Selasa, September 08, 2009

Pendatang di Negeri Sendiri

FAKHRURRADZIE GADE
[e-mail: radzie@acehkini.co.id]

MUHAMMAD Hassan terbaring lemas di ruangan 3 x 2,5 meter. Di dekatnya ada sebuah lemari kecil. Di atasnya ada obat dan infus. Sebuah Al Quran warna kuning emas bertengger di atas lemari yang dipenuhi oleh obat dan makanan. Di atas Quran, ada dua boat mainan kecil yang dibuat dari kertas buku.

Bukan tanpa alasan pria berusia 22 tahun itu membuat boat kertas. Selama sepuluh hari, dia bersama 583 orang terombang-ambing di laut lepas, setelah Angkatan Laut Thailand melepaskan mereka di laut. Hasan terdampar di perairan Sabang dan diselamatkan nelayan, 7 Januari silam.

Hasan merupakan satu di antara 193 etnis Rohingya yang terdampar di Sabang.

Awalnya, mereka hendak mencari kerja di Malaysia. Rencananya, mereka masuk ke Malaysia lewat Thailand. Sayangnya, sebelum rencana itu terwujud, mereka keburu ditangkap Angkatan Laut Thailand. “Selama tiga hari tiga malam, kami dipenjara oleh Angkatan Laut Thailand. Kami dipukul dan disiksa,” kata Hasan saat ditemui di Rumah Sakit Umum Sabang, akhir Januari lalu. Hasan mendapat perawatan medis akibat penyakit tuberkolosis (TBC) yang dideritanya.

Selang beberapa hari, sebuah rombongan lain terdampar di Idi, Aceh Timur. Jumlah mereka bertambah menjadi 372 orang. Mereka bagian dari 1.000 orang yang diusir Thailand dan dipaksa kembali ke laut lepas. Mereka berbondong-bondong meninggalkan Myanmar untuk mencari kehidupan yang layak dan terbebas dari penindasan yang dilakukan Junta Militer.

Sejak Junta Militer berkuasa, etnis Rohingya semakin tertindas. Mereka tidak boleh menikah, menguasai tanah, dan bepergian, termasuk tidak diperkenankan melaksanakan ajaran agama secara bebas. “Negara saya mayoritas penganut Budha, mereka tidak suka muslim. Kami tidak diperbolehkan salat di masjid. Saya selalu salat di rumah, tidak ada masjid,” kata Hassan.

Etnis Rohingya merupakan penduduk asli negara bagian Arakan di barat Myanmar. Daerah berdemografi pegunungan ini berbatasan langsung dengan India di utara, negara bagian China di timur laut, distrik Magwe dan Pegu di timur, distrik Irrawady di selatan, dan Bangladesh di barat laut. Arakan dihuni sekitar 5 juta penduduk, yang terdiri atas Rohingya yang muslim dan Rakhine/Maghs yang beragama Budha.

Etnis Rohingya sudah tinggal di Arakan sejak abad ke-7 Masehi. Ini membantah pernyataan Junta Militer yang menyebut Rohingya sebagai pendatang yang dibawa Inggris dan Bangladesh saat menjajah Myanmar. Secara fisik dan bahasa, etnis Rohingya sangat berbeda dengan kebanyakan penduduk Burma/Myanmar. Ciri-ciri fisik Rohingya lebih mendekati Bangladesh dan Arab. Ini dikarenakan etnis Rohingya merupakan keturunan dari Benggali, Persia, Mongol, dan Turki. Karenanya, saat Inggris memasukkan Arakan menjadi bagian British-Burma pada 1937, etnis Rohingya menolaknya. Mereka sebenarnya ingin bergabung dengan India. Arakan akhirnya menjadi bagian Burma merdeka pada tahun 1948. Sejak itu, hidup Rohingya kian tertindas. Mereka terusir, dianiaya, dan tak boleh melaksanakan agama dan keyakinan secara bebas.

Burma juga tidak mengundang perwakilan Islam Rohingya saat perjanjian penyatuan Burma pada 12 September 1947 di Pinlong antara Jenderan Aung San dan perwakilan dari negara bagian Burma untuk bersama-sama merebut kemerdekaan dari Inggris dan kemudian membentuk negara federasi Burma. Etnis-etnis yang ada di Burma diperbolehkan mendirikan negara bagian. Namun tidak untuk Rohingya. Negara bagian Arakan kemudian dikuasai oleh etnis Rakhin –minoritas Budha.

Sejak Junta Militer berkuasa di Burma, nasib Rohingya kian memprihatinkan. Pusat-pusat pendidikan Rohingya ditutup pada tahun 1965. Mereka semakin menderita setelah Junta Militer meloloskan Undang Undang Burma Citizenship Law of 1982. Undang Undang ini menghapus kewarganegaraan muslim Rohingya. Mereka disebut pendatang di tanah air sendiri. Sejak saat itu, mereka tak diakui lagi. Tanah-tanah mereka dikuasai negara. Mereka dilecehkan, dipukuli, dan dihukum tanpa alasan yang jelas.

Populasinya juga semakin menyusut dari tahun ke tahun. Saat ini populasi Rohingya di Myanmar diperkirakan dua juta orang, sebanyak 1,5 juta di antaranya tinggal di Arakan. Sebanyak 600.000 tinggal di Bangladesh, 350.000 di Pakistan, 400.000 di Arab Saudi, dan 100.000 di Uni Emirat Arab, Thailand, dan Malaysia.

Mulai tahun 2006, etnis Rohingya mulai melanglang buana lewat laut. Tujuan mereka ke Thailand, lalu menyeberang ke Malaysia untuk mencari kehidupan yang lebih layak.

Perjalanan via laut itu tak selalu membuahkan hasil. Di Thailand, mereka tak hanya ditolak, tapi dikejar-kejar, ditangkapi, dan dikembalikan ke laut dengan kapal tanpa mesin, makanan, dan minuman. Pada 7 Januari lalu, 193 etnis Rohingya terdampar di perairan Kepulauan Rondo, Sabang. Gelombang imigran Rohingya juga kembali ditemukan nelayan di perairan Idi Rayeuk, Aceh Timur, awal Februari lalu setelah 21 hari terombang-ambing di lautan tanpa makanan dan minuman.

Rencana pemerintah Indonesia memulangkan mereka ke Negara asal, ditolak mentah-mentah. “Kami lebih baik mati di sini. Jika kami dipulangkan, saya yakin pemerintah akan membunuh kami,” kata Nur Muhammad dalam sebuah wawancara saat dirawat di Rumah Sakit Umum Sabang. Muhammad dirawat akibat luka dalam yang diderita setelah mengalami penyiksaan di Thailand.

Hasan malah punya mimpi berangkat ke Italia. “Ingin bertemu abang saya yang telah mendapat suaka di sana,” ujar Hasan, sambil memegang dadanya yang sesak.

Diusir di negeri sendiri, mereka juga ditolak di tanah harapan. []

***

Infografis:

SEJARAH: Etnis Rohingya merupakan keturunan orang-orang Arab pada abad ke-7 yang ditaklukkan oleh Burma pada tahun 1784. Etnis ini mendiami wilayah barat Myanmar selama berabad-abad.

KARAKTERISTIK: Etnis Rohingya berasal dari Rakhine, Myanmar. Tapi ciri-ciri fisik dan bahasa lebih mirip dengan orang-orang Bengal di Bangladesh.

KEWARGANEGARAAN: Lebih dari 800.000 etnis Rohingya tinggal di Myanmar, tapi tidak diakui kewarganegaannya.

IMIGRAN TANPA WARGA NEGARA: Menghadapi penganiayaan karena mereka umat Islam yang tinggal di negara yang mayoritas beragama Budha, etnis Rohingya mengungsi ke luar negeri dalam beberapa dekade. Hampir dua juta jiwa telah membuat perkampungan baru dari Arab Saudi ke Malaysia, tempat mereka bekerja secara ilegal.

Sekita setengah juta etnis Rohingya melarikan diri dari Myanmar sejak militer mengambil tindakan keras terhadap mereka pada tahun 1978 dan 1991, kebanyakan dari mereka pindah ke Bangladesh. Banyak juga yang tinggal di pengasingan di Pakistan, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Thailand, dan Malaysia.

PERJALANAN DI LAUT: Sejak 2006, Bangladesh mempersulit etnis Rohingya memperoleh paspor, jadi mereka mulai perjalanan berbahaya dengan boat ke Thailand dan kemudian menyeberang ke Malaysia untuk bekerja.

Sumber: The Associated Press

0 comments:

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Web Hosting