Senin, Juni 27, 2005

Samak akan Laporkan Pengendapan Jadup ke KPK

Laporan: Fakhrurradzie MG - Banda Aceh

Aceh Interaktif - Banda Aceh. Solidaritas Masyarakat Antikorupsi (Samak) mensinyalir, sebanyak Rp 253 miliar dari Rp 293 miliar dana yang diperuntukkan bagi uang jaminan hidup (jadup) mengendap. Dari sejumlah itu, baru sekitar Rp 38,197 miliar yang telah disalurkan kepada para pengungsi korban gempa dan tsunami.

J Kamal Farza, koordinator Badan Pekerja Samak, mengatakan, dana jadup itu baru disalurkan untuk tahap pertama kepada warga yang menjadi korban tsunami. Pun demikian, belum semua pengungsi menikmati pembagian jadup. “Masih ada pengungsi yang belum menerima jadup,” kata Kamal Farza dalam konferensi pers di Aceh Media Center Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Banda Aceh, Minggu (26/6).

Kendati mensinyalir adanya pengendapan jadup, Kamal mengaku tidak mengetahui di mana dana yang sejatinya diperuntukkan bagi korban tsunami itu, mengendap. “Kita belum tahu. Dan itu masih menjadi pertanyaan besar kita,” ujarnya kepada sejumlah wartawan yang hadir dalam konferensi pers itu.

Karenanya, Samak meminta pemerintah, khususnya Pemprov Aceh, harus menjelaskan di mana mengendap Rp 253 miliar dana jadup. “Pelaksana tugas Gubernur harus menjelaskan secara transparan penggunaan jadup ini,” sebutnya.

Di beberapa lokasi yang menjadi amatan Samak, banyak pengungsi yang belum memperoleh jadup. Hal ini setidaknya terjadi di Kota Banda Aceh, Aceh Besar, Lhokseumawe, Bireuen, Pidie, dan beberapa kabupaten lainnya. Di Banda Aceh, sebut Kamal, ada korban tsunami yang sudah kembali ke desanya, tidak lagi mendapatkan jadup. “Menurut informasi yang didapat dari Kantor Camat Syiah Kuala, yang sudah pulang ke rumah tidak mendapatkan lagi bantuan berdasarkan surat edaran Plt Gubernur No. 360/153,” kata Kamal.

Bahkan, banyak pengungsi yang tidak mendapatkan jadup karena alasan kekurangan dana alokasi jadup. Ini berdalih membengkaknya jumlah pengungsi, sehingga harus dilakukan pedataan ulang. Yang parah, sebut Samak, di Bireuen pihak Satlak menyunat dana jadup mulai Rp 5.000 hingga Rp 10.000 per jiwa.

Sementara kasus di Sigli, Pidie, ada pengungsi yang hanya memperoleh Rp 74.000 atau Rp 75.000 per jiwa, karena alasan kekurangan dana jadup. Kasus di Lhokseumawe, kata Kamal, uang jadup digantikan dengan pemberian beras empat ons per hari.

Saat ditanya siapa yang harus bertanggungjawab terhadap pengendapan jadup ini, Kamal mengatakan, Pemprov Aceh lah yang harus bertanggungjawab. “Plt Gubernur Aceh harus bertanggungjawab. Karena apa yang dilakukan oleh Satkorlak dan Dinas Sosial, pertanggungjawabannya harus ke gubernur selaku ketua Satkorlak,” sambung Mukhtar Luthfi, aktivis yang getol membongkar korupsi Gubernur (non-aktif) Abdullah Puteh.

Atas temuan ini, sebut Kamal, pada Rabu nanti lembaga yang dipimpinnya akan mengadukan kasus pengendapan jadup ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi. “Akan kita laporkan temuan ini ke KPK,” ujar Kamal.

Digunakan untuk Kampanye
Sementara itu, Samak juga mensinyalir, dana jadup yang mengendap ini, juga akan dimanfaatkan pihak tertentu untuk melakukan kampanye terselubung untuk menghadapi pemilihan kepala daerah (Pilkada). “Kita khawatirkan, dana jadup digunakan oleh calon kepala daerah untuk kepentingan kampanye. Ini tidak mustahil dilakukan,” kata Kamal.

Samak mencontohkan, jadup periode Maret 2005, bagi korban gempa dan tsunami di Aceh Jaya, baru dibagikan saat Plt Gubernur Aceh, Azwar Abubakar, berkunjung ke sana. “Itu baru bulan Mei disalurkan,” sebutnya. “Kita nggak tahu ada apa ini.” [aceh interaktif]

0 comments:

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Web Hosting