Kamis, April 28, 2005

Intelektual: Pasukan Penjaga Perdamaian Untungkan Semua Pihak

Reporter: AK-1, AK-34 - Jakarta

Jakarta, Acehkita. Rencana pengiriman pasukan penjaga perdamaian Uni Eropa ke Aceh, sebagaimana sedang dijajaki Ketua CMI Martti Ahtisaari, dipandang akan menguntungkan semua pihak. “Menguntungkan semua pihak. Secara khusus GAM untung, RI juga untung,” kata aktivis Gerakan Intelektual Seluruh Aceh (GISA) DR Farid Wajdi kepada acehkita, Kamis (28/4) siang. “Kami tidak melihat si A lebih diuntungkan dari proses ini.”

Sebenarnya, kata Farid, pihak intelektual kalangan sipil Aceh sudah sejak lama meminta kepada pemerintah untuk mendatangkan pasukan asing untuk memantau jalannya perdamaian di Tanah Seulanga ini. Namun, sampai sekarang permintaan itu belum dipenuhi. Karenanya, sebut Farid, mereka menyambut positif rencana CMI yang menjajaki kemungkinan pengiriman pasukan penjaga perdamaian itu.

“Kami dari kalangan sipil, mulai saat CoHA (Cessation on Hostilities Agreement/Kesepahaman Bersama untuk Menghentikan Permusuhan –red.) kami sudah mendukung adanya keterlibatan asing,” lanjutnya sembari berharap keberadaan pasukan itu tidak lagi mengulang pengalaman di masa CoHA, yang berakhir dengan kegagalan.

Menurut Farid Wajdi, yang juga Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh, keberadaan pasukan asing harus mempunyai kewenangan yang bisa menekan kedua belah pihak yang melanggar perjanjian perundingan. “Kekuatan asing yang mempunyai ketetapan hukum, akan bisa memberikan tekanan-tekanan atau pressure,” lanjut Farid.

Keberadaan pasukan asing di Aceh, sebut Farid, memberikan konstribusi positif bagi proses perdamaian di Bumi Iskandar Muda itu, kendati di mata pemerintah ini merupakan masalah baru. “Mungkin beranggapan begini, lama di suatu daerah, akan ada resko bagi daerah itu,” katanya.

Pun demikian, kata Farid, keberadaan personel pasukan asing itu tidak bisa dibatasi waktunya. Apalagi, konflik Aceh sudah terjadi dalam kurun waktu lama. “Tidak mungkin bisa menargetkan berapa lama keberadaan mereka untuk menjaga proses perdamaian,” lanjutnya, sembari menamsilkan, mendamaikan Aceh tidak seperti mendamaikan dua orang yang berkelahi secara tiba-tiba. “Butuh waktu lama, mungkin setengah tahun dan tidak melibatkan satu dua orang saja,” terangnya.

Sosiolog Aceh DR Ahmad Humam Hamid mengaku tidak mau berandai-andai dengan rencana CMI ini. “Itu kan masih negosiasi, kita lihat aja nanti. Kita jangan berandai-andai dong, biarlah kita menunggu keputusan kedua belah pihak. Ini masih negosiasi, masih dirundingkan. Saya kira kita jangan mendahului dan berspekulasi,” kata Humam Hamid, Direktur Aceh Recovery Forum, kepada acehkita, Kamis (28/4) siang.

Surat kabar Jerman Süddeutsche Zeitung seperti dikutip Kantor Berita Reuters melaporkan, 25 dutabesar negara Uni Eropa sudah menerima permintaan mantan Presiden Finlandia Martti Ahtisaari, untuk menerjunkan sekitar 200 anggota pasukan penjaga perdamaian (peace keeping force) ke Aceh pada musim gugur mendatang.

Jakarta bereaksi cepat menentang keterlibatan pasukan asing dalam proses perdamaian Aceh. Menteri Komunikasi dan Informasi Sofyan Djalil, salah satu delegasi perunding Indonesia di Helsinki, mengatakan pelibatan tentara penjaga perdamaian tidak termasuk salah satu opsi. [dzie]

0 comments:

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Web Hosting