Selasa, September 08, 2009

Kandas di Tanah Harapan

Oleh FAKHRURRADZIE GADE

TUBUHNYA mungil. Dia tampak gesit saat memanjat kelapa. Dua butir kelapa berhasil dipetik. Belum lagi sempat memetik yang lain, seorang tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) menyuruhnya turun. Sambil memperagakan gerakan, sang tentara menyuruh lelaki itu push up. Awalnya, lelaki berkulit legam itu hanya skot jam sekali, namun si tentara menyuruhnya mengulangi gerakan push-up. Enam kali gerakan. Lelaki itu lantas memungut kelapa dan berlalu.

Dalam kerumunan, kelapa itu berpindah tangan. Seorang lelaki kurus tinggi coba mengupas dengan giginya. Sama sekali tak memakai pisau atau parang. Hanya pecahan batu. Kurang dari 15 menit, kelapa itu telah tak berkulit.

Pemandangan itu terlihat, akhir Januari lalu, di Pangkalan TNI AL Sabang. Sejak 7 Januari silam, pangkalan itu dipenuhi 193 warga etnis Rohingya, yang terdampar di perairan Pulau Rondo, 20 mil dari bibir pantai Sabang. Saat diselamatkan ke darat, kondisi mereka mengenaskan: dehidrasi akut, karena kekurangan cairan akibat 10 hari terombang-ambing di laut, tanpa makanan dan minuman.

Di penampungan itu, muslim Rohingya mengisi hari-hari dengan senam, bermain bola, catur, bulu tangkis, dan lompat tali. Sesekali, mereka dibebankan mengecat pagar Pangkalan TNI AL. Pagi –jika matahari terik, mereka "dijemur" di lapangan terbuka. Seorang tentara yang berjaga di pangkalan itu bilang, mereka dijemur karena kondisi mereka sangat lembab. Ini agar mereka tak mudah terserang biri-biri basah.

Setelah sepuluh hari terombang-ambing di laut, mereka juga tidur berdesak-desakan di penampungan. Relawan Palang Merah Indonesia (PMI) dan Angkatan Laut Sabang menyediakan dua tenda masing-masing berukuran sekitar 10 x 6 meter dan 6 x 4 meter.

Untuk membunuh jenuh, relawan PMI mengatur pola hidup 'manusia perahu' itu. Mereka dibekali pemainan catur, ular tangga, halma, lompat tali, bulu tangkis, bola kaki, dan bola voli. Malam hari, mereka menonton film di layar proyektor yang disediakan relawan PMI Sabang. Khusus malam Jumat, mereka diharuskan membaca surat Yasin.

Saat ACEHKINI bertandang ke kamp penampungan mereka, akhir Januari lalu, pengungsi etnis Rohingya sedang berlaga di lapangan hijau. Mereka menjamu tim PMI. Setelah salat Asar dan makan makanan ringan, sebelas etnis Rohingya menuju lapangan upacara TNI AL. Di sana, mereka membentuk formasi.

Kaos putih bertuliskan GN-OTA dikenakan kesebelasan Rohingya. Sementara kesebelasan PMI memakai rompi berwarna biru donker dan bertuliskan PMI di belakangnya. Etnis Rohingya terbilang pandai bermain bola. Dalam tempo tak sampai 15 menit, mereka berhasil membobol gawang tim PMI. Berselang sepuluh menit kemudian, gol lain diciptakan etnis Rohingya. Sore itu, Rohingya menaklukkan tim PMI dengan skor 2-0.

***

MANUSIA perahu etnis Rohingya ini terdampar di Sabang setelah dilarung di lautan lepas oleh Angkatan Laut Thailand. Pihak otoritas negeri Gajah Putih itu menangkap, lalu menganiaya para manusia perahu. Puas menganiaya, Angkatan Laut Thailand melepaskan mereka ke laut lepas dengan boat kayu tanpa mesin. Stok makanan dan minuman tak mencukupi. Praktis, mereka hanya berharap pada angin yang akan membawa mereka ke daratan terdekat.

"Mereka menarik kami dalam boat kayu tanpa mesin. Tak ada makanan, dan minuman," kata Muhammad Hassan, satu dari 193 etnis Rohingya yang terdampar di Sabang. Saat diwawancarai ACEHKINI akhir Januari lalu, Hassan sedang mendapat perawatan di Rumah Sakit Umum Sabang akibat penyakit Tuberculosis (TBC) yang dideritanya.

Hassan menceritakan kekejaman tentara Thailand saat mengusir mereka dari sebuah pulau terpencil negeri Gajah Putih itu. Saat berlabuh di selatan Thailand pada 26 Desember 2008, mereka ditangkap Angkatan Laut dan dijebloskan dalam penjara selama empat hari. Di sana, mereka mengalami penyiksaan bertubi-tubi. Ada yang dicambuk, diinjak dengan sepatu lars, dan dipukul dengan popor senapan.

Usai melampiaskan kekejamannya, tentara Thailand melepaskan etnis Rohingya ke lautan lepas. Mula-mula, empat boat yang berisi 583 muslim Rohingya itu ditarik dengan kapal otoritas Thailand. Sesampai di lautan lepas, "mereka memotong tali boat kami dan membiarkan kami terombang-ambing di laut," kata Hassan.

Boat yang membawa mereka tak besar ukurannya. Hanya 10 x 3 meter. Boat tak bermesin itu mengangkut 200 orang. Mereka berhimpit-himpitan, nyaris tak ada ruang untuk bergerak. Selama 10 hari mereka dihanyutkan gelombang tanpa tujuan. Tujuh orang tak bertahan, meregang nyawa di lautan lepas. "The oxygen will bring us to another place," kenang Hassan dalam bahasa Inggris terbata-bata. "Kami hanya bisa berdoa kepada Allah untuk menyelamatkan hidup kami."

Selama 10 hari "berkelana" di laut, mereka kerap menjumpai kapal yang melintasi jalur padat Selat Malaka. Hassan menyebutkan, mereka kerap meminta bantuan pada kapal yang lalu lalang, sambil melambaikan kain dan pakaian. Sayang, suara mereka tak terdengar. "Saat saya melihat kapal, saya berteriak minta bantuan. Tapi tak satu pun yang membantu kami," ujar pemuda berusia 22 tahun itu.

Boat yang ditumpangi Hassan bersama 192 orang lainnya merupakan bagian dari empat boat yang dilarung Angkatan Laut Thailand ke lautan lepas. Hassan dan temannya terdampar di Sabang. Satu boat lain terdampar di Pulau Andaman, India. Sementara sisanya hingga kini tak jelas juntrungannya.

Nur Muhammad, etnis Rohingya yang juga terdampar di Sabang, menyebutkan, mereka berlayar ke Thailand untuk mencari pekerjaan yang layak. Sebenarnya, persinggahan akhir mereka, Malaysia. Namun sebelum bisa menjejakkan kaki di Malaysia, mereka ditangkap tentara dan dipenjara di Ranong, Thailand Selatan.

Di negeri sendiri, menurut Muhammad, mereka tak bebas bekerja. Sebelum ke Thailand, Muhammad menyeberang perbatasan secara ilegal ke Bangladesh. Di sana, dia bekerja sebagai nelayan dan mengumpulkan uang untuk membayar "tiket" boat ke Malaysia, sekitar US$430. Dia dan temannya berlayar dengan boat kayu pada 16 Desember 2008. Celakanya, sang kapten boat sama sekali tak tahu arah tujuan mereka, hingga terdamparlah di Ranong.

Keberuntungan belum berpihak pada etnis Rohingya. Saat mencapai Thailand, mereka malah ditangkap tentara dan dipenjara, sebelum akhirnya dilepaskan ke laut dengan boat tanpa mesin, makanan, dan minuman.

"Boat yang kami tumpangi sangat jelek," kata pria berusia 37 tahun itu ketika ditemui di RSU Sabang, akhir Januari lalu. Dia mendapat perawatan medis akibat menderita sakit di pinggang dan luka dalam. "Air laut masuk dalam boat sampai selutut dan kami mulai membuang airnya. Kami hanya bisa berdoa pada Allah agar kami selamat," kata Muhammad.

Thailand dan Myanmar menolak bertanggungjawab atas kasus ini. Perdana Menteri Thailand Abhisit Vejjajiva berjanji akan menyelidiki aksi yang dilakukan tentara Angkatan Laut terhadap warga Rohingya. Myanmar menyebutkan bahwa etnis Rohingya bukan warga mereka.

Undang Undang Kewarganegaraan Burma yang disahkan pada 1982 mencabut kewarganegaraan etnis muslim minoritas Rohingya. "Etnis Rohingya tidak eksis dalam (Union of Myanmar) dan mereka bukan bagian etnis pribumi Myanmar," kata pemerintah Myanmar kepada UNHCR, tahun lalu.

Saat satu tim Departemen Luar Negeri Indonesia dan International Organization for Migration (IOM) sedang memverifikasi etnis Rohingya di Sabang, satu perahu kayu tanpa mesin yang penuh manusia kembali ditemukan sebuah kapal nelayan di perairan Idi Rayeuk, Kabupaten Aceh Timur. Mereka berjumlah 198 orang. Nasib mereka tak jauh beda dengan kelompok manusia perahu di Sabang. Ketika ditemukan, kondisi mereka sangat memprihatinkan.

Menurut kesaksian Rahmad, seorang manusia perahu yang ditemukan terapung di Selat Malaka, mereka sebenarnya berjumlah 220 orang. Tetapi, 22 orang telah meninggal dunia di laut setelah terombang-ambing 21 hari. Mereka juga ditarik ke tengah lautan oleh serdadu Thailand setelah tiga bulan ditahan di pulau kecil Provinsi Ranong. Ke-198 manusia perahu itu kini ditampung di Kantor Camat Idi Rayeuk.



***



DEPARTEMEN Luar Negeri Indonesia semula bersikukuh untuk tidak melibatkan lembaga PBB yang mengurus pengungsi (UNHCR), karena beralasan warga etnis Rohingya merupakan "migran ekonomi". Selain itu, ungkap pejabat Departemen Luar Negeri, ada "pengalaman buruk" dalam menangani manusia perahu dengan UNHCR.

Pejabat Departemen Luar Negeri menyatakan, akan memulangkan warga etnis Rohingya ke negaranya. Tapi karena derasnya tekanan berbagai kalangan dalam dan luar negeri, Indonesia akhirnya mengizinkan UNHCR untuk memverifikasi 391 etnis Rohingya yang terdampar di Sabang dan Idi Rayeuk, Aceh Timur.

"Kita bersedia mengikutsertakan UNHCR untuk menangani siapa yang tidak mau kembali ke negara mereka," kata Juru Bicara Departemen Luar Negeri, Teuku Faizasyah, kepada International Herald Tribune. "Kita ingin melaksanakan yang terbaik untuk mencari jalan keluar kasus Rohingya."

Meski bersedia bekerja sama dengan UNHCR, pemerintah tetap tak mengizinkan pengungsi Rohingya menetap di Indonesia. Pasalnya, jika diizinkan, gelombang pengungsi etnis minoritas di Myanmar akan terus berdatangan ke Indonesia. "Negara kita bukan untuk para pengungsi," kata dia.

Pendirian pemerintah bertolak belakang dengan keinginan sejumlah kalangan di Aceh. Mereka tetap berharap agar pemerintah bersedia mengizinkan warga etnis Rohingya menetap di Aceh. Beberapa dayah sudah menyatakan kesediaan untuk menampung manusia perahu itu. Alasannya, mereka adalah saudara seiman, dan bila dikembalikan ke negaranya akan mendapat perlakuan tidak manusiawi dari junta militer Myanmar.

Jauh-jauh hari, etnis Rohingya yang terdampar itu juga menolak dikembalikan ke Myanmar, negara yang mayoritas beragama Budha. "Saya lebih baik mati di sini, dibunuh oleh orang muslim," kata Nur Muhammad. "Jika dipulangkan, saya yakin pemerintah akan membunuh kami."

Di tanah harapan, cita-cita Hassan kandas. Niat hati ingin mempunyai kehidupan lebih baik, malah berakhir terapung-apung di tengah samudera. Padahal, ia ingin mengikuti jejak sang abang yang kini menetap di Italia. "Saya tidak ingin kembali ke Myanmar. Takut, karena militer akan membunuh saya. Saya berharap agar pemerintah Indonesia mau mengirim saya ke Italia," kata Hassan. Nafasnya tersengal-sengal. [a]

2 comments:

lawan.us mengatakan...

ada kalanya kita kandas juga d daerah sendiri
blognya lumayan bagus
mau tukeran link gak /

eFMG mengatakan...

terimakasih telah berkunjung ke blog sederhana saya. Boleh-boleh saja bertukar link...

Salam

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Web Hosting