Senin, April 11, 2005

Jerit Keluarga Terpidana [2]

Reporter: Tim acehkita.com, 2004-01-25 11:26:47

Baca juga: Jerit Keluarga Terpidana [1]

Ceritanya, Samsul Fadjri pernah kehilangan uang. Ia curiga uang itu bukan hilang begitu saja. Ada tangan yang telah mengambilnya. Tapi, ia tidak mau menuduh. Entah dari mana asalnya, sebuah informasi belakangan sampai ke pihak intelijen bahwa Samsul Fadjri Syahputra adalah pengutip pajak nanggroe.

Akibatnya, pada sore 20 Mei 2003, atau hanya dua hari setelah darurat militer diumumkan Jakarta, Samsul Fadjri Syahputra ditangkap pihak intelijen dari Brimob dengan sebuah mobil kijang kapsul berwarna gelap.

Pihak keluarga, kala itu menduga kalau Samsul Fadjri diculik. Namun, setelah mencek ke kepolisian, pihak keluarga beroleh kabar kalau Samsul Fadjri Syahputra, ditangkap karena terlibat dengan kelompok GAM Aceh Besar.

Iqbal dan keluarga yakin, kalau penangkapan untuk kedua kalinya ini, tidak terkait sama sekali dengan organisasi yang pernah diikuti pada tahun 2000 itu. Bagi keluarga, demikian Iqbal, penangkapan dengan tuduhan GAM, hanya fitnah belaka.

“Padahal, dia tidak lagi ikut dalam GAM, setelah ia keluar dari penjara, pada tahu 2001 lalu,” aku Iqbal.

***

Jam menunjukkan pukul 23.45 WIB. Malam yang menggelayuti langit Kota Banda Aceh, semakin larut saja. Iqbal yang malam itu tak bisa tidur, terus saja mengepulkan asap rokok djie sam soe. Sesekali matanya menerawang, tanpa tujuan yang jelas. Ia terus memikirkan pemindahan adiknya ke Jawa Tengah pada Kamis (22/1) lalu.

“Bagaimana, ya, kalau ayah ingin menjenguknya?” keluh Iqbal. “Ayah dan Ibu, yang sudah sangat tua, tidak bisa menjenguknya.”

“Saya ingin menjenguknya. Tapi keluarga saya tidak punya uang untuk pergi ke Jawa. Ekonomi keluarga kami, sudah sangat susah dan sulit, bagaimana mau menjenguknya?” kata Iqbal, kemudian.

Mata Iqbal terus menerawang liar, seiring dengan semakin larutnya malam.

“Apa salahnya sih pemerintah memberitahu keluarga sebelum dia dipindahkan jauh ke Jawa?” gugat Iqbal, penuh tanda tanya.

“Kami sangat sedih dengan pemindahan ini. Saya melihat di televisi, pemindahan ini, seperti membawa binatang saja. Perlakuannya tidak berperikemanusiaan sedikit pun,” ujarnya, sambil mengusap matanya yang sembab dan berair.

Semua kamera merekam, bagaimana para tahanan itu, diikat dengan rantai dalam satu rangkai barisan yang sama. Ada yang berjumlah 10 orang, ada yang lima orang tiap ikatnya. Di dada mereka, disematkan nomor 1, 2, 3, 4 dst...

Ketika acehkita menanyakan apakah alasan pemindahan GAM ini bisa diterima? Iqbal menilai, pemindahan mereka ke Jawa, sangat tidak bisa diterima akal sehat.

Menurut PDMD, pemindahan tahanan GAM ke Pulau Jawa, karena Lembaga Pemasyarakatan (LP) di Aceh, sudah penuh dan tidak bisa menampung keseluruhan tahanan. Apalagi, ada beberapa LP yang saat ini sedang dalam perbaikan karena katanya dibakar GAM.

Alasan lainnya, seperti dilontarkan Satgaspen PDMD adalah untuk memutuskan mata rantai ideologi GAM. Artinya, dengan pemindahan ini, diharapkan ideologi GAM tidak berkembang dan tersebar luas ke masyarakat Aceh lainnya.

Premis ini dibenarkan oleh Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyon di Jakarta.

Bagaimana dengan alasan untuk memutuskan ideologi GAM?

“Saya tidak yakin pemerintah bisa membunuh ideologi GAM. Pemindahan, yang bagi saya pengasingan dan pembuangan itu, tidak menjamin akan hilangnya ideologi GAM dalam benak mereka,” kata Iqbal.

“Timbulnya ideologi GAM, ya, disebabkan oleh tindakan dan perlakuan pemerintah terhadap masyarakat Aceh yang sangat represif pada masa Orde Lama dan Orde Baru,” ujar Iqbal.

“Juga, tindakan ketidakadilan,” lanjutnya lagi.

“Kamu yakin dengan pengasingan ini, ideologi GAM akan pupus dari pikiran dan benak mereka?” tanya Iqbal, melirik acehkita.

Setelah sama-sama terdiam sejenak, Iqbal berujar, “Baiklah, mungkin pemindahan ini dilakukan supaya koordinasi antar-sesama GAM, akan hilang. Tapi, kok mesti ke Jawa, ya. Kenapa nggak di Sumatera saja yang mudah dijangkau dan tidak terlalu jauh, kalau memang pemindahan itu tidak bisa ditawar-tawar,” gugat Iqbal.

Ia lalu melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 01.12 WIB dini hari, Sabtu (24/1).

Selebihnya Iqbal tidak lagi berkata-kata. Sejenak kemudian ia pamitan dan pergi. [tamat]

0 comments:

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Web Hosting