Rabu, Juli 06, 2005

Penyusunan Qanun Korupsi Harus Sesuai Fiqh

Laporan: Fakhrurradzie MG - Jakarta

Aceh Interaktif - Jakarta. Rencana Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam untuk menyusun qanun (peraturan daerah) tentang korupsi, mendapat reaksi positif berbagai kalangan. Namun, penyusunan qanun itu diminta untuk berpedoman pada kaidah hukum yang telah digariskan dalam ilmu Fiqh.

“Yang kita inginkan, penyusunan itu harus berpedoman pada syariah yang sesuai dengan hukum fiqh yang sudah ada. Supaya hukum potong tangan tidak sembarang dilakukan,” kata Rais ‘Am Rabithah Thaliban Aceh, Teungku H Faisal Ali, Rabu (6/7). “Nanti malah tidak sesuai dengan hukum syariah yang sebenarnya.”

Dia menyambut baik rencana pihak legislatif untuk menyusun qanun korupsi. Namun, kata dia, jika pun pemerintah ingin menghukum koruptor dengan Undang-Undang yang sudah ada, itu juga sudah memadai. “kalau ada rasa mau menghukum pelaku korupsi dengan UU yang sudah ada, itu juga bagus. Tapi bagus lagi kalau dihukum dengan hukum syariah,” katanya.

Sebagaimana diberitakan situs ini, Pemerintah daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) kini sedang menyiapkan rancangan qanun hukuman cambuk bagi pelaku korupsi, sesuai ketentuan Syariat Islam yang berlaku di daerah itu. ”Kita sedang menyusun rancangan qanun (peraturan daerah) bagi pelaku korupsi oleh tim eksekutif,” kata Pelaksana tugas Gubernur NAD, Azwar Abubakar, ketika memberikan ceramah pada peringatan maulid Nabi Muhammad SAW di Masjid Agung Jantho, Ibukota Kabupaten Aceh Besar, Senin (4/7).

Gubernur Azwar menyatakan, setelah disusun rancangan tersebut diserahkan kepada DPRD guna dipertimbangkan. Jika memungkinkan, akan segera disahkan menjadi qanun. Sehingga pelaku korupsi dapat dijerat sesuai Syariat Islam. “Saat ini drafnya sedang kita rancang dan saya berharap dalam tempo tiga bulan ini jika memungkinkan, sudah diserahkan dan disahkan DPRD,” tegas Azwar Abubakar.

Tgk Faisal Ali berpandangan, koruptor yang bisa disamakan dengan pelaku pencurian itu, bisa saja diberikan hukuman potong tangan. “Kalau koruptor yang sudah diberikan ganjaran berkali-kali, tapi masih juga melakukan, itu artinya sudah melewati batas potong tangan,” tandasnya.

Menurut ilmu Fiqh, hukum potong tangan bagi pencuri, kata Tgk Faisal, harus melalui proses pembuktian yang ketat. Misalnya, dengan menghadirkan saksi yang bisa dipercaya, adil dan amanah. “Serta sudah memenuhi kadar (ukuran) berapa yang telah dikorupsi. Untuk korupsi, Rp 10 juta nilai yang dikorupsi, sudah memenuhi kadar,” katanya. “Semua hal itu harus berpedoman pada fiqh. Jangan hanya pada apa yang dipikirkan saja.”

Dia juga meminta pemberlakuan hukum syariah tidak berdasarkan adanya desakan dan kepentingan politis. Ketua perhimpunan santri dayah di Aceh ini mengkritik pelaksanaan hukuman cambuk bagi pelaku judi di Bireuen beberapa hari lalu. “Seharusnya pelaku maisir cukup diarak saja,” katanya.

Jika salah dalam menerapkan hukuman, lanjutnya, akan memunculkan efek negatif terhadap pelaksanaan hukum Islam itu sendiri. “Jangan sampai timbul efek negatif terhadap hukum Islam. Jangan atasnama syariat Islam, tapi pelaksanaannya tidak sesuai dengan syariat yang digariskan,” katanya mewanti-wanti.

Sambutan positif juga muncul dari Prof. DR. Rusjdi Ali Muhammad, SH. Bekas rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ar-Raniry, Banda Aceh, ini menyambut baik rencana pemerintah daerah untuk mengajukan rancangan qanun tentang korupsi. “Saya pikir pantas dibicarakan, patut dibahas bersama,” katanya ketika dihubungi melalui sambungan telepon seluler, Rabu (6/7).

Pentingnya penggodokan qanun untuk menjerat pelaku korupsi itu, sebut Rusjdi, untuk menghindari kesan bahwa hukum hanya diberlakukan kepada masyarakat kecil saja. “Jangan sampai muncul keluhan, yang dihukum hanya orang kecil. Yang nominalnya kurang dari Rp 50 ribu,” lanjut dosen hukum di Fakultas Syariah ini.

Saat ditanya hukuman apa yang pantas diberikan kepada koruptor, Rusjdi mengatakan, semua pihak harus mengkaji berbagai aspek karena adanya beragam pendapat mengenai kasus ini. Menurutnya, ada yang berpendapat koruptor dikatagorikan sebagai pelaku pencurian yang hukumannya potong tangan. “Tapi tidak semuanya berpandangan seperti itu. Hal ini menarik untuk didiskusikan,” katanya. Namun, dia belum mau berspekulasi mengenai hukuman yang pantas diberikan kepada koruptor. “Harus dipelajari berbagai aspek,” lanjutnya. [aceh interaktif]

0 comments:

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Web Hosting