Rabu, Juni 22, 2005

Pemilihan Presiden Mahasiswa IAIN Ar-Raniry, Kisruh

Laporan: Fakhrurradzie MG - Banda Aceh

Aceh Interaktif – Banda Aceh. Pemilihan Raya (Pemira) mahasiswa Institut Agama Islam Negeri Ar-Raniry untuk memilih Presiden Mahasiswa periode 2005-2006, berakhir dengan pembakaran kotak suara, Selasa (21/6). Sepuluh mahasiswa yang diduga berada di belakang pembakaran itu dimintai keterangan oleh Polresta Banda Aceh. Tujuh dari mereka adalah mahasiswa Universitas Syiah Kuala.

Pembakaran kotak suara terjadi di Tempat Pemungutan Suara (TPS) Fakultas Dakwah, Tarbiyah, dan D2 Fakultas Tarbiyah.

Ketua Komisi Pemilihan Raya (KPR) Rizky Aulia mengatakan, pembakaran kotak suara itu dilakukan oleh massa dari kubu Iskandar Usman AlFarlaki. Menurutnya, sebanyak 30-an massa dari kubu kandidat nomor dua itu mendatangi TPS No 6 di Fakultas Tarbiyah. Aksi itu dilakukan di saat beberapa petugas KPPS melaksanakan salat dhuhur.

Rizky menilai pembakaran itu dipicu oleh rasa frustasi kubu Iskandar Usman yang mengalami kekalahan di hari pertama pemungutan suara. “Hari pertama mereka hanya 262 suara. Sementara Zuanda mengantongi 419 suara,” kata Rizky ketika dihubungi Aceh Interaktif, Rabu (22/6). “Pembakaran itu dilakukan sebelum perhitungan suara.”

Menurutnya, pembakaran kotak suara itu dibarengi dengan pemukulan terhadap Mujiburrahman, petugas KPPS. “Anggota KPPS mencoba menyelamatkan kotak suara,” sebutnya.

Dia menolak jika dikatakan pembakaran itu dikarenakan sikap KPR yang tidak adil dalam penyelenggaraan proses pemilihan raya ini. “Tidak benar KPR tidak adil,” kilahnya. Menurutnya, KPR terdiri dari MPMI, pihak fakultas, dan UKM. Dia juga mempertanyakan, kenapa sekarang ini kubu Iskandar mengklaim pihaknya tidak adil. “Tidak ada indikasi itu semua,” sambungnya.

Kendati pemilihan itu sempat rusuh, sebut Rizky, pihaknya bersama MPMI dan rektorat telah menetapkan bahwa Pemira sudah berakhir. Berdasarkan berita acara pemilihan yang mereka buat, sebut Rizky, Zuanda keluar sebagai pemenang dalam pemilihan raya itu. “Iskandar Usman, didiskualifikasi,” katanya.

Suara yang dihitung, sebutnya, hanya suara yang luput dari pembakaran. “Hanya dari TPS di tiga fakultas lainnya,” kata Rizky.

Sementara itu, Iskandar Usman, salah seorang kandidat, mengatakan, pembakaran itu terjadi karena pihak KPR tidak netral dalam menyelenggarakan Pemira. Indikasi ini, menurut Iskandar, bisa dilihat pada pemilihan hari pertama. “Pada perhitungan suara pada hari pertama di Fakultas Tarbiyah, jumlah kertas suara lebih banyak dari jumlah pemilih,” sebutnya.

Dia menuding KPR memberi dukungan kepada Zuanda, kandidat nomor urut tiga. Alasan lainnya, sebut Iskandar, pada sesi debat kadidat, KPR tidak menyediakan sesi tanya jawab. “Ini dibatasi oleh KPR. Padahal tidak boleh,” kata Iskandar.

Iskandar menolak jika dikatakan pembakaran itu dilakukan hanya oleh massa pendukungnya. Pun demikian, dia tidak menutup mata jika ada pendukungnya yang terlibat dalam pembakaran. “Tidak tertutup kemungkinan ada massa kita yang melakukan pembakaran,” akunya. “Kita sudah bilang untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak menguntungkan kita,” elaknya.

Menurutnya, pembakaran TPS dilakukan oleh massa mahasiswa yang melihat ketidaknetralan dalam pelaksanaan pemilihan presiden itu. Katanya, massa khawatir akan terjadi manipulasi suara dalam perhitungan suara pada hari kedua. Pasalnya, tuding Iskandar, salah seorang pemegang kunci kotak suara adalah anggota KPR yang pro pada kandidat nomor urut tiga. “Akibat akumulasi itu, massa melakukan pembakaran kotak suara,” katanya. “Massa kecewa dengan tindakan KPR. Ada stigma seolah-olah yang melakukan pembakaran massa Iskandar.”

Mahasiswa angkatan 2000 ini menyesalkan sikap KPR yang melaporkan aksi pembakaran itu ke kepolisian. Menurutnya, konflik itu seharusnya bisa diselesaikan secara intern kampus. “Kenapa tidak dilaporkan ke pihak rektorat saja,” katanya.

Dia juga mempertanyakan kenapa dia dan massanya ditangkap aparat kepolisian. “Kenapa saya ditangkap. Penangkapan itu tidak ada alasan yang kuat,” katanya.

Iskandar Usman ditangkap aparat kepolisian dari Polsek Syiah Kuala yang berkantor di depan Biro Rektor IAIN Ar-Raniry. Dia ditangkap sekitar limabelas menit setelah aksi pembakaran terjadi, di asrama IKAPA (Ikatan Pelajar Peureulak). Sembilan kawannya, sebagian besar sedang berada di asrama itu saat penangkapan.

Dia sempat diinterogasi di Mapolsek Syiah Kuala, sebelum akhirnya diboyong ke Mapolresta Banda Aceh. Di Mapolresta, dia dan kawannya diinterogasi seputar kejadian pembakaran. Kepada polisi, dia menolak jika dikatakan dalang di balik kerusuhan itu. Setelah mengalami pemeriksaan marathon selama lima jam, akhirnya pada pukul 20.00 WIB, dia dan delapan kawannya dibebaskan. Sementara Feriadi, mahasiswa Fakultas Hukum Unsyiah yang mendukung Iskandar Usman, hingga berita ini diturunkan masih mendekam dalam tahanan Mapolresta Banda Aceh.

“Dia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penganiayaan anggota KPPS,” kata Iskandar.

Pantauan Aceh Interaktif di kampus IAIN Ar-Raniry, mahasiswa melangsungkan perkuliahan secara normal pascapembakaran kotak suara itu. Tidak ada tanda-tanda ketegangan antarsesama pendukung calon presiden. [aceh interaktif]

0 comments:

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Web Hosting