Jumat, Juli 30, 2004

Akurasi

"Ketidakcermatan adalah dosa wartawan."
Ungkapan itu telah akrab denganku sejak tahun 2000, jauh sebelum aku terjun dalam dunia wartawan dua tahun silam. Dari sebuah acara di TVRI aku mengetahuinya melalui "omongan" Parni Hadi, tokoh yang kukagumi melalui tulisan ringannya dalam rubrik Foolitik di Tabloid ADIL.
Namun, ungkapan itu, kembali terngiang di telingaku, dalam beberapa hari terakhir ini. Bukan berarti bahwa selama ini aku telah abai terhadap ungkapan sarat makna itu. Aku tetap ingat dan mencoba untuk menerapkannya. Yang membuat kembali terngiang, karena kecerobohanku dalam mengolah berita.
Jujur saja, dalam beritaku yang berjudul Dua Bronco Bombardir Markas GAM Aceh Besar yang dimuat di Suara Merdeka CyberNews edisi 29 Juli 2004, ada sedikit kesalahan yang menyebabkan kurangnya akurasi.
Dalam berita itu, aku menuliskan TNI memperkirakan banyak korban yang disebabkan oleh penyerangan melalui udara itu. Juga, TNI mengklaim menewaskan satu pasukan GAM dan menyita dua pucuk senjata. Narasumberku itu adalah Komandan Kodim 0101 Aceh Besar Letkol Inf Joko Warsito. Dia mengeluarkan pernyataan itu setelah aku dan kawanku menanyakan apakah dalam penggempuran itu ada korban. "Di Naga Umbang, satu GAM tewas dan dua pucuk senjata disita," katanya.
Nah, pernyataan itu aku muat. Beritaku pun, naik (muat), pada siangnya, sekitar 45 menit setelah aku mengirimkannya.
Sorenya, aku mengadakan liputan ke Kantor Gubernur Aceh, karena ada rapat evaluasi Darurat Sipil. Sambil menunggu rapat kelar, kami bicarakan seputar penyerangan TNI terhadap GAM yang mengerahkan Pesawat Tempur buatan Amerika, Bronco OV-10. Aku bilang, satu GAM tewas dan dua pucuk senjata disita.
"Ah kau. Belum ada korban," kata salah seorang kawan wartawan.
"Tapi, itu pernyataan Dandim, Bang," aku membela diri.
"Masa langsung bisa diketahui korbannya. Belum ada," katanya.
"Lalu kata Dandim, di desa Naga Umbang ada tewas," belaku lagi.
"Lha, itu kejadiannya lain. Itu akibat sergapan pasukan Raiders," dia menjelaskan.
"Wah gawat. Beritaku salah," aku mengalah setelah sadar dengan kesalahan yang baru saja kuperbuat.
"Makanya, kalau yang begituan buat beritanya hati-hati," katanya lagi, memberi nasihat yang sangat berarti bagiku.
Pasca kejadian itu, aku langsung terdiam. Termenung. Selama ini aku selalu berusaha supaya beritaku akurat. Ternyata, aku kebablasan. Aku terbayang ungkapan Parni Hadi yang kudengar 4 tahun silam. Aku teringat ungkapan Nick, Julia dan Yusuf dua bulan silam di Medan.
Aku jadi sadar, bahwa aku telah salah: abai terhadap akurasi.
Melalui media ini, aku ingin mengingatkan diriku sendiri, bahwa akurasi adalah ruh sebuah berita. Perhatikan akurasi.
"Akurasi lebih penting daripada kecepatan," kata Nick Nugent, dari BBC London.
Kejadian itu membuat jera diriku. Semoga aku semakin lebih hati-hati.
Banda Aceh, 30 Juli 2004
radzie

0 comments:

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Web Hosting