Minggu, April 10, 2011

Pingsan Usai Dihukum Cambuk

JANTHO — DI ATAS panggung seukuran 4×4 meter, Irdayanti binti Mukhtar tertunduk lesu. Perempuan berusia 34 tahun itu tak kuasa menatap kerumunan orang mengelilingi panggung. Kamera para juru warta dan orang-orang menyorot ke arah Irdayanti yang terduduk di atas panggung. Di belakangnya dua perempuan berbaju hijau lumut membetulkan cara duduk Irdayanti.

Di sebelah kirinya, seorang pria berpakaian serba coklat berdiri mematung. Mukanya ditutup kain menyerupai pakaian ninja, hanya kelihatan dua bola mata. Inilah algojo, eksekutor hukuman cambuk. Di dekat algojo ini, ada seorang pria berpakaian dinas Kejaksaan Negeri Jantho memegang empat bilah rotan sepanjang satu meter.

Sebilah rotan diberikan kepada algojo. Sembari menungu aba-aba dari Jaksa Penuntut Umum Bendry Almy, algojo ini mengangkat rotan sejajar bahunya.

“Satu.” Algojo ini mendaratkan pukulan di punggung Irdayanti begitu Jaksa Bendry Almy usai menghitung. Begitu selanjutnya hingga pukulan kali keempat.

“Pukulannya ke bawah lagi, nanti kena leher,” tegur Bendry ketika algojo hampir mendaratkan pukulan hampir mengenai leher.

Irdayanti meringis kesakitan. Wajahnya terus merunduk hingga cambuk kali kesembilan. Dua perempuan petugas Wilayatul Hisbah, polisi syariat, membantu Irdayanti bangkit untuk menuruni panggung.

Begitu menuruni anak tangga pertama, Irdayanti langsung terduduk. Ia lunglai. Petugas Polisi Syariat berusaha membantu perempuan asal Kuta Baro ini. Kali ini, petugas laki-laki ikut memegang tangan Irdayanti. Di anak tangga terakhir, ia ambruk.

Petugas Polisi Syariat terpaksa membopong Irdayanti ke mobil ambulans yang parkir tak jauh dari panggung.

Siang itu, usai salat Jumat, Irdayanti diganjar sembilan kali cambukan rotan. Bersama Sudirman Bintang, ia dituding melakukan zina di Desa Lamneuheuen, Kecamatan Kuta Baro, Aceh Besar, 1 Januari lalu.

Irdayanti dan Sudirman digrebek warga di sebuah rumah di Lamneuheuen. Oleh warga, pasangan yang masing-masing telah beristri dan bersuami ini diserahkan ke Polisi Syariat untuk dihukum menggunakan Qanun No. 14/2003 tentang khalwat/mesum.

Jaksa Penuntut Umum Bendry Almy menyebutkan mereka melanggar Pasal 22 ayat (1) junto Pasal 5 qanun tersebut. Keduanya lantas divonis sembilan kali cambuk dalam sebuah persidangan di Mahkamah Syar’iyah Aceh Besar, Kamis (7/4).

Berdasarkan Qanun 14/2003, pelaku mesum dihukum maksimal 9 kali cambuk di muka umum usai salat Jumat.

Siang tadi, tak hanya Irdayanti dan Sudirman saja yang dijatuhi cambuk. Ada Rudy Setya Yudha dan seorang gadis berusia 18 yang ikut dicambuk. Dua nama terakhir ini dinyatakan bersalah melanggar syariat Islam karena melakukan sesi pemotretan –yang menurut versi Polisi Syariat dan warga, si gadis ini memakai baju transparan. Sesi foto-foto ini berlangsung pada 19 Januari lalu.

Yudha dihukum tujuh kali dan gadis ini empat kali. Saat prosesi cambuk, orang-orang yang menonton, meneriaki dan menyumpahi para terhukum.

Nurjannah, istri Rudy Setya Yudha menolak jika disebutkan suaminya memotret model seronok. “Si cewek pakai baju kemeja tebal,” sebut Nur.

Menurut Nurjannah, sesi pemotretan itu dilakukan di sebuah ruangan kosong di lantai dua rumah mereka. Kala memotret itu, pintu dan jendela ruangan itu dibiarkan terbuka lebar, sehingga orang yang lalu lalang di depan rumah merema juga bisa melihat gerak-gerik di ruangan tersebut.

“Lagian di rumah saya ada pembantu,” kata Nurjannah pada saya.

Di tengah sesi pemotretan, kepala dusun bersama sejumlah warga menyambangi rumah mereka. Kepala dusun meminta agar Yudha tak melanjutkan sesi pemotretan ini, karena bisa disalahmengertikan warga sekitar.

“Abang kan menemui kepala dusun di lantai satu. Nah, saat itu ada tiga warga yang naik ke lantai atas dan, masya Allah, mereka mempreteli baju gadis tadi,” ujar Nurjannah. “Mereka melakukan pencabulan.”

Tindakan pencabulan ini lantas didengar orangtua si gadis, sehingga para pelakunya dilaporkan ke polisi. Polisi telah menahan seorang pelaku. Sementara Yudha ditetapkan sebagai saksi.

Penahanan ini menimbulkan amarah warga. Mereka tak terima dan merusak rumah milik Yudha, yang sebelumnya dijadikan lokasi pemotretan. “Kami sekarang tidak berani pulang lagi ke sana,” kata Nurjannah.

Warga juga meminta agar laporan pelecehan seksual yang telah dilaporkan ke polisi dicabut. Namun, keluarga korban menolaknya.

Untuk meredam amarah warga ini, Nurjannah dan suaminya bernegoisasi dengan warga. “Abang kemudian mau dilaporkan ke polisi syariat soal khalwat ini,” lanjutnya.

Kamis kemarin, Yudha kemudian dipanggil polisi. Ia lantas diajukan ke persidangan di Mahkamah Syar’iyah Jantho. Di sana ia disidang dan divonis tujuh kali cambuk.

Secara hukum, Yudha punya kesempatan untuk mengajukan banding, seperti dilakukan empat pejabat di Aceh Besar yang dinyatakan melanggar syariat akibat berjudi.

“Kami tidak begitu mengerti dengan qanun syariat Islam ini. Di pengadilan kami tidak didampingi pengaca. Kami juga heran kenapa bisa dikenakan hukuman cambuk tujuh kali,” ujar Nurjannah.

0 comments:

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Web Hosting