Rabu, Agustus 31, 2005

Menyusun Agenda di LP Sukamiskin

Reporter: Fakhrurradzie & Tedi Hikmah - Bandung

Beberapa jurnalis siaga di luar Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat. Sebuah mobil siaran lapangan milik SCTV, terlihat diparkir di sudut penjara. Dalam beberapa hari belakangan ini, puluhan jurnalis cetak dan elektronik datang ke sana untuk meliput acara pembebasan dan pemulangan 74 narapidana yang terlibat kasus Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Baru hari ini, akses kepada wartawan diberikan agak longgar.

acehkita juga ikut bertandang ke penjara peninggalan Belanda itu. Namun, bukan perkara mudah untuk masuk ke penjara itu. Karena saat ini penjara benar-benar tertutup untuk diliput media. Saat reporter situs ini hendak masuk, langsung menemukan pemeriksaan para sipir. Tas langsung digeledah. Kamera dan tape recorder ikut diamankan. Kartu pers milik reporter situs ini yang ditemukan dalam tas, menjadi penunjuk identitas bagi sipir.


Langsung saja, para sipir menolak memberikan izin liputan. Namun, setelah melobi akhirnya secarik izin pun diberikan.

Pertemuan dengan empat bekas perunding GAM itu, berlangsung di ruang Tramtib. Para petugas LP keluar masuk ruangan ini, sehingga wawancara agak susah dilakukan. Kendati demikian, acehkita berhasil mendapatkan keterangan seputar rencana para juru runding setelah mereka bebas.

***

Empat mantan juru runding Gerakan Aceh Merdeka (GAM) serentak keluar dari ruangan Tramtib Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, Senin, 29 Agustus. Ada senyum mengembang di wajah mereka.

Tak jauh dari ruang Tamtib, tampak Teungku Muhammad Usman Lampoh Awe, berjabat tangan dengan dua petugas LP. Mereka sama-sama menebarkan senyum. Suasana hangat dan akrab tampak menyelimuti perbincangan Teungku Muhammad Usman dan dua petugas LP yang mengenakan pakaian coklat muda itu. Yang petugas perempuan, sambil berseloroh meminta ikut ke Aceh.

“Nanti, pakai perahu saja,” kata Teungku Usman, juga sambil berseloroh.

Ketiga mereka tertawa lepas. “Dua tiket, untuk suami istri,” balas petugas itu lagi.

Tak jauh dari pria yang berjabatan Menteri Keuangan itu, Teuku Kamaruzzaman juga terlihat berjabat tangan dengan seorang petugas LP.

“Oh ya, saya dengar kemarin (28/9 –red) kakek meninggal, ya,” kata petugas itu, sambil menggenggam tangan Teuku Kamaruzzaman.

Teuku Kamaruzzaman hanya mengangguk. “Saya ikut berduka,” timpal petugas itu sembari mempererat genggaman tangannya. Pria yang akrab disapa Ampon Man itu, kemudian pamit untuk kembali ke ruangan tahanan. Seuntai senyum masih menghiasi wajahnya.

Fragmen di atas bukan dilakonkan saat akan meninggalkan LP Sukamiskin, seiring dengan pemberian amnesti kepada ribuan anggota GAM. Itu terjadi beberapa saat setelah empat juru runding itu bertemu dengan reporter acehkita yang mengunjungi mereka menjelang pembebasan.

Para napi GAM, saat itu memang sedang menunggu dan bersiap-siap untuk menjemput pembebasan. Empat bekas perunding yang ditangkap Pemerintah Indonesia dua tahun silam itu, sudah berpamitan dengan beberapa petugas LP dan tahanan serta narapidana lain, yang menghuni LP itu.

T Kamaruzzaman mengaku terharu dengan respon yang diberikan petugas dan semua penghuni LP itu. “Kesan saya, kami begitu dekat. Beberapa napi mengaku kehilangan saya, setelah saya kembali ke Aceh nanti,” kata Ampon Man. Dia terlihat lebih kurus dibandingkan dua tahun sebelumnya.

Kepada acehkita yang menjumpainya di LP dua hari sebelum pembebasan, dia menceritakan panjang lebar tentang interaksi antara napi GAM dengan non-GAM. Menurutnya, dia dan dua juru runding lainnya sering dijadikan tempat diskusi para napi lain. “Mereka juga sering meminta nasehat,” tandasnya.

Di penjara itu, Ampon Man juga terlibat aktif dalam beberapa kegiatan yang diikuti sesama napi, seperti kelompok band dan olah raga bulu tangkis. Di bidang olah raga yang pernah populer di Indonesia itu, Ampon Man didaulat menjadi koordinator. “Anak band dan bulu tangkis pasti akan merasa kehilangan saya. Tapi mereka ikhlas melepaskan saya,” katanya. “Dalam beberapa hal, kita menjadi pionir.”

Lalu, apa yang dikerjakan Ampon Man selama setahun mendekam dalam penjara?

“Saya habiskan hari-hari dengan mengaji. Di sini saya juga bisa memperdalam ilmu agama, tafsir al-Qur’an, salat sunat. Banyak hal yang saya dapatkan,” katanya. “Ini suatu hal yang akan sulit saya dapatkan di luar penjara.”

Itulah hikmah yang dipetik Ampon Man selama menjadi tahanan politik. Untuk itu, dia sama sekali tidak pernah menyesali sikap politik yang selama ini diambilnya, kendati berseberangan dengan penguasa.

Sikap politik yang diambil Ampon Man ini, tidak terlepas dari dukungan yang diberikan oleh kakeknya, yang pada 28 Agustus lalu telah meninggal dunia. “Saya akan merasa kehilangan orang yang selama ini memberikan dukungan terhadap saya,” kata dia.

Setelah keluar dari LP Sukamiskin nanti, langkah pertama yang akan dilakukan mantan pengusaha konstruksi ini adalah berkunjung ke makam kakeknya. “Saya akan ke kuburan ayah nek di Montasik,” kata dia. “Saya merasa kehilangan. Apalagi dia sangat menyayangi saya dan mendukung sikap politik yang saya ambil.”

Selanjutnya, dia akan mengunjungi keluarganya yang menjadi korban tsunami. Dia mengaku sangat sedih saat menyaksikan siaran televisi yang menampilkan kerusakan yang ditimbulkan gelombang tsunami yang menghancurkan Aceh. Tentu, untuk selanjutnya dia akan membangun rumah tangganya yang sudah selama dua tahun ini, dia tidak pernah lagi bercengkrama dengan anak dan istrinya.

Dia mengaku belum mengatur rencana jangka panjang sekembali ke Aceh. Usaha jasa konstruksi yang pernah dirintisnya, sudah lama mati karena tak terurus. Peluang untuk kembali menekuni usaha yang satu ini, tidak tertutup kemungkinan dijalani Ampon Man. Namun, semua itu sangat tergantung pada modal yang dimiliki. “Tidak tertutup kemungkinan saya kembali jadi pengusaha, tapi itu kan butuh modal,” katanya.

Ampon Man lebih tertarik menjadi pengusaha atau kontraktor ketimbang menjadi pengacara, sebagaimana latar belakang pendidikannya di Fakultas Hukum. Ketidaktertarikannya untuk terjun dalam dunia advokat bukan tanpa alasan. Wajah hukum di Indonesia, khususnya di Aceh, menjadi alasan utama keputusannya untuk tidak terjun dalam dunia pengacara.

“Saya sama sekali tidak tertarik untuk menjadi lawyer, karena praktik hukum di Indonesia, apalagi di Aceh, tidak bagus,” kilah penyuka kuah pliek u (makanan khas Aceh) ini.

Sama halnya dengan Teuku Kamaruzzaman, Teungku Amni bin Ahmad Marzuki juga mengaku belum mempunyai rencana sekembali ke Aceh. Sesampai dan menetap di Aceh, dia akan menyusun rencana setelah melihat perkembangan situasi di tanah kelahirannya itu. Sebab, dia pun mengaku belum memahami secara menyeluruh isi kesepahaman yang telah diteken di Helsinki itu. Namun, untuk jangka pendek, dia hanya rindu ingin berjumpa dengan kerabat, dan teman-temannya yang ada di Aceh. “Saya juga ingin melihat langsung kota Banda Aceh setelah terkena tsunami, menjumpai kawan-kawan yang menjadi korban tsunami,” kata dia.

Bagaimana dengan niatnya untuk membina rumah tangga setelah Aceh ini aman?

“Sebagai orang normal, saya tentu punya keinginan untuk berumah tangga. Tapi, belum dipastikan apakah dalam waktu dekat ini atau tidak. Kita melihat situasi dan kondisi di sana,” kata Amni.

Saat ditanyakan apakah sudah ada perempuan yang memikat hatinya, pria kelahiran Desa Cut Mamplam, Kemukiman Kandang, Aceh Utara, ini menjawab diplomatis. “Kita lihat nanti.”

Bikin Yayasan
Jika dua bekas juru runding GAM di masa Cessation of Hostilities Agreement (CoHA) itu belum menentukan apa yang akan dikerjakan sekembali ke Aceh, tidak demikian dengan Teungku Nashiruddin bin Ahmed. Menurut Teungku Nash, dia sudah merencanakan untuk menjadi warga biasa dan berbaur dengan masyarakat, jika konflik Aceh sudah berakhir.

Komitmennya untuk menjadi warga biasa, bukan tanpa sebab. “Saya punya komitmen dengan Almarhum Teungku Abdullah Syafii. Jika persoalan sudah selesai, maka kami akan kembali ke dasar, hidup sebagaimana masyarakat biasa,” tandasnya.

Namun, dia agak risau, bisnis yang sebelumnya pernah ditekuni bekas penghuni LP Cirebon ini, akan kembali menggodanya. “Susah untuk menghindari godaan bisnis. Godaannya besar,” kata dia.

Untuk menghindari godaan bisnis itu, dia akan mencoba mengabdikan ilmunya kepada masyarakat di sana, sekembali dari penjara. Dia juga berencana membuat sebuah yayasan yang bergerak di bidang pendidikan informal atau jasa konsultasi dan bimbingan. “Mendidik mereka bagaimana cara berpolitik secara baik dan bermoral. Selama ini kan banyak politikus yang tidak baik,” katanya.

Rencana pendirian yayasan itu pun, masih sebatas cita-cita. “Baru matang dalam ide,” tandasnya saat didesak apakah sudah mempersiapkan nama atau langkah-langkah yang akan dilakukan untuk pendirian yayasan itu.

Apa saja yang akan diperbuatnya dengan yayasan? “Ya mendidik anak-anak kecil atau remaja yang putus sekolah,” kata dia, penuh keyakinan.

Sementara program dia dalam waktu dekat ini, berharap bisa membantu implementasi perjanjian damai yang telah diteken kedua belah pihak di Helsinki, 15 Agustus silam. Dia mengibaratkan MoU itu sebagai anak bayi yang baru lahir. Bayi itu dinamakannya dengan bayi demokrasi. Menurut Nashiruddin, bayi demokrasi yang baru lahir ini menjadi tanggung jawab bersama untuk merawatnya. “Bayi demokrasi sudah lahir, tugas kita untuk merawat bati tersebut supaya tumbuh sehat. Dan kita harapkan bayi demokrasi ini bisa menyebar,” kata dia bertamsil. Tapi, menurut dia, demokrasi itu harus the real democracy, not pseudo democracy.

Teungku Nashiruddin ditahan di LP Cirebon, Jawa Barat. Hanya dia seorang tahanan GAM yang ditahan di sana. Sebuah ruangan kecil telah mengisolasi dirinya dari dunia luar setahun lamanya. Makanya, saat pertama kali menginjakkan kaki waktu akan dibawa ke LP Sukamiskin, dia seakan tidak percaya. Perasaan dia, kakinya tidak menyentuh tanah saat menginjak tanah. “Saya baru datang dari planet lain,” kata dia, disambut derai tawa tiga juru runding lainnya.

Selama enam bulan pertama, setiap ada tahanan yang bermasalah, selalu dimasukkan dalam ruangan tempat dia ditahan. “Pernah saya ditempatkan bersama tahanan kasus pembunuhan yang sudah pernah melarikan diri dari LP itu,” kenangnya.

Penjara LP Cirebon itu masih dalam penjagaan sangat ketat. Sekali saja ketahuan mencuri apa yang ada di sana, maka tahanan itu akan dimasukkan ke dalam ruang gelap selama sebulan.

Untuk membunuh kebosanan selama diisolasi itu, dia selalu mengagendakan apa yang akan dilakukan setiap hari, dari membaca al-Qur’an, salat sunat, hingga menulis pengalaman selama di sana. “Tulisan ini bisa membantu orang-orang yang terisolasi baik di sel maupun di alam bebas. Ini cara bagaimana mengatasinya,” tandasnya.

Akibatnya, dia bisa membunuh kerinduannya ke kampung halaman dan melupakan kehidupan sekitar, termasuk berinteraksi sesama napi lain. Kejadian itu berlangsung selama enam bulan pertama dia dikurung di sana. Sementara untuk enam bulan selanjutnya, pihak LP meminta dia dibuatkan surat permohonan supaya bisa keluar dari selnya. Namun, tawaran itu ditepis. “Saya tidak mau buat permohonan,” ujarnya.

Kendati mendapatkan amnesti hingga membawa dia bisa kembali menghirup udara bebas, Teungku Nashiruddin menanggapinya biasa saja. “Itu konsekuensi dari sebuah perjanjian,” kata dia. Bahkan, menurutnya, keputusan amnesti yang akan diberikan ini merupakan sebuah koreksi atas kesalahan Indonesia menahan perunding. “Ini sebenarnya bukan sesuatu yang berharga, karena amnesti merupakan salah satu bentuk koreksi atas tindakan yang pernah diambil terhadap kami (perunding GAM),” kata pria beranak dua ini.

Teungku Nashiruddin bukan kali ini saja mendekam dalam penjara. Sebelum ditangkap pada Mei 2003, sebelumnya dia juga pernah ditahan di Jakarta, setelah proses perundingan juga berbuah kegagalan.

“Sesampai di Aceh, saya langsung akan berkunjung ke kuburan ayah di Pidie,” kata Teungku Muhammad Usman Lampoh Awe, yang di kalangan GAM lebih dikenal sebagai Menteri Keuangan (Meuntroe Peng).

Di Aceh, dia berharap bisa menghabiskan masa tuanya dengan damai dan aman. “Saya akan isi hari tua, mungkin, dengan bertani,” kata dia, sumringah. [dzie]

0 comments:

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Web Hosting