir anggota GAM yang ingin mencalonkan diri dalam pemilihan kepala daerah. Partai-partai itu antara lain, Partai Golkar, Partai Amanat Nasional, Partai Bintang Reformasi, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Demokrat, Partai Bulan Bintang. Selanjutnya, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Persatuan Pembangunan. [aceh interaktif]

Senin, Juli 11, 2005

Pose



Di Gedung Nusantara II, Kompleks MPR/DPR RI, Senayan Jakarta.

Minggu, Juli 10, 2005

Tentara dan Majalah AcehKita




Tentara dan Majalah AcehKita

Salah seorang perwira TNI sedang melihat-lihat Majalah AcehKita di Green Expo 2005 di gedung AAC Dayan Dawood Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, 21 Juni lalu.

Foto: Radzie/Aceh Interaktif

Rumah bagi Korban Tsunami



Sebuah NGO asing berencana membangun rumah bagi korban tsunami. Rencananya, rumah model ini akan dibangun di kawasan Lhoknga, Aceh Besar. "Tapi, kita tanya dulu, apakah warga menerima rumah seperti ini," kata seorang pekerja di NGO asing itu, saat ditemui di stan Green Expo 2005 di loby dasar gedung AAC Dayan Dawood Universitas Syiah Kuala, 21 Juni 2005.

Foto: Radzie/Aceh Interaktif

Rumah bagi Korban Tsunami



Rumah bagi Korban Tsunami
Sebuah NGO asing berencana membangun rumah bagi korban tsunami. Rencananya, rumah model ini akan dibangun di kawasan Lhoknga, Aceh Besar. "Tapi, kita tanya dulu, apakah warga menerima rumah seperti ini," kata seorang pekerja di NGO asing itu, saat ditemui di stan Green Expo 2005 di loby dasar gedung AAC Dayan Dawood Universitas Syiah Kuala, 21 Juni 2005.

Foto: Radzie/Aceh Interaktif

Menara dan Masjid

Menara Modal dan Masjid Raya.

Masjid Baiturrahman pernah dibakar Belanda, karena kesal tidak bisa mengalahkan rakyat Aceh. Di masjid termegah di Asia Tenggara ini pula, Mayjen JHR Kohler menghembuskan nafas terakhir pada tanggal 14 April 1873.

"Tanggal 14 April 1873, di tempat ini Mayor Jenderal JHR Kohler tewas dalam memimpin penyerangan terhadap Masjid Raya Baiturrahman," demikian bunyi prasasti yang dibangun di bawah pohon Geuleumpang, yang berada di pintu masuk masjid.

Foto: Radzie/Aceh Interaktif

Menara Modal


Menara Modal Masjid Raya Baiturrahman. Foto: Radzie/Aceh Interaktif

Baiturrahman


Enam Bulan Pasca-Tsunami. Foto: Radzie/Aceh Interaktif

Kamis, Juli 07, 2005

GAM Bantah Terlibat Penculikan

Laporan: Fakhrurradzie MG - Jakarta

Aceh Interaktif – Jakarta. Gerakan Aceh Merdeka (GAM) wilayah Pasee mengaku tidak bertanggungjawab terhadap penculikan yang menimpa dua warga Desa Paloh Gadeng, Kecamatan Dewantara, Aceh Utara.

Panglima GAM Pasee, Teungku Sofyan Dawood, mengatakan, pihaknya sama sekali tidak melakukan penculikan warga sipil yang marak terjadi belakangan ini di Aceh Utara dan Lhokseumawe. “GAM membantah. Pihak HAM tidak melakukan penculikan warga sipil itu,” kata Teungku Sofyan Dawood kepada Aceh Interaktif, Kamis (7/7).

Sebaliknya, Sofyan Dawood malah balik menuding TNI dan front bentukan merekalah yang berada di belakang penculikan itu. “Berantas dan TNI lah yang menculik warga,” katanya. TNI, sebut Sofyan, harus bertanganggungjawab terhadap hilang dan meninggalnya ribuan warga sipil semasa pemberlakukan status darurat di Aceh.

GAM mengaku akan ikut membantu pencarian korban penculikan ini. Karenanya, Panglima yang suka memakai kacamata hitam ini, meminta keluarga korban untuk melaporkan kasus penculikan kepada GAM dan lembaga swadaya masyarakat (LSM), serta palang merah internasional (ICRC). “GAM siap mencari informasi yang diberikan oleh keluarga,” sebutnya.

Seperti diberitakan situs ini, bekas Sekretaris Desa Paloh Gadeng, Kecamatan Dewantara, Aceh Utara, Nurdin Abdullah, dan adik kandungnya, Mansurni, yang dilaporkan diculik anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Selasa (5/7) malam. Sampai Rabu (6/7) sore, belum diketahui keberadaan kedua korban penculikan tersebut.

Menurut warga di Krueng Geukueh, ibukota Keamatan Dewantara, pada Selasa malam, sekitar pukul 22.30 WIB, enam orang bersenjata api mendatangani rumah Drs Nurdin Abdullah (42) di Desa Paloh Gadeng. Saat itu, Nurdin sedang bersama adik kandungnya Mansurni (38). Serta-merta kelompok pemberontak itu mengajak kedua korban untuk ikut bersama mereka. “Jika tidak ikut, mereka diancam tembak,” ungkap seorang warga Krueng Geukueh, Rabu siang. [aceh interaktif]

Rabu, Juli 06, 2005

Penyusunan Qanun Korupsi Harus Sesuai Fiqh

Laporan: Fakhrurradzie MG - Jakarta

Aceh Interaktif - Jakarta. Rencana Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam untuk menyusun qanun (peraturan daerah) tentang korupsi, mendapat reaksi positif berbagai kalangan. Namun, penyusunan qanun itu diminta untuk berpedoman pada kaidah hukum yang telah digariskan dalam ilmu Fiqh.

“Yang kita inginkan, penyusunan itu harus berpedoman pada syariah yang sesuai dengan hukum fiqh yang sudah ada. Supaya hukum potong tangan tidak sembarang dilakukan,” kata Rais ‘Am Rabithah Thaliban Aceh, Teungku H Faisal Ali, Rabu (6/7). “Nanti malah tidak sesuai dengan hukum syariah yang sebenarnya.”

Dia menyambut baik rencana pihak legislatif untuk menyusun qanun korupsi. Namun, kata dia, jika pun pemerintah ingin menghukum koruptor dengan Undang-Undang yang sudah ada, itu juga sudah memadai. “kalau ada rasa mau menghukum pelaku korupsi dengan UU yang sudah ada, itu juga bagus. Tapi bagus lagi kalau dihukum dengan hukum syariah,” katanya.

Sebagaimana diberitakan situs ini, Pemerintah daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) kini sedang menyiapkan rancangan qanun hukuman cambuk bagi pelaku korupsi, sesuai ketentuan Syariat Islam yang berlaku di daerah itu. ”Kita sedang menyusun rancangan qanun (peraturan daerah) bagi pelaku korupsi oleh tim eksekutif,” kata Pelaksana tugas Gubernur NAD, Azwar Abubakar, ketika memberikan ceramah pada peringatan maulid Nabi Muhammad SAW di Masjid Agung Jantho, Ibukota Kabupaten Aceh Besar, Senin (4/7).

Gubernur Azwar menyatakan, setelah disusun rancangan tersebut diserahkan kepada DPRD guna dipertimbangkan. Jika memungkinkan, akan segera disahkan menjadi qanun. Sehingga pelaku korupsi dapat dijerat sesuai Syariat Islam. “Saat ini drafnya sedang kita rancang dan saya berharap dalam tempo tiga bulan ini jika memungkinkan, sudah diserahkan dan disahkan DPRD,” tegas Azwar Abubakar.

Tgk Faisal Ali berpandangan, koruptor yang bisa disamakan dengan pelaku pencurian itu, bisa saja diberikan hukuman potong tangan. “Kalau koruptor yang sudah diberikan ganjaran berkali-kali, tapi masih juga melakukan, itu artinya sudah melewati batas potong tangan,” tandasnya.

Menurut ilmu Fiqh, hukum potong tangan bagi pencuri, kata Tgk Faisal, harus melalui proses pembuktian yang ketat. Misalnya, dengan menghadirkan saksi yang bisa dipercaya, adil dan amanah. “Serta sudah memenuhi kadar (ukuran) berapa yang telah dikorupsi. Untuk korupsi, Rp 10 juta nilai yang dikorupsi, sudah memenuhi kadar,” katanya. “Semua hal itu harus berpedoman pada fiqh. Jangan hanya pada apa yang dipikirkan saja.”

Dia juga meminta pemberlakuan hukum syariah tidak berdasarkan adanya desakan dan kepentingan politis. Ketua perhimpunan santri dayah di Aceh ini mengkritik pelaksanaan hukuman cambuk bagi pelaku judi di Bireuen beberapa hari lalu. “Seharusnya pelaku maisir cukup diarak saja,” katanya.

Jika salah dalam menerapkan hukuman, lanjutnya, akan memunculkan efek negatif terhadap pelaksanaan hukum Islam itu sendiri. “Jangan sampai timbul efek negatif terhadap hukum Islam. Jangan atasnama syariat Islam, tapi pelaksanaannya tidak sesuai dengan syariat yang digariskan,” katanya mewanti-wanti.

Sambutan positif juga muncul dari Prof. DR. Rusjdi Ali Muhammad, SH. Bekas rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ar-Raniry, Banda Aceh, ini menyambut baik rencana pemerintah daerah untuk mengajukan rancangan qanun tentang korupsi. “Saya pikir pantas dibicarakan, patut dibahas bersama,” katanya ketika dihubungi melalui sambungan telepon seluler, Rabu (6/7).

Pentingnya penggodokan qanun untuk menjerat pelaku korupsi itu, sebut Rusjdi, untuk menghindari kesan bahwa hukum hanya diberlakukan kepada masyarakat kecil saja. “Jangan sampai muncul keluhan, yang dihukum hanya orang kecil. Yang nominalnya kurang dari Rp 50 ribu,” lanjut dosen hukum di Fakultas Syariah ini.

Saat ditanya hukuman apa yang pantas diberikan kepada koruptor, Rusjdi mengatakan, semua pihak harus mengkaji berbagai aspek karena adanya beragam pendapat mengenai kasus ini. Menurutnya, ada yang berpendapat koruptor dikatagorikan sebagai pelaku pencurian yang hukumannya potong tangan. “Tapi tidak semuanya berpandangan seperti itu. Hal ini menarik untuk didiskusikan,” katanya. Namun, dia belum mau berspekulasi mengenai hukuman yang pantas diberikan kepada koruptor. “Harus dipelajari berbagai aspek,” lanjutnya. [aceh interaktif]

Seulawah Aceh

Kawasan pegunungan Seulawah diambil pada siang hari. Pemandangan indah untuk ditelusuri mata. Udara sejuk untuk dirasa badan. Andai jalan di sana tidak menebarkan debu-debu pembuat asma dan mata perih, oi indahnya.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Web Hosting