Selasa, Januari 25, 2005

Berhentilah Mengutuk Orang Aceh

Oleh: Abdullah Alamudi*, 2005-01-24 19:32:16

SETIAP orang sekarang bicara soal Aceh. Semua orang kunjungi Aceh. Dari yang tulus untuk sampaikan sumbangan, relawan yang mengangkat mayat di antara puing, menyelam ke dalam kali mengeluarkan jenazah, sampai yang culas, mengalihkan bantuan kemanusiaan ke pasar dan mereka yang bertujuan komersial, menghitung-hitung proyek apa dan mana bakal masuk proposalnya.

Di antara mereka ada pula orang awam, ulama dan kiyai yang serta-merta menjatuhkan vonis: Tuhan memberi cobaan kepada Orang Aceh. Tuhan telah memperlihatkan kekuasaanNya bagaimana Dia menghancurkan kemaksiatan! Subhanallah.

Siapakah orang-orang ini? Apa hak mereka menghukum Orang Aceh yang sedang menderita ini?

Rupanya mereka adalah orang-orang tuli yang butahati. Mereka adalah orang-orang yang tak melihat betapa penderitaan Orang Aceh bahkan sebelum lahir. Mereka orang-orang tuli yang tidak mendengar jeritan Orang Aceh bahkan jauh sebelum republik ini berdiri. Orang Aceh sudah teraniaya dan dianiaya sejak zaman VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie), zaman Hindia Belanda, zaman Inggris, zaman Belanda, pendudukan Jepang, zaman Republik.

Mereka ditipu oleh pemerintah Orde Lama, dilibas oleh Orde Baru, diperkosa di zaman DOM (Daerah Operasi Militer), diinjak-injak oleh GAM, dan sekarang di bawah Darurat Militer dan Sipil.

Maka apakah hak orang-orang itu menjatuhkan vonis bahwa Tuhan menjatuhkan cobaan pada Orang Aceh karena di Serambi Mekkah itu terjadi terlalu banyak maksiat? Bukankah pusat maksiat itu dalam segala gradasinya ada di kota-kota seperti Jakarta, Medan atau Surabaya?

Malaikat yang berdiri di sebelah kiri Anda itu dengan notebook Pentium 20 (teknologi manusia baru sampai Pentium 4), mengeluhkan memori komputernya tidak cukup besar untuk menghitung dosa orang.

Tuhan tidak salah dan tidak pernah salah menjatuhkan hukuman. Tuhan menimbulkan gempa dan mendatangkan tsunami karena Dia tak tahan lagi melihat penderitaan Orang Aceh. Tuhan tak kuasa mendengar jeritan Orang Aceh. Tuhan menangis melihat Orang Aceh beriba-iba memohon pertolonganNya supaya segera membebaskan mereka dari beban hidup.

Tuhan tak bisa lagi menahan kepedihan hatinya ketika Orang-orang Aceh menengadahkan tangan dan berseru kepada Khalik mereka, “Wa iza sa’alaka ibadi ‘anni, fa inni qarib. ‘Ujibu da’watadda-i iza da’ani. Ya Allah, Ya Mujib, Ya Arhamarrahimin, bebaskanlah kami dari segala kesulitan yang kami hadapi …”

Mendengar permohonan itu, Tuhan menjawab dalam kepedihan, “wahai, ummat-Ku, hamba-hamba-Ku, kemarilah kalian, duduk di sini, di tempat yang mulia di sisi-Ku.” Dan dengan kekuasaanNya, Dia menggerakkan dasar lautan, menimbulkan gempa dan gelombang tsunami, yang menerjang semua di depannya dan menguras ke laut semua yang dilaluinya.

Apa yang tinggal hanyalah tubuh-tubuh tak bernyawa. Roh mereka sekarang sudah duduk di tempat yang mulia di sisi Tuhan. Mereka adalah kesayangan Tuhan. Begitu besar cinta Tuhan kepada hambaNya itu sehingga mati mereka pun sebagai syuhada, tak perlu disembahyangi, tak wajib dimandikan, tak harus dikafani.

Mati mereka lebih mulia daripada kita yang masih hidup ini, yang tak tahu kapan, di mana dan bagaimana kita menemui ajal.

Maka wahai orang yang culas, sampaikanlah bantuan kemanusiaan itu kepada yang berhak. Dan, tuanguru agama, kiyai dan ulama, berhentilah mengutuk Orang Aceh. Mereka sudah mati sebagai syuhada dan sekarang duduk di tempat yang mulia di sisi Tuhan. [A]

*Jurnalis senior; Pengajar di Lembaga Pers Dr. Soetomo, Jakarta; Koordinator Pokja Pusat Informasi & Komunikasi untuk Aceh (PIKA).

0 comments:

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Web Hosting